JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelan namun pasti Kejaksaan Agung terus menuntaskan perkara korupsi penyalahgunaan Dana Swakelola Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Infrastruktur Pengendali Banjir di DKI Jakarta.  Sebanyak tujuh dari 11 tersangka di lingkungan Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode 2013 telah ditahan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah menyebut kasus ini diduga terjadi di semua wilayah di DKI Jakarta. Tak hanya terjadi di Sudin Tata Air Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, kasus serupa terjadi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara.

"Satu-satu kita selesaikan, kita komit, apalagi sudah ada yang disidangkan," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Kamis (28/7).

Kasus ini melibatkan banyak pihak, sebab pengerjaan proyek ini atas usulan sejumlah pihak. Mulai dari lurah, camat, walikota dan organisasi masyarakat.

Untuk kasus di Sudin Tata Air Jakarta Barat telah ada 14 tersangka. Sebelas diantaranya tersangka baru. Mereka adalah Yoyo Suryanto, staf administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin PU Tata Air Jakbar tahun 2013,  Raden Sugiyarto mantan Kepala Seksi di Dinas Tata Air Kecamatan Kebon Jeruk Sudin PU Tata Air Jakbar tahun 2013.

Lalu, ada Subari, mantan Kepala Seksi di Dinas Tata Air Kecamatan Kembangan Suku Dinas PU Tata Air Jakbar tahun 2013. Kemudian,  Heri Setyawan, staf administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin PU Tata Air Jakbar 2013, Heddy Hamrullah, mantan Kepala Seksi di Dinas Tata Air Kecamatan Cengkareng Sudin PU Tata Air Jakbar 2013), Amir Pangaribuan, mantan Kepala Seksi Pemeliharaan Sudin PU Tata Air Jakbar 2013, Ahmad Mawardy, staf administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin PU Tata Air Jakbar 2013, dan Eko Prihartono, mantan Kepala Seksi Tata Air Kecamatan Grogol Petamburan Sudin PU Tata Air Jakbar 2013.

Tiga orang dalam kasus ini telah disidangkan. Mereka adalah Pamudji, Kepala Suku Dinas Bina Marga Kota Administrasi Jakarta Pusat, yang juga mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode Agustus 2013-Desember 2013. Lalu Wagiman selaku Kepala Bidang Sistem Aliran Barat Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta dan Monang Ritonga selaku Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistem Aliran Timur Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta.

Dari 11 tersangka saat ini tujuh telah ditahan. Mereka adalah Yoyo Suryanto, staf pembuat SPJ (Surat Pertanggungjawaban), Ahmad Mawardy, staf pembuat SPJ, Hery Setyawan selaku pejabat pembuat SPJ, Raden Sugiyarto sebagai Kepala Seksi (Kasi) Kecamatan Kebon Jeruk, Heddy Hamrullah, Kasi Kecamatan Cengkareng, Eko Prihartono, Kasi Kecamatan Grogol, dan Subari selaku Kasi Kecamatan Kembangan.

"Sudah ditahan beberapa untuk kepentingan penyidikan, data sudah kita berikan," kata Armin.

Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi ini diawali dari adanya Kegiatan Pekerjaan Swakelola pada Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat Tahun Anggaran 2013 sebanyak  empat proyek senilai kurang lebih Rp66,6 miliar, berupa Pemeliharaan Infrastruktur Saluran Lokal, Pemeliharaan Saluran Drainase Jalan, Pengerukan dan Perbaikan Saluran Penghubung serta Refungsionalisasi Sungai/Kali dan Penghubung.

Dalam pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan pertanggungjawaban laporan kegiatan maupun laporan keuangan mengingat terdapat pemalsuan-pemalsuan dokumen di dalam kedua laporan tersebut yang seolah-olah telah dilaksanakan oleh pihak ketiga sehingga negara dirugikan sebesar Rp43 miliar.

KETERLIBATAN MANTAN WALIKOTA - Tim penyidik Kejaksaan Agung mencium dugaan korupsi Dana Swakelola Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Infrastruktur Pengendali Banjir DKI Jakarta ini melibatkan mantan Walikota Jakarta Barat tahun 2013. Walikota Jakarta Barat diduga menerima dana sebesar Rp4,8 miliar selaku Kepala Pelaksana kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Infrastruktur Pengendali Banjir pada Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat tahun anggaran 2013.

Saat itu Walikota Jakarta Barat adalah Fatahillah. Fatahillah menjabat sebagai Walikota Jakarta Barat sejak 17 Mei 2013 hingga 12 Februari 2014, saat gubernur DKI Jakarta masih dijabat Jokowi. Fatahillah kemudian digantikan Anas Effendi hingga saat ini.

Tim penyidik pun telah memeriksa Bendahara Walikota Jakarta Barat tahun 2013 Martadinata untuk mengkonfirmasi dokumen temuan penyidik tersebut. Martadinata diperiksa sebagai saksi untuk mengungkap ada tidaknya pemberian uang senilai Rp4,8 miliar kepada mantan walikota.

"Kita masih dalami, jika cukup bukti penyidik akan ambil sikap," kata Kasubdit Penyidikan Kejaksaan Agung Yulianto beberapa waktu lalu.

Diketahui, modus yang dilakukan para pelaku menggangsir proyek tersebut dengan melakukan pemotongan anggaran. Mereka yang terlibat mendapat jatah 0,35 persen dari anggaran. Makin tinggi jabatan makin besar jatah yang didapatnya. Misalnya salah satu terpidana Monang Ritongan mendapat jatah sebesar Rp3 miliar.

BACA JUGA: