JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tak hanya mengusut kasus korupsi pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014 yang melibatkan Mantan Direktur PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, tetapi juga mengusut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)-nya. Sebab dalam kasus tersebut nilai korupsinya cukup besar mencapai Rp20 miliar.

Jika dilihat dari besarnya uang suap dan juga lamanya waktu terjadinya tindak pidana, besar kemungkinan Emirsyah juga akan dijerat perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hanya saja hingga saat ini KPK belum mengembangkan kasus ini ke perkara TPPU.

Ahli Pidana Pencucian Uang Universitas Trisakti Yenti Ganarsih berpendapat jika setiap hasil korupsi dialirkan atau dimanfaatkan untuk keperluan tertentu hal itu bisa dikategorikan pencucian uang. Untuk itu aparat penegak hukum seperti KPK seharusnya tetap mengenakan pencucian uang kepada para tersangka yang memang terindikasi melakukan hal tindak pidana tersebut.

"Seharusnya KPK tetap mengenakan TPPU untuk menelusuri kemana saja uang hasil kejahatan itu, digunakan untuk apa," kata Yenti kepada gresnews.com, Minggu (19/2).

Yenti juga menerangkan, waktu tindak pidana yang terjadi pada 2005-2014 merupakan salah satu tantangan KPK. Oleh karena itu ia meminta lembaga antirasuah tersebut tidak berlama-lama dalam menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan terindikasi kuat dalam kasus korupsi.

Yenti menyebut indikasi utama seseorang bisa dijerat pencucian uang adalah harta yang diduga berasal dari hasil korupsi diubah bentuk seperti ditransfer atau dialihfungsikan atau pun dibelikan sesuatu termasuk berupa aset.

Mantan panitia seleksi calon pimpinan KPK jilid IV ini menjelaskan, meski pun aset diatasnamakan tersangka itu sendiri dan juga dilaporkan dalam LHKPN, belum tentu terlepas dari jeratan pencucian uang.  "Kalau pun atas nama dia seperti beli properti atau mobil sepanjang uang pembelian itu berasal dari korupsi ya TPPU," terangnya.

Dari informasi yang beredar di kalangan wartawan, KPK memang sedang berusaha untuk menyita salah satu apartemen milik Emirsyah di Singapura. Namun karena kendala wilayah, maka KPK meminta bantuan lembaga antikorupsi yang ada di negara tersebut.

Mengenai hal ini, Yenti mengatakan, sudah jelas jika KPK memang sedang menyiapkan unsur pidana pencucian uang terhadap Emirsyah. "Kalau namanya penegak hukum ngejar aset hasil kejahatan berarti sedang ke arah TPPU," ujarnya.

KPK MASIH PELAJARI- Juru Bicara KPK Febri Diansyah enggan berkomentar banyak mengenai kemungkinan Emirsyah menyandang status baru dalam tindak pidana TPPU. Ia menyebut sebuah perkara pencucian uang harus mengandung unsur-unsur yang disematkan dalam Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010.

"Apakah ada ditemukan penelusuran perbuatan mengalihkan terhadap harta kekayaan dari tindak pidana korupsi untuk menyamarkan harta kekayaan, itulah kata kunci sebuah penyidikan TPPU," terang Febri di kantornya, Jumat (17/2).

Febri sendiri mangaku pihaknya sedang mempelajari adanya dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Emirsyah. Namun untuk saat ini pihaknya masih fokus terlebih dahulu menyelesaikan kasus dugaan suap yang telah disematkan sebelumnya.

"Kita belum penyidikan ke TPPU, tapi kami pelajari lebih lanjut fakta-fakta yang ada apa ada perbuatan. Tentu informasi-informasi sangat dibutuhkan," ujar Febri.

Ketika menjadi petinggi perusahaan penerbangan, Emirsyah sendiri cukup rajin melaporkan jumlah hartanya kepada KPK. Dari hasil penelusuran data harta kekayaan yang dilaporkan Emirsyah pada 19 Januari 2017, melalui situs acch.kpk.go.id, tercatat Emir telah empat kali melaporkan hartanya, sejak tahun 2002.

Laporan LHKPN Emirsyah yang terbaru dilakukan pada 2013, yang hasilnya diterbitkan KPK pada 11 Februari 2014. Dalam LHKPN harta Emir, tercatat per laporan tahun itu, diketahui ia memiliki total harta sekitar Rp48,738 miliar dan US$932.757. Harta itu jauh melonjak dari laporan pada 2010, yang hanya memiliki harta Rp19,963 miliar dan US$196.416.

Hartanya terdiri dari Harta bergerak dan tidak bergerak. Jumlah harta tidak bergeraknya diantaranya tanah dan bangunan di 9 lokasi. Seperti di Jakarta Selatan, Bogor, Tangerang Selatan, Singapura dan Melbourne.

Selain itu, Emirsyah juga tercatat memiliki harta bergerak berupa lima mobil kelas mewah. Seperti BMW, Mercedes Benz, Toyota Harrier dan Range Rover. Pria kelahiran Juni 1959 itu juga tercatat memiliki logam mulia, batu mulia dan barang seni nan antik, senilai Rp1,456 miliar.

BACA JUGA: