JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proses hukum dugaan kasus makar yang menyeret sejumlah aktivis terus bergulir meskipun sejumlah tersangka telah menemui pimpinan DPR. Bahkan pekan lalu berkas perkara sejumlah tersangka kasus dugaan makar itu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI, meskipun Kejaksaan akhirnya mengembalikan berkas tersangka karena delik formil dan materil kurang.

Berkas tersebut milik tersangka Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal Kobar. Berkas ketiga tersangka akan dikembalikan ke penyidik Polda Metro Jaya disertai petunjuk (P19). "Pekan depan berkas dan petunjuk dikembalikan ke Polda Metro Jaya guna dilengkapi," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi DKI Waluyo, Sabtu (14/1).

Waluyo menyatakan, pernyataan berkas tidak lengkap, karena dari hasil penelitian oleh tim dinyatakan delik formil dan materil belum lengkap dan perlu diperbaiki. Namun disoal apa delik yang perlu dilengkapi, Waluyo enggan berpanjang kata. "Saya tidak bisa menyebutkan. Saya hanya dapat katakan delik formil dan materil perlu dilengkapi," ucap Waluyo.

Berkas Sri Bintang Pamungkas, diterima pelimpahan tahap pertama, Jumat (6/1) pekan lalu. Ketua Tim Jaksa Peneliti Sri Bintang Pamungkas adalah Tomo Sitepu Dkk. Sedangkan berkas Jamran dan Rizal Kobar adalah Payaman Dkk.

Sri Bintang Pamungkas dijerat dengan Pasal 107, 108 dan 110 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) tentang Makar. Sementara, Jamran dan Riza Kobar dijerat Pasal 107 dan 110 KUHP. Serta UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE). No. 11/2008. Ketiga tersangka ini adalah bagian dari sembilan tersangka yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya, pada Jumat (2/12) lalu.

Sebelumnya mantan Komisioner Komnas HAM MM. Billah menyatakan tindakan seseorang itu tidak bisa dikualifikasi makar kalau belum memenuhi tiga unsur. Menurutnya, ada tahapan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan makar yakni perencanaan, pelaksaan dan ada unsur tindakan kekerasan.

Sementara dalam kasus dugaan makar yang sedang ditindak oleh kepolisian, menurut Billah, belum memenuhi tiga unsur yang disyaratkan sebagai tindakan makar. Dia pun menilai apa yang dilakukan kepolisian juga berbeda dengan pasal makar yang ada di dalam KUHP.

Apa yang dilakukan oleh beberapa aktivis yang dijerat dengan pasal makar itu belum dapat dinilai sebagai upaya menggulingkan pemerintah (makar). Karena, menurutnya, harus ada pelaksanaan dan tindakan kekerasan yang dilakukan. Sementara yang dilakukan aktivis tersebut belum sampai pada arah tersebut.

Namun begitu, tindakan kepolisian dengan menangkap delapan orang yang diduga makar sebagai tindakan politik untuk keamanan sah saja dilakukan. Hanya saja kalau dikaitkan dengan persoalan hukum maka memiliki konsekuensi hukum.

"Apakah secara hukum dibenarkan atau tidak itu harus ditelusuri lagi ayat-ayat soal makar. Ya medianya di pengadilan," kata Billah.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Noor Rachmad men?gaku memberikan perhatian khusus kasus makar ini. Jaksa terbaik disiapkan untuk buktikan dugaan makar ini.

"Ada persiapan khusus, jaksanya juga disiapkan khusus, jadi kami di sini (Kejagung) sebagai pengendali pasti melakukan suvervisi? sehingga tidak gaduh," kata Noor di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (13/1).

Oleh karena itu, lanjut Noor Rachmad, pihaknya telah meminta Kepala Kejaksaan Tinggi DKI, Sudung Situmorang untuk mempersiapkan jaksa-jaksa terbaik yang akan dijadikan tim jaksa penuntut umum.

BENTUK PANSUS -  Sebelumnya anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Wenny Warouw mengusulkan pembentukan pansus dugaan makar terkait dengan tuduhan makar terhadap sebelas aktivis dan tokoh nasional. Wenny menilai kasus itu terlalu dipaksakan.

Pembentukan Pansus Makar mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fahri menyatakan dirinya yang akan menjadi pengusul pembentukan pansus tersebut.

Sementara para aktivis yang jadi tersangka kasus makar juga menempuh langkah politik. Mereka menemui pimpinan DPR yang diterima Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Di hadapan Fadli, Rachmawati Soekarnoputri dan beberapa tersangka makar lainnya menegaskan, tudingan makar itu tak berdasar.

Rachmawati mengatakan tuduhan makar yang disematkan dirinya tak beralasan. Apalagi tuduhan tersebut dilaporkan seorang polisi berangkat Aiptu bernama Kusmadiana dari Polda Metro Jaya.

Rachmawati mengakui berencana melakukan aksi di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 2 Desember 2016. Rencana itu sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Dia hendak meminta UUD 1945 diamandemen.

Rachmawati memohon perkara tersebut tidak berlarut-larut. Dia memohon agar perkaranya segara dicabut. "Kami memohon untuk tidak berlarut gelar perkara tuduhan ini supaya di SP3 kan ini jalan terbaik," kata Rachmawati.

Terkait keinginan DPR membentuk pansus kasus makar, pihak kepolisian menegaskan, tak mempermasalahkannya. "Itu masalah berbeda jadi di kepolisian itu masalah hukum, kita jalan terus," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

Rikwanto berharap kasus ini sampai ke pengadilan. "Pengadilanlah nanti yang memutus ada makar apa tidak," tegasnya.

BACA JUGA: