JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kecil kemungkinan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan salah satu pasangan capres-cawapres yang akan mengajukan gugatan perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil (PHPU) Presiden 2014. Baik, membatalkan keputusan penetapan perolehan suara hasil pemilihan Pilpres 2014 secara keseluruhan, maupun pelaksanaan pemilihan suara ulang.

Sebab, selain selisih perolehan suara antar kedua kandidat cukup besar, di atas satu persen suara sah, juga tidak ditemukan terjadinya pelanggaran berat. Sedangkan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, massif yang merugikan pasangan penggugat akan sangat sulit dibuktikan dipersidangan MK.
 
"Menggugat hasil penetapan perolehan suara KPU ke Mahakamah Konstitusi adalah hak pasangan calon capres-cawapres. Tapi karena selisih suaranya cukup besar dan tidak ada pelanggaran yang berat, putusan MK tidak akan mengabulkan," kata pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang Muhammad Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Selasa (22/7).
 
Pelanggaran atau kecurangan berskala besar, lanjut Syafaat, misalnya berupa ketidaknetralan penyelenggara pemilu atau aparat secara meluas. Sedangkan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan  pemilihan ulang di 5.814 tempat pemungutan suara di Jakarta dan tidak dijalankan KPU, bukan termasuk kategori pelanggaran berskala besar.
 
Ia membenarkan, untuk kasus tersebut, KPU berkewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. "Tetapi menindaklanjuti belum tentu harus selalu berarti melaksanakan, tapi harus dilihat penjelasan KPU," kata Ali.
 
Kemudian, hal terpenting yang harus disiapkan pasangan capres saat menggugat adalah alat bukti berupa dokumen hasil rekapitulasi suara di berbagai tingkatan. Mereka juga harus mempersiapkan saksi yang kredibel dan mampu menyampaikan keterangannya dengan baik.

"Dalam kaitan ini pun akan sulit membuktikannya karena KPU sudah melakukan proses penghitungan suara secara berjenjang yang otomatis masalah yang muncul di setiap tingkatan sebenarnya sudah diselesaikan di masing-masing tingkatan," kata Ali menambahkan.
 
Untuk pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, massif yang merugikan pasangan penggugat akan sangat sulit dibuktikan dipersidangan MK. "Bisa saja MK mengabulkan atau memerintahkan penghitungan suara ulang, tapi penggugat harus bisa membuktikan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, massif yang merugikannya secara spesifik. Misalnya bagimana pelanggaran itu bisa mempengaruhi suaranya," jelas Syafaat.
 
Sebelumnya, kedua pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun Joko Widodo-Jusuf Kalla memastikan akan menggugat dan meminta MK membatalkan surat keputusan KPU tentang hasil Pilpres 2014. Pernyataan kesiapan kedua tim hukum tersebut disampaikan masing-masing kubu usai menghadiri Rakor Penyelesaian Perkara PHPU Presiden 2014 di MK.

Masing-masing kubu menyatakan sebagai pemeng Pilpres 2014 berdasarkan quick count dan exit poll yang dipublikasikan sejumlah lembaga  survei maupun data internal yang dimiliki timnya. Bahkan belakangan, capres nomor urut 1, Prabowo Subianto, meminta KPU mematuhi rekomendasi Bawaslu ke KPU untuk melakukan  pemilihan ulang di 5.814 tempat pemungutan suara di Jakarta.

Usulan penundaan itu terkait rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta terhadap 5.802 yang diduga terindikasi pelanggaran. "KPU wajib menjalankan rekomendasi dari Bawaslu untuk melaksanakan pemilihan suara ulang (PSU)," kata Prabowo di Hotel Four Seasons di Jakarta, Minggu (20/7) kemarin.

Jika KPU tidak menjalankan rekomendasi dari Bawaslu tersebut, maka komisioner KPU dapat dipidanakan. Sebelumnya, KPU menyatakan tidak mau didikte dalam menentukan jalannya perhitungan suara hasil Pilpres 2014.

Karena itu secara resmi KPU menolak untuk menuruti permitaan yang menginginkan agar KPU menunda hasil pemungutan suara Pilpres 2014. Pasalnya KPU sudah mempunyai jadwal yang harus dilaksanakan sesuai dengan target. "Kami tetap laksanakan sesuai dengan target," kata komisioner KPU Arief Budiman kepada Gresnews.com, Senin (21/7) lalu.
 
Menurut Arief, sampai saat ini KPU masih akan melaksanakan tahapan dan program sesuai jadwal. Pada tanggal 20 hingga 22 Juli akan digelar rekapitulasi suara tingkat nasional. "Jadi, KPU semaksimal mungkin akan tuntaskan semuanya sesuai dengan target," tegas Arief.

BACA JUGA: