JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim ad hoc yang dibentuk Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mengklarifikasi dan verifikasi blokir aset terhadap aset-aset milik koruptor dan di luar milik koruptor oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung hampir sebulan bekerja. Sayangnya belum ada penjelasan soal hasil kerja tim ini.

"Tim verifikasi masih bekerja, belum bisa kami jelaskan tapi yang pasti ini menyangkut aset yang besar," kata Jaksa Agung HM Prasetyo akhir pekan lalu di Kejaksaan Agung.

Prasetyo mengaku belum dapat mengungkapkan apakah ada pelanggaran atau tidak dalam pemblokiran aset terhadap sejumlah aset koruptor, dalam upaya pengembalian kerugian negara dan atau aset-aset di luar milik koruptor. Prasetyo juga telah meminta Kepala PPA Loeke Larasati dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara  (Jamdatun) Nurrohkmat untuk menuntaskan persoalan ini. Jangan sampai soal aset membuat retak di internal.

Sebelumnya, PPA hanya sebuah satuan tugas biasa, yakni Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi dengan kewenangan terbatas. Namun sejak Juni 2014 PPA terbentuk kembali dengan Chuc Suryasumpeno sebagai Ketuanya.

PPA ini memiliki dwi fungsi yakni sebagai Asset Recovery Office (ARO) dan Asset Management Office(AMO). Fungsi recovery-nya adalah fungsi  pelacakan, pengamanan (administratif dan pro-justisia), perampasan dan repatriasi. Sedangkan fungsi manajemennya adalah pemeliharaan aset.

Namun keberadaan PPA dalam perjalanannya diduga acap kali bergesekan dengan jaksa eksekutor di Gedung Bundar maupun Jamdatun karena beririsan dengan aset yang jumlahnya triliunan. Bahkan belakangan blokir aset yang dilakukan PPA dinilai telah melampaui kewenangannya.
Akibatnya Ketua PPA Chuck Suryosumpeno diganti dengan Loeke. Chuck dirotasi sebagai Kajati Maluku. Konon Chuck sempat tak terima rotasi tersebut. Padahal posisi yang ditawarkan adalah Kepala Kejaksaaan Tinggi.

Terkait kasus blokir aset oleh PPA, Jaksa Agung dikabarkan juga meminta Jaksa Agung bidang Pengawasan (Jamwas) ikut memantau. Karena diduga ada oknum jaksa yang main-main dengan blokir aset.

Pelaksana tugas (Plt) Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) M. Jasman Pandjaitan yang ditemui terpisah, menyatakan dirinya belum dapat berkomentar, sebab hal itu kewenangan tim klarifikasi dan verifikasi aset.

"Bukan wewenang saya," terang Djasman.

Dari informasi yang diperoleh, tim klarifikasi dan verifikasi blokir aset, dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Bambang Waluyo. Kasus ini mencuat saat tim jaksa eksekutor kesulitan mengeksekusi aset-aset milik para koruptor yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, karena aset-aset tersebut diblokir.

Bahkan, Tim PPA juga diduga memblokir aset di luar aset-aset milik koruptor, seperti Hendra Rahardja (kasus BLBI Bank BHS), Lee Dharmawan (kasus Bank Perkembangan Asia) yang besarnya mencapai Rp80 miliar. Padahal aset-aset itu tidak ada hubungan perkara. Inilah sebenarnya pangkal masalahnya.

Selain itu, pemblokiran terkait dan melekat kepada tim jaksa eksekutor bukan PPA. Menurut Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, keberadaan PPA sejak awal sebenarnya dipertanyakan. Itu terkait dengan penganggaran terhadap operasional PPA. Apalagi sejak awal, tim PPA beberapa kali keluar negeri untuk mengejar aset koruptor. Namun hasilnya tak jelas.

"Jadi tindakan blokir aset itu sudah melampaui," kata Boyamin Saiman, Minggu (3/5) . Untuk itu dia meminta Jaksa Agung untuk menindak jaksa-jaksa yang diduga melakukan pelampauan kewenangan.

BACA JUGA: