JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ingin mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya dalam meyakinkan majelis hakim adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dugaan kasus ini tidak hanya melibatkan Santoso selaku panitera, tetapi dua orang hakim karir yaitu Casmaya dan juga Partahi Tulus Hutapea.

Kesalahan yang dimaksud yaitu saat Jaksa KPK membacakan surat tuntutan kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rohadi. Tim penuntut umum lembaga antirasuah pada mulanya mendakwa suap kepada Rohadi diperuntukkan untuk Ketua Majelis Hakim Ifa Sudewi yang memimpin perkara pelecehan seksual atas Saipul Jamil, namun Jaksa berubah dan tidak yakin atas surat dakwaannya sendiri.

Mereka lantas menuntut Rohadi atas dugaan penerimaan suap untuk mengatur komposisi majelis hakim serta pengaturan jumlah putusan. Dan Ifa Sudewi pun lolos dari jeratan hukum karena keterlibatannya tidak terbukti di pengadilan. Padahal, salah satu pengacara Saipul, Berthanatalia Rukuk Kariman mengaku bertemu Ifa untuk membicarakan tentang putusan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi gresnews.com enggan berkomentar banyak mengenai perbandingan antara kasus Rohadi dan Santoso ini. Dimana, dalam kedua kasus tersebut ada perbedaan keyakinan Jaksa mengenai keterlibatan hakim yang mengadili perkara.

Namun Febri yakin, Pasal 55 KUHP yang artinya perbuatan pidana dilakukan bersama-sama antara Santoso dan kedua hakim akan terbukti. "KPK menggunakan pasal suap untuk hakim dengan pasal penyertaan terhadap panitera dalam tuntutan karena cukup meyakini bahwa perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama," ujar Febri, Kamis (12/1).

Belum diterima uang suap oleh Casmaya dan Partahi yang bertindak sebagai hakim, tidaklah menjadi hambatan untuk mengesampingkan perbuatan dua orang hakim itu. Sebab, Santoso sebagai panitera perannya dianggap terbukti sebagai perantara suap untuk keduanya.

"Meskipun uang belum diterima, namun terdapat sejumlah pertemuan dan komunikasi yang menurut penuntut umum dapat dibuktikan," kata Febri.

KEYAKINAN JAKSA - Dalam surat tuntutan Santoso, Ketua Tim Jaksa KPK Ali Fikri menganggap uang suap sebesar Sin$28 ribu yang diberikan kepada Santoso, Sin$25 ribu diantaranya ditujukan untuk Hakim Casmaya dan Partahi. Casmaya merupakan hakim anggota dalam perkara ini dan Partahi adalah hakim ketuanya yang juga pernah mengadili Jessica Kumala Wongso.

"Santoso didakwa bersama-sama Casmaya dan Partahi. Meski kualitas terdakwa bukan hakim, tapi dapat dikualifikasikan turut serta dengan orang yang punya kualitas hakim," kata Ali Fikri saat membacakan surat tuntutan, Rabu (11/1).

Ali Fikri menjelaskan, indikasi pemberian suap kepada kedua hakim tersebut tidak perlu dibuktikan adanya kesepakatan tetapi cukup dengan sikap batin antara pihak pemberi dan penerima. Apalagi dalam suatu kesempatan, Casmaya juga sempat menanyakan kepada Santoso bagaimana kelanjutan dari Roul yang diartikan sebagai penerimaan uang.

"Bahwa tampak jelas adanya penyertaan diam-diam antara Santoso dan kedua hakim terkait realisasi janji uang dari Raoul. Tidak perlu ada meeting of mind, cukup saling pengertian antara ketiganya. Sesaat setelah putusan, saksi Casmaya sempat menanyakan gimana itu Raoul? Kata Santoso besok pak," tuturnya.

Roul Adhitya Wiranatakusumah adalah pengacara yang menangani perkara perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dengan PT Mitra Maju Sukses (MMS). Selaku pengacara PT KTP, Roul beberapa kali melakukan pertemuan dengan kedua hakim yang bertujuan untuk mengurus perkara agar dimenangkan PT KTP.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Santoso pun mengakui jika uang tersebut ditujukan kepada hakim. "Dalam BAP, saya akan menyerahkan uang pada hakim. Alasan lelah yang disampaikan terdakwa ketika di BAP harus dikesampingkan sesuai fakta persidangan. Uang dari Raoul dapat disimpulkan akan diberikan pada hakim," ujar Jaksa Ali Fikri.

Jaksa menuntut Santoso hukuman kurungan selama 7,5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan karena telah terbukti bersalah melakukan tindak korupsi secara bersama-sama. Ia dianggap secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf c UU Nomor 31/99 yang telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 

BACA JUGA: