JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keberanian seorang polisi di NTT berpangkat brigadir menentang atasannya yang ingin menghentikan kasus penyelundupan TKI asal NTT mengundang simpati banyak pihak. Rudy Soik, demikian nama sang polisi. Dia adalah penyidik pada Polda NTT yang diserahi tugas membongkar kasus penyelundupan TKI asal NTT. Hanya saja di tengah jalan, Rudy mendadak diminta atasannya, Direskrimsus Polda NTT Kombes Pol Mochammad Slamet untuk meghentikan kasus itu.

Rudy melawan. Dia beralasan, kasus itu menyangkut hidup saudara-saudaranya sesama orang NTT yang bernasib malang jadi korban perdagangan manusia. Dia pun melaporkan atasannya itu ke Mabes Polri. Hasilnya tak sia-sia, kasus ini akhirnya ditangani oleh Mabes Polri. Kapolri Jenderal Polisi Sutarman pun memerintahkan jajarannya menggelar perkara atas laporan penyidik pada Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda NTT, Brigadir Polisi (Brigpol) Rudy Soik, atas dugaan penghentian kasus penyidikan TKI ilegal oleh atasannya.

Langkah Rudy berani melaporkan kasus itu ke Mabes Polri dan langkah Mabes Polri yang responsif mengambil alih kasus itu, mengundang pujian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Kami mengapresiasi Kapolri yang memerintahkan dilakukannya gelar perkara. Kebijakan ini patut diberikan pujian, karena ini merupakan sebuah terobosan pemimpin Polri," ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (30/8).

Edwin juga memberikan apresiasinya kepada Brigpol Rudy Soik, yang berani mengungkap dugaan praktik penyimpangan yang terjadi di lingkungan kerjanya. Menurutnya Kapolri harus memberikan penghargaan kepada Rudy. "Bila semangat Kapolri adalah upaya untuk meningkatkan profesional dan integritas institusi maka orang seperti Brigpol Rudy harus mendapatkan reward," katanya.

Polri lanjutnya, harus menjadikan kasus Rudy ini, sebagai momentum untuk menciptakan kebijakan pengawasan dan whistle blower system yang sistematis dan terukur di internal mereka.
"Ini merupakan preseden yang postif bagi Kepolisian dan kedepannya Polri tidak hanya menindaklanjutinya secara ad hoc, tetapi dirumuskan dalam kebijakan institusi dalam rangka pengawasan dan pembenahan untuk menunjang profesionalisme dan integritas Polri," tuturnya.

Polri, menurut Edwin harus memberikan jaminan untuk tidak menjatuhkan sanksi terhadap Rudy, karena dikhawatirkan akan memudarkan keberanian petugas kepolisian lainnya untuk berani mengungkapkan dugaan penyelewengan yang terjadi di lingkungan kerjanya.

"LPSK meminta kepada Kepolisian untuk tidak menjatuhkan hukuman kepada Rudy Soik, karena keberaniannya membongkar dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan kerjanya," katanya.

Sebagai institusi yang diberikan mandat oleh Undang undang nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK menyatakan siap memberikan perlindungan terhadap para Whistle Blower dilingkungan Kepolisian yang menerima ancaman baik secara fisik, maupun psikologis. "Kami siap memberikan perlindungan," kata Ketua LPSK, AH Semendawai, dalam kesempatan berbeda.

Perlu diketahui, sejak Rabu (27/8) kemarin, LPSK mendampingi Brigpol Rudy Soik, ketika menjalani gelar perkara di Bareskrim, Mabes Polri. Menurut Edwin yang mewakili LPSK dalam kegiatan tersebut, pihak Bareskrim memutuskan untuk melanjutkan kembali penyidikan kasus yang ditangani oleh Brigpol Rudy Soik serta melakukan supervisi atas kasus tersebut.

Kasus itu sendiri saat ini sudah ditangani pihak Mabes Polri. Dalam pertemuan Rabu (27/8) kemarin, terungkap, bahwa keputusan yang diambil Direskrimsus Polda NTT Kombes Pol Mochammad Slamet untuk menghentikan proses penyelidikan atas 52 calon TKI ilegal adalah terlalu prematur. Bahkan Bareskrim Mabes Polri langsung memutuskan untuk melakukan asistensi dan akan mengambilalih proses terhadap kasus-kasus TKI di Polda NTT.

Brigpol Rudy Soik sendiri didampingi Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu. Dalam kesempatan itu, baik Rudy Soik dan Slamet diberikan kesempatan untuk memaparkan pendapatnya terkait kasus yang terjadi akhir Januari 2014 lalu itu. "Jadi masing-masing yang hadir ditanyakan pendapatnya. Memang dalam proses penyidikan ada kekurangan secara formil yang tidak dilengkapi. Tetapi juga penyelidikan itu tidak berjalan secara baik karena sudah dihentikan secara prematur sebelum ditemukan atau didapatkannya keterangan dari para pihak," kata Edwin.

BACA JUGA: