JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus rekening gendut Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terancam mangkrak di tangan Tim Satuan Khusus (Satgassus) Kejaksaan Agung. Pasalnya, sejak dilaporkan dan mulai diselidiki sejak 2012 lalu, namun hingga kini belum juga ada perkembangan.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Maruli Hutagalung berdalih, hingga saat ini penyelidik masih melakukan pendalaman dari informasi yang dihimpun dari Hongkong. "Nur Alam masih pendalaman, tunggulah, saya sudah panggil timnya, dia (tim) masih mencari alat bukti untuk memperkuat," kata Maruli di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/6).

Ketika disinggung penanganannya yang lamban, Maruli meminta masyarakat bersabar dan tidak terburu-buru. "Jaksa akan menaikkan ke penyidikan setelah ditemukan bukti yang kuat," katanya.

Sebelumnya Kejagung telah mengirimkan tim penyelidik ke Hongkong guna menelusuri perusahaan tambang Richcorp International Limited yang diduga menjadi sumber dana di rekening Nur Alam. Namun perusahaan tersebut tidak ada.

Dalam kasus ini Nur Alam diduga menerima uang sebesar US$4,5 juta dari seorang pengusaha bernama Mr. Chen. Chen ini dikaitkan dengan perusahaan Richcorp International. Dan pemberian uang itu disinyalir sebagai konsesi pertambangan PT Billy Indonesia di Sulawesi Tenggara.

Lambannya penanganan rekening gendut kepala daerah dipertanyakan lembaga swadaya masyarakat antikorupsi. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan, tak jelasnya kasus rekening gendut kepala daerah seperti kasus Gubernur Sulawesi Tenggara ini menandakan mandulnya kerja tim Satgassus.

Padahal awalnya tim khusus dari jaksa terbaik ini diharap mempercepat kasus ini. "Kasus rekening gendut tak jelas, kerja Satgassus kita pertanyakan," kata Ade kepada Gresnews.com.

Kasus rekening gendut ini diselidiki Kejaksaan Agung setelah Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK ke Jaksa Agung HM Prasteyo. Walaupun pada 2012 silam PPATK juga telah menyerahkan LHA yang didalamnya ada nama Nur Alam.

Nama Nur Alam sebenarnya diduga banyak terbelit kasus. Selain kasus rekening gendut, Nur Alam terbelit kasus korupsi. Sebuah LSM bernama Laskar Merah Putih Sultra pernah melaporkan dugaan gratifikasi berupa mobil mewah, motor mewah dan rumah mewah.

Penerimaan mobil tersebut diduga karena Nur Alam telah menerbitkan izin usaha pertambangan melalui SK Gubernur Nomor 435 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan izin Usaha Pertambangan Operasi Produk kepada PT Anugerah Harisma Barakah yang dipimpin oleh Muh Yasin Setiawan Putra selaku direktur. Penerbitan SK Gubernur Sultra tersebut dilakukan secara melawan hukum karena areal pertambangan tersebut semula berada di Kabupaten Bombana yang dikuasai oleh PT PNS selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Bupati Bombana.

Namun Nur Alam menerbitkan IUP dengan cara menggeser tapal batas Kabupaten Bombana dengan Kabupaten Buton sehingga areal tambang tersebut berada pada wilayah Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana. Karena areal tambang itu berada di wilayah Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana maka kewenangan penerbitan IUP harus diterbitkan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara.

Atas penerbitan IUP di atas IUP tersebut tentu saja PT PNS menggugat Gubernur Sultra. Terbukti dalam gugatan tersebut perkaranya dimenangkan oleh PT PNS hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi Makassar.

BACA JUGA: