JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penetapan Charles Jones Mesang yang merupakan legislator dari Fraksi Partai Golkar sebagai tersangka tidak menghentikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan kasus korupsi dana optimalisasi Ditjen P2KTrans pada Kemenakertrans tahun 2014. Charles menjadi tersangka setelah diduga menerima hadiah atau janji terkait pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Ditjen P2KTrans.

KPK terus mencari keterlibatan pihak lain termasuk para legislator, serta pejabat Kemenakertrans dalam kasus tersebut. Terlebih, dalam aturan hukum yang dikenakan kepada Charles, disisipkan Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana yang berarti adanya perbuatan turut serta pihak-pihak lain.

Apalagi, informasi yang beredar sejumlah anggota dewan meminta fee sekitar 5-6,5 persen untuk mengawal pembahasan dana optimalisasi ini. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku KPK memang terus mengumpulkan informasi mengenai hal tersebut.

Penetapan Charles Jones Mesang sebagai tersangka karena ia disangka menerima fee sebesar 6,5 persen atau sekitar Rp9,75 miliar dari pejabat Kemenakertrans, Jamaluddien Malik. "Kami mengumpulkan semua informasi yang relevan. Tentu saja kita telusuri. Kita masih mendalami proses pembahasan anggaran termasuk usulan dana optimalisasi," terang Febri di kantornya, Selasa (21/2) malam.

Saat ditanya lebih rinci apakah kabar dari fee para anggota dewan menjadi materi pemeriksaan, Febri enggan berkomentar lebih lanjut. "Kami belum bisa konfirmasi apakah jadi materi pemeriksaan hari ini. Segala informasi yang relevan akan kita telusuri," terang Febri.

Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch ini hanya membenarkan jika tiga orang saksi yang berlatar belakang legislator dikonfirmasi mengenai proses keluarnya dana optimalisasi dan juga pembahasan anggaran di DPR RI. "Ada tiga mantan anggota DPR. Kami mendalami bagaimana proses pmbahasan anggaran khususnya bagaimana ada usulan dana optimalisasi," tutur Febri.

PENGAKUAN MANTAN PIMPINAN KOMISI IX - Pada Selasa kemarin, KPK memeriksa dua mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nova Riyanti Yusuf (Noriyu), Irgan Chairul Mahfiz. Selain itu ada juga Wakil Ketua Komisi IX Soepriyatno yang juga merupakan suami dari Noriyu.

Tak banyak komentar yang diberikan Irgan dan juga Soepriyatno seusai pemeriksaan. Hanya Noriyu yang memberikan keterangan kepada wartawan usai diperiksa tim penyidik selama beberapa jam.

Dan Noriyu, mengaku telah menyampaikan keterangan berserta sejumlah dokumen berkaitan dengan kasus tersebut. Meski demikian, ia membantah turut menerima aliran dana terkait kasus yang telah menjerat koleganya dari Partai Golkar, Charles Jones Mesang ini.

"Haduh itu sudah disampaikan semua (pada penyidik KPK). Pokoknya saya transparan apa yang saya itu (tahu) sudah saya sampaikan. Termasuk bukti-bukti berkas," kata Noriyu.

Noriyu mengaku ditanya penyidik KPK mengenai proses pembahasan anggaran dana optimalisasi Ditjen P2KT Kemenakertrans. Sebagai pimpinan Komisi IX, Noriyu pun mengaku sempat memimpin persidangan terkait pembahasan anggaran ini.

Selama proses pembahasan ini, ia mengakui sempat terjadi dinamika. Namun, Noriyu mengklaim tak tahu menahu adanya praktik suap dalam pembahasan tersebut dan juga enggan menjelaskan dinamika apa saja yang dimaksud.

"Kami kan pimpinan. Kalau pimpinan, suka tidak suka tugas kita adalah memimpin sidang-sidang apalagi pembahasan anggaran karena sebagai anggota DPR tugas kita adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Sebagai pimpinan tugas kita adalah menandatangani anggaran, dan ada dinamika-dinamika yang ada proses itu tapi semua itu sudah saya sampaikan ke penyidik, silakan bisa dicek semuanya," katanya.

Noriyu pun mengaku tak tahu mengenai adanya permintaan tambahan anggaran dana optimalisasi Ditjen Kemnakertrans. Menurutnya, anggaran tersebut dibahas Badan Anggaran bukan pimpinan komisi.

Atas pemeriksaan dirinya selama 6 jam, Noriyu berharap keterangan dan dokumen-dokumen yang disampaikannya dapat membantu penyidik dalam membongkar kasus ini. "Saya harap pemeriksaan selama 6 jam tadi sudah cukup memberikan informasi sehingga KPK dapat memperoleh titik terang dalam penyelesaian kasus ini," imbuhnya.

SENTUH CAK IMIN? - KPK menetapkan anggota DPR dari Fraksi Golkar, Charles J Mesang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Ditjen P2KT Kemnakertrans tahun 2014, pada Kamis (12/2). Dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 2009-2014, Charles diduga menerima hadiah dari mantan Dirjen P2KT Kemnakertrans, Jamaluddien Malik sebanyak Rp9,750 miliar atau 6,5 persen dari total anggaran optimalisasi.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Charles yang kini menjadi anggota Komisi II DPR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jamaluddien Malik sendiri telah dijatuhi hukuman pidana enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan. Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman kepada Jamaluddien untuk membayar pengganti kerugian negara sebanyak Rp 5,4 miliar.

Dalam surat tuntutan kepada Jamaluddien, bukan hanya nama Charles saja yang disebut turut menerima uang, tetapi juga ada pihak lain yaitu mantan Menakertrans Muhaimin Iskandar yang kerap dipanggil Cak Imin. Muhaimin dianggap kecipratan dana Rp400 juta dari bawahannya tersebut.

Jaksa KPK Abdul Basir mengatakan, uang berjumlah Rp6,234 miliar yang diperoleh Jamaluddien dari pemotongan beberapa mata anggaran dan permintaan uang dari rekanan, tidak seluruhnya dinikmati oleh Jamaluddien. Namun, ada sebagian yang belum dipergunakan dan dialihkan kepada pihak lain, seperti Abdul Muhaimin Iskandar dan Achmad Said Hudri.

"Diberikan kepada Achmad Said Hudri sejumlah Rp30 juta, diberikan kepada I Nyoman Suisnaya secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp147,5 juta, diberikan kepada Dadong Irbarelawan secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp50 juta, dan diberikan kepada Abdul Muhaimin Iskandar sejumlah Rp400 juta," kata Basir, 2 Maret 2016 lalu di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Selain itu, ada pula uang setoran dari para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen P2KTrans yang belum sempat dipergunakan dan telah disita dari Sudarso sebesar Rp84,25 juta, serta uang tunai ditemukan di rumah Jamaluddien yang juga telah disita seluruhnya berjumlah Rp302,3 juta.

BACA JUGA: