JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan perkara dugaan korupsi penjualan aset Patal Bekasi, Jawa Barat oleh Kejaksaan Agung hingga,  kini tak jelas juntrungannya. Perkara yang telah disidik selama tiga tahun itu mangkrak. Kejaksaan Agung berdalih kesulitan menemukan tanah pembanding untuk menentukan ada tidaknya kerugian negaranya.

"Masih berproses, tim penyidik terus mencari harga pembanding tanah yang dijual untuk menentukan unsur kerugian negara," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono di Kejaksaan Agung, saat ditanya kelanjutan penyidikan perkara tersebu, Rabu (27/5).

Widyo mengakui kesulitan mencari pembanding harga tanah tersebut. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mencari tanah pembanding. Namun hingga saat ini belum ada.

Bahkan penyidik kejaksaan telah bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara  perkara tersebut. Namun BPKP tidak dapat menemukan adanya kerugian negara.

Selain tanah pembanding, tim penyidik juga kesulitan menghadirkan ahli untuk dimintai keterangan terkait penjualan aset Patal Bekasi ini. Padahal keterangan ahli itu untuk melengkapi berkas tiga tersangka.

Akibatnya, nasib ketiga tersangka terkatung-katung tidak jelas. Para tersangka itu adalah Dirut  PT Industri Sandang Nusantara (ISN), Leo Pramuka, Direktur Keuangan PT ISN Widjaja Kresno Brojonegoro dan seorang karyawan bernama Efrizal. Padahal meski tidak dilakukan penahanan, ketiganya juga telah dicekal  bepergian ke luar negeri tiga tahun terakhir.

Proses penyidikan kasus ini dilakukan sejak 2012 silam. Saat itu Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung masih Adi Toegarisma,  yang saat ini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Saat disinggung soal penetapan ketiga tersangka yang tidak memiliki bukti permulaan yang cukup, Widyo enggan menjawab. Widyo menegaskan, proses hukum perkara Patal Bekasi tetap berjalan.

Kasus ini terjadi pada 2012 ketika penjualan aset Industri Sandang Nusantra (ISN) berupa tanah Patal Bekasi seluas kurang lebih 160 hektar dijual seharga Rp160 miliar untuk membangun 286 rumah mewah, 433 unit rumah kantor (rukan), apartemen dan mal, serta sport centre.

Sebagai developernya, PT Arta Bangun Persada meresmikan pelaksanaanya pembangunannya pada 12 Desember 2012. Namun ditemukan, penjualan aset tidak sesuai ketentuan harga pasar sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp60 miliar.

Namun Direktur Eksekutif Centre of Budgeting Analysis Uchok Sky Khadafi tak percaya jika tim penyidik kesulitan temukan pembanding harga tanah. Menurutnya itu hanya akal-akalan Kejaksaan Agung tak melanjutkan kasus ini.

"Sudah jelas ada kerugian negara di situ, kok malah tidak ada. Itu dalih mereka (penyidik) aja," kata Uchok menanggapi mandegnya kasus Patal Bekasi tersebut, Rabu (27/5).

BACA JUGA: