JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Kerja Rancangan Undang Undang  Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sepakat memasukkan pasal mengenai santet dalam RUU hukuman pidana. Sayangnya, poin mengenai hukuman pidana aktivitas magis ini dianggap belum matang dan tidak rasional, akibatnya Komisi III DPR pun terbelah suara.

Sebenarnya usulan masuknya pidana soal santet bukan kali ini saja, pada rancangan KUHP sebelumnya pada tahun 2013 usulan soal ini telah dimasukan terutama pada pasal 293 RUU KUHP. Namun dalam perkembangannya, pasal santet kemudian masuk dalam Pasal 295 RKUHP Buku II Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum. Dimana penghasutan dan penawaran untuk melakukan tindak pidana dengan menyatakan diri mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan atau menentukan bantuan jasa kepada orang lain, bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik, maka akan dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Kategori IV.

"Pasal santet masuk RUU karena orang yang menyatakan memiliki kekuatan untuk membuat orang mati, bisa dikenakan pidana," kata Ketua Panitia Kerja KUHP, Benny K Harman.

Pidana ini sudah dapat berlaku ketika penyantet mengakui memiliki kekuatan gaib dan digunakan untuk melakukan hal negatif sehingga mencelakakan orang. Pasal ini semakin urgent masuk pembahasan karena di beberapa daerah masih terjadi hal klenik semacam ini.

"Pidana santet dalam RUU ini tidak memfokuskan pada pembuktian kekuatan gaib, tetapi pada kesanggupan seseorang untuk menyantet," katanya.

Nantinya, saksi yang akan dihadirkan adalah orang yang memesan santet dan pihak ketiga yang mengetahui kesanggupan seseorang untuk melakukan santet. Sayang, karena rumusan itu dianggap tidak logis, beberapa perdebatan muncul. Sebagai  misal Anggota Komisi III lainnya, Eva Kusuma Sundari menyatakan akan sulit pembuktian pasal santet ini terutama pada orang yang diduga memiliki kekuatan magis untuk menyantet.

"Pasal ini malah jadi rawan untuk dikriminalisasi," katanya.

Sementara itu, ahli hukum pidana dari pihak pemerintah yang ikut merumuskan RUU KUHP Chairul Huda menyatakan bahwa sampai saat ini pembahasan RUU KUHP baru menginjak permasalahan ketertiban umum dan sama sekali belum membahas pasal santet. Sehingga dirinya belum bisa memberikan keterangan lebih terkait pasal santet yang ada dalam RUU KUHP tersebut.

"Kita tidak membahas masalah pasal santet tapi fokus di permasalahan ketertiban umum," ujarnya singkat kepada gresnews.com, Jumat, (18/11).

SUSAH PEMBUKTIANNYA - Salah seorang praktisi ilmu mistik atau santet berinisial MO yang berhasil dimintai keterangan gresnews.com menganggap lucu adanya pasal santet dalam RKUHP. Ia justru mempertanyakan apakah para anggota dewan tidak memiliki Undang-Undang lain untuk dikerjakan sehingga harus mengurusi permasalahan santet.

"Sok atuh dibikin pasalnya, emang bisa ngebuktiin orang yang punya ilmu santet," ujar MO kepada gresnews.com, Jumat, (18/11).

Menurutnya, ilmu santet tidak bisa dibuktikan secara fisik seperti tindak pidana lain, perlu hal mistis pula untuk membuktikan seseorang memiliki ilmu santet atau mempergunakan ilmu santet sehingga tidak bisa dijelaskan secara logika. "Kalau begitu, harus juga dibuat UU perdukunan," ujarnya.

Menurutnya selama ini, praktik santet menyebar dari mulut ke mulut, sehingga jarang ada pelaku ilmu santet mempublikasikan dirinya secara terang-terangan. Apabila pelanggan yang memakai jasa santet tersebut puas, biasanya akan berdatangan para pelanggan lain yang ingin mempergunakan jasa sang dukun tersebut.

Ia mengakui, bahwa praktik santet memang bertujuan untuk mencelakakan orang. Capaiannya tergantung permintaan pelanggan, bisa dibuat hanya celaka, sakit bahkan bisa sampai membuat orang yang disantet meninggal. Walaupun begitu, ia menolak jika dukun lah yang membunuh  korban santet. Menurutnya yang membunuh adalah hal ghaib yang dapat diperintah oleh sang dukun tersebut.

"Kayak pembunuh bayaran lah. Tapi bukan dukun yang membunuh, kalau terlibat iya," ungkapnya.

BACA JUGA: