JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengundang pro-kontra di ranah publik. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menyatakan keprihatinannya atas dibubarkannya organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah secara resmi pada Rabu (19/7/). 

"Sangat prihatin dengan dimulainya langkah otoriter oleh sebuah pemerintah Indonesia di era reformasi dan demokrasi tapi masih melakukan langkah persis seperti langkah pemerintah Indonssia 60 tahun yang lalu, yakni di akhir orde lama dan awal orde baru," katanya dalam rilis yang disampaikan pada media.

Menurutnya, dasar pembubaran yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi masyarakat yang dikeluarkan pemerintah tidak sah lantaran tidak ada situasi "kegentingan yang memaksa" untuk dikeluarkannya perppu. Dia menilai, pemeirntah malah "memaksakan kegentingan" untuk sebuah skenario besar yakni membungkam kelompok-kelompok kritis yang berlawanan dengan pemerintah dengan dalih bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45

"Kepada semua kekuatan yang benar-benar tulus dan sejati ingin membangun masa depan NKRI yang demokratis, maka saya serukan untuk menolak Perppu ini dimulai dengan penolakan Perppu menjadi Undang-Undang oleh DPR," ajak politisi Gerindra ini.

Pembiaran Perppu, lanjut Sodik, apalagi diperkuat menjadi UU merupakan sebuah setback pembangunan demokrasi di Indonesia yang sudah dibangun dengan susah dan dengan segala pengorbanan. Perppu ini, tegasnya, akan memakan korban-korban selanjutnya yakni kelompok-kelompok kritis khususnya yang berbeda pendapat dengan pemerintah.

"Kepada ormas korban Perppu, saya sarankan untuk melakukan perjuangan hukum yang fundamental untuk memperoleh hak-hak dasarnya, seperti hak berserikat, hak berpendapat, dan lain-lain," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon. Dia mengkritik langkah pemerintah membubarkan ormas HTI. "Ini bentuk kesewenang-wenangan, abuse of power atau satu tindakan yang mengarah pada otoritarian. Sebuah organisasi ketika mengajukan satu proses untuk mendapatkan menjadi badan hukum pasti melalui proses seleksi, pengecekan, dan lain-lain," ujar Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7).

Menurut Fadli, jika HTI awalnya mendapatkan status badan hukum dari Kemenkum HAM, itu membuktikan ormas tersebut mematuhi peraturan yang ada termasuk mengamalkan ideologi Pancasila. Pembubaran HTI dinilai sebagai sikap otoriter pemerintah dan berpotensi menimbulkan kegaduhan.

"Jelas ini tindakan otoritarian yang dilakukan pemerintah dan tidak boleh terjadi. Saya kira tidak bisa diterima karena akan merembet pada organisasi lain," kata dia.

Fadli mengatakan setiap warga negara berhak berserikat dan dijamin oleh konstitusi. Pihak HTI juga akan melakukan langkah hukum ke depannya.

Waketum Partai Gerindra ini juga menyampaikan pencabutan status badan hukum HTI bisa saja dibatalkan jika DPR menolak Perppu Nomor 2/2017 yang diterbitkan pemerintah. Alasannya, pemerintah mencabut status badan hukum HTI berdasarkan perppu tersebut.

"Seharusnya begitu (dibatalkan) karena konsideran pencabutan dari badan hukum berdasarkan Perppu, sementara HTI sudah menempuh proses yang konstitusional dan sesuai UU, termasuk mendapatkan status berbadan hukum dari Kemenkum HAM," jelas Fadli.

Argumentasi Fadli berbeda dengan Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy. Dia menyebut pembubaran HTI tidak berlaku surut. Bila Perppu Ormas ditolak DPR, menurutnya, HTI tetap dinyatakan bubar.

"Seharusnya, begitu Perppu dikeluarkan dan Perppu langsung berlaku, harus segera dilakukan eksekusi terhadap rencana pemerintah. Kalau Perppu ditolak DPR, keputusan hari ini tentang pembubaran HTI tidak berlaku surut. Jadi tetap dia bubar," terang Lukman, Rabu (19/7).

GUGAT KE PTUN - Terkait pembubaran ini, pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji mengatakan, jika berkeberatan atas pembubaran itu, HTI bisa melakukan upaya hukum ke pengadilan. "Keberatan HTI dapat menggunakan upaya hukum ke PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara)," kata Indriyanto, Rabu (19/7).

PTUN berfungsi memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Selain mengajukan upaya hukum melalui PTUN, HTI dapat mengajukan proses uji materi ke Mahkamah Konstitusi. "Uji materi di MK sebagai basis mekanisme due process of law yang berbasis HAM," ujarnya.

Sedangkan terkait pembubaran HTI ini, dia berpendapat pemerintah telah melakukan tindakan tegas. Hal itu karena telah menindak ormas yang dinilai bertentangan dengan pancasila.

"Saya memahami tindakan tegas dari pemerintah terhadap ormas mana pun yang realitas dan kegiatannya bertentangan dan tidak mengakui eksistensi Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI, termasuk HTI," kata Indriyanto.

"Secara formal, tidak sedikit ormas yang memenuhi persyaratan AD/ART ormas, tetapi realitasnya ormas tersebut dapat mengganggu kedaulatan negara dan mengancam kehidupan negara," imbuhnya.

Sementara itu, HTI menilai pencabutan badan hukum yang dilakukan pemerintah merupakan bentuk kesewenang-wenangan. HTI mengatakan akan melakukan perlawanan hukum.

"Kita akan mengkaji keputusannya seperti apa. Yang baru kita dengar kan konferensi pers tentang keputusan pencabutan status hukum," kata juru bicara HTI Ismail Yusanto.

Menanggapi pembubaran ini, menurut Ismail, para anggota HTI di berbagai daerah dikatakan Ismail tetap tenang dalam menyikapi pencabutan badan hukum tersebut. "(Anggota (HTI) tenang saja, tawakal," ujarnya.

Ismail memastikan HTI tidak akan tinggal diam dan akan melakukan perlawanan hukum soal pencabutan badan hukum tersebut. Namun, pihaknya terlebih dahulu akan mengkaji dan berkonsultasi dengan penasihat hukum untuk menentukan langkah yang akan diambil.

"Kita akan mengkaji keputusannya seperti apa, melakukan konsultasi dengan penasihat hukum kita, Pak Yusril Ihza Mahendra. Yang pasti, HTI tidak akan tinggal diam, HTI akan melakukan perlawanan hukum," ujarnya.

PUNYA WEWENANG - Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen AHU Kemenkumham) Freddy Harris menjelaskan, Kemenkumham memiliki kewenangan legal administratif dalam aturan pengesahan perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan (ormas). "Artinya secara administrasi tata negara, perkumpulan/ormas yang memenuhi persyaratan dan telah mengikuti prosedur administrasi yang berlaku akan diberikan Surat Keputusan (SK) pengesahan Badan Hukum," ujarnya dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (20/7).

Adapun sebaliknya, perkumpulan/ormas bila tidak memenuhi syarat administrasi maka pihak Kemenkumham tidak akan memberikan SK pengesahan Badan Hukum perkumpulan/ormas tersebut. Sedangkan mengenai SK pencabutan Badan Hukum perkumpulan/ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), hal ini merupakan tindak lanjut atas Perppu Nomor 2 Tahun 2017.

Menurut Freddy, pencabutan SK telah dilaksanakan pada Rabu, 19 Juli 2017 oleh pemerintah. Pemerintah mengatur penindakan dan sanksi kepada ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017. Tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan/ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI.

Pemerintah juga meyakinkan pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak. Melainkan hasil dari sinergi badan pemerintah. "Yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan," ujarnya.

Freddy menjelaskan bahwa pemerintah juga menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Salah satunya adalah dengan mempermudah proses pengesahan Badan Hukum perkumpulan/ormas. Hal itu dengan catatan setelah perkumpulan/ormas disahkan melalui SK maka perkumpulan/ormas wajib untuk mengikuti aturan hukum yang berlaku dan tetap berada di koridor hukum. "Khususnya tidak berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia," ujarnya.

Dirjen AHU Kemenkumham ini menambahkan, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 juga menjelaskan pemerintah tidak hanya memiliki kewajiban untuk membina perkumpulan/ormas saja. Melainkan juga memfasilitasi laporan dari masyarakat jika ada indikasi laporan suatu perkumpulan/ormas yang melenceng dari ideologi dan hukum negara.

Adapun instansi pemerintah yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan yang akan melakukan tindakan tegas kepada perkumpulan/ormas yang disinyalir memiliki ideologi yang melenceng dari Pancasila. Tindakan tegas diberikan setelah melakukan kajian akan laporan tersebut dahulu. "Laporan masyarakat akan ditelaah secara mendalam," tuturnya.

Freddy menjelaskan khusus untuk HTI, walaupun dalam AD/ART mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk Badan Hukum Perkumpulannya, namun dalam fakta di lapangan, kegiatan dan aktivitas HTI banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI."Mereka mengingkari AD/ART sendiri, serta dengan adanya masukan dari instansi terkait lainnya, maka ha-hal tersebut juga menjadi pertimbangan pencabutan SK Badan Hukum HTI," ujar Freddy.

Kemenkumham melalui Dirjen AHU sebagai penerbit SK perkumpulan/ormas di Indonesia berwenang untuk mencabut SK Badan Hukum HTI. Sebelumnya, HTI tercatat di Kemenkumham sebagai Badan Hukum Perkumpulan dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 pada 2 Juli 2014. Aapun HTI pada saat mengajukan permohonan Badan Hukum Perkumpulan melakukan secara elektronik (melalui websiteahu.go.id-red).

Lebih lanjut, kini dengan adanya pencabutan SK Badan Hukum HTI maka ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai dengan Perppu No 2 Tahun 2017 Pasal 80A. Menurutnya jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan keputusan ini dipersilahkan untuk mengambil upaya hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. "Silahkan mengambil jalur hukum," ujar Freddy Harris. (dtc)

BACA JUGA: