JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akhirnya benar-benar mewujudkan ancamannya untuk menggugat Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK).  Gugatan ini menambah panjang deretan gugatan terhadap pemberlakuan UU tersebut, setelah disahkan DPR sejak 28 Juni lalu.

Puluhan buruh yang tergabung dalam KSPI itu, Jumat pekan kemarin, mendatangi Gedung MK untuk memasukkan berkas permohonan uji materi atas UU Pengampunan Pajak. Buruh meminta dilakukan pengujian atas Pasal 1, 3, 4, 21, 22, dan 23 UU Pengampunan Pajak. Enam pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 mengenai hak kesetaraan warga negara di hadapan hukum. Presiden KSPI Said iqbal menilai UU Pengampunan Pajak telah mencederai rasa keadilan bagi masyarakat yang telah taat membayar pajak, termasuk para buruh.

"Kami (buruh) adalah warga yang taat membayar pajak (PPh 21), bahkan sebelum gaji diterima sudah dipotong untuk membayar pajak," ujar Iqbal di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat (22/7).

Menurut Iqbal, seharusnya negara malu mengampuni para pengemplang pajak hanya demi mengejar pajak, sebab dengan tindakan itu seolah hukum digadaikan. Buruh hingga saat ini tak percaya, jika UU Pengampunan Pajak bisa meningkatkan pemasukan pajak negara, yang saat ini dalam kondisi minus. Apalagi pemerintah menargetkan pemasukan Rp165 triliun, ditambah repatriasi dana dari luar negeri yang belum dipastikan besarannya.

"Harusnya pemerintah punya based on data yang jelas dan tepat, bukan asumsi, data dari Kemenkeu dan BI berbeda," tegasnya.

Sementara buruh dan pengusaha kecil yang selama ini dikenakan pajak, tidak pernah mendapatkan pengampunan.  "Buruh berpenghasilan rendah dan UMP tetap dikenakan pajak, apakah ini yang disebut adil?" ujarnya.

Iqbal menambahkan setidaknya ada lima alasan mengapa buruh mengajukan gugatan UU Pengampunan Pajak. Pertama, Pengampunan Pajak dinilai telah mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar pajak. Kedua, UU tersebut telah menggadaikan hukum dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi.  

Ketiga, dana yang akan didapat dari Pengampunan Pajak juga dianggap dana ilegal karena undang-undangnya sendiri dianggap melanggar UUD 1945. Selain itu pasal yang menghukum pembocor informasi terkait dana pengampunan pajak juga dianggap melanggar UUD 1945. Terakhir UU Pengampunan Pajak juga berpotensi digunakan untuk pencucian uang hasil korupsi.

Sebelumnya, gugatan uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak juga telah didaftarkan sekelompok orang dari Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) serta dua warga yakni, Samsul Hidayat dan Abdul Qodir Jaelani dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Jakarta, ke MK.

Direktur LBH Keadilan Jakarta, Sugeng Teguh Santoso, mengakui telah secara resmi mengajukan gugatan UU Pengampunan Pajak kepada pemerintah melalui MK. Alasan pengajuan gugatan itu karena UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dianggap telah bertentangan dengan konstitusi.

Menurut Sugeng setidaknya ada empat hal yang dikangkangi UU Pengampunan Pajak. Pertama, Pasal 1 angka (1) dan Pasal 2 Ayat (1) UU Pengampunan Pajak. Kedua pasal ini dinilainya bertentangan dengan Pasal 23 huruf (A) UUD 1945 Amandemen, sepanjang dimaknai penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi dan pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan. Kedua, frase uang tebusan dalam Pasal 1 angka (7) dalam UU TA bertentangan dengan Pasal 28 huruf (D) angka (1) UUD 1945, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.

Ketiga, frase pengampunan pajak sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka (1) serta Pasal 2 Ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan.

Sementara keempat, frase uang tebusan dalam Pasal 1 angka (7) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Selain itu, Pengampunan Pajak juga dinilai mengajari wajib pajak yang taat dan patuh bayar pajak untuk mengemplang pajak. Sebab mereka beranggapan, toh nantinya akan ada UU Pengampunan Pajak.


PELUANG TARIK DANA - Sementara itu Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Ariyo DP Irhamna, justru menilai dana sebesar Rp165 triliun masih berpeluang dapat ditarik pemerintah dari program pengampunan pajak. Namun syaratnya ada kesiapan pemerintah dan perbankan untuk memfasilitasi masuknya dana-dana masuk tax amnesty itu.

Ariyo juga melihat penolakan UU Pengampunan Pajak merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi. Menurutnya, UU Pengampunan Pajak memang menyakiti rasa keadilan wajib pajak yang taat. Bahkan bisa memberikan moral hazard bagi WNI pemilik aset di luar negeri yang diperoleh dengan melanggar peraturan.

"Sebaiknya pemerintah menyiapkan tim yang kompeten dan tidak meremehkan gerakan penolakan UU Pengampunan Pajak ini," kata Ariyo kepada gresnews.com.

PEMERINTAH SIAP HADAPI GUGATAN - Pemerintah sendiri menyatakan siap untuk menghadapi sejumlah gugatan yang dilakukan pihak-pihak terkait pemberlakuan UU Pengampunan Pajak di MK. Pemerintah mengaku telah membentuk tim khusus dengan menggandeng sejumlah pengacara, hingga konsultan publik.

Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, telah mengadakan rapat dengan Sekretaris Negara, Pratikno, Menkuham, Yasonna Laoly, Kepala Staf Kepresidenan  Teten Masduki, serta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, untuk membahas soal gugatan  tersebut.

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak ambil pusing. Ia berkeyakinan Undang-Undang (UU) tersebut tidak melanggar konstitusi karena demi kepentingan negara.  "Biasa ini negara demokrasi, tiap undang-undang pasti ada yang judicial review atau uji materi," katanya, beberapa waktu lalu.

Menurutnya pemerintah akan all out menyiapkan tim menjelaskan tax amnesty untuk kepentingan negara dan sebesar-besarnya untuk bangsa. Sebab setidaknya akan ada keuntungan yang didapat dengan penerapan tax amnesty. Pertama, akan ada arus uang masuk sehingga cadangan devisa naik. Kedua, akan ada penguatan rupiah terhadap dolar AS. Ketiga, penerimaan negara dalam jangka panjang akan terjaga.

BACA JUGA: