JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak tudingan melakukan tebang pilih terhadap penanganan kasus korupsi. Kejagung menyatakan tidak akan membeda-bedakan penanganan perkara korupsi. Untuk perkara korupsi dengan bukti kuat akan terus diusut hingga dilimpahkan ke pengadilan.

Tudingan itu menyeruak menyusul perlakuan berbeda terhadap penanganan dua perkara korupsi. Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim 2012, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terus mengejar La Nyalla dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) penetapan tersangka berkali-kali meski dikalahkan dalam gugatan praperadilan.

Sementara itu dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk yang pernah mentersangkakan Dahlan Iskan, namun dikandaskan dalam gugatan praperadilan, tak juga dikeluarkan Sprindik baru seperti halnya kasus La Nyalla. Begitu juga dengan perkara Tri Wiyasa dalam kasus pembangunan gedung BJB Tower.

"Ya samalah, sejauh kita punya keyakinan dan bukti kita cukup, sementara hakim mempunyai pendapat lain, ya kita sama saja keluarkan (sprindik baru). Kecuali bukti kita memang tidak cukup," kata Jaksa Agung Mohammad Prasetyo menjawab status Dahlan dan Tri Wiyasa di Kejaksaan Agung, akhir pekan ini.

Prasetyo menegaskan jaksa tak akan mundur untuk mengusut satu kasus korupsi hingga tuntas. Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) ini menegaskan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diperangi terus menerus. "Tentu penanganannya harus sesuai hukum," ujarnya.

Terkait perkara korupsi Gardu Induk yang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dalam beberapa bulan terakhir jaksa Pidana Khusus Kejati DKI mondar-mandir ke Gedung Bundar. Terakhir pada Selasa (24/5) Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang bersama tim jaksa kasus Gardu Induk ini mengaku usai melakukan gelar perkara Gardu Induk.

"Iya habis expose (Gardu Induk)," ungkap jaksa yang namanya minta tak disebut.

Sementara disoal kelanjutan kasus Gardu Induk untuk kembali menetapkan Dahlan Iskan tersangka, Sudung  tak menampiknya. Hanya saja Sudung mengelak menjelaskan perkembangan penanganannya.

"Jangan di sini jelasinnya, nanti di Kejati," kata Sudung.

Seperti diketahui, setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggugurkan status tersangka Dahlan Iskan pada 14 Agustus 2015, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terus berupaya menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero). Jaksa mengaku telah menyiapkan Sprindik baru untuk Dahlan Iskan. Dahlan terseret saat dirinya menjabat Dirut PT PLN.

"Yang jelas, jaksa tidak akan mundur. Kasus ini akan kita tuntaskan," kata Waluyo, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI.

PERKARA TERBUKTI - Dalam kasus Gardu Induk, ada 16 orang ditetapkan tersangka, salah satunya Dahlan Iskan. Sementara itu 11 orang telah menjalani sidang dan terbukti bersalah. Satu orang saat ini masih mengajukan kasasi.

Terakhir pada 12 Januari 2016, Kejati DKI Jakarta melimpahkan tiga tersangka kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Mereka adalah Wiratmoko Setiadji selaku kuasa direksi PT ABB Sakti Industri yang menjadi tersangka untuk kasus pembangunan GI Kadipaten, Cirebon, Jawa Barat. Kemudian, Tanggul Priamandaru dan Egon Chairul Arifin, masing-masing selaku Kuasa Direksi dan Direktur PT Arya Sada Perkasa. Keduanya menjadi tersangka untuk kasus pengadaan GI New Sanur, Bali.

Pelimpahan tahap dua itu berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, yakni Nomor: Print-7/01/2016 untuk tersangka Egon Chairul Arifin, Nomor: Print-8/01/2016 untuk tersangka Wiratnoko Setiadji, dan Nomor: Print-9/01/2016 untuk tersangka Tanggul Priamandaru.

Kerugian negara dari penyelewengan pengadaan dan pembangunan GI New Sanur, Bali, sekitar Rp 11.848.706.191 (Rp 11,8 miliar). Sedangkan untuk GI Kadipaten, Cirebon, Jawa Barat, sekitar Rp 13,3 miliar.

"Sepuluh tersangka telah diproses di pengadilan terdiri dari sembilan putusannya sudah inkracht dan satu lainnya mengajukan banding. Tiga tersangka segera disidang. Dua lagi masih dalam proses penyidikan dan satu lagi sedang praperadilan," kata Sudung.

Dari belasan tersangka, hanya Dahlan Iskan yang melayangkan gugatan praperadilan. Dahlan percaya diri didampingi penasihat hukumnya Yusril Ihza Mahendra menggugat penetapan tersangkanya. Dahlan meyakini, dirinya tak terlibat meskipun diajukan saat dirinya menjabat Dirut PLN saat itu.

Yusril juga menyebut tak ada bukti Dahlan layak tersangka meskipun saat itu Dahlan merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Alasan Kejati DKI Jakarta dinilai mengada-ada memberikan dalil bahwa kliennya sebagai Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) telah memperkaya atau menguntungkan orang lain.

Kata Yusril, Kejaksaan mengabaikan fakta adanya Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 yang mengangkat klienya sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhitung sejak tanggal 20 Oktober 2011. Kejaksaan mengabaikan fakta adanya Keputusan Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 2724 K/73/MEM/2011 tanggal 26 Oktober 2011 tentang Penggantian Pejabat. Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang terhitung sejak tanggal 26 Oktober 2011 memberhentikan Dahlan dari jabatannya sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/KPB).

Selain itu, kejaksaan telah mengabaikan fakta bahwa Dahlan sudah tidak menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA/KPB) saat ditandatanganinya seluruh perjanjian (Kontrak) pembangunan Gardu Induk pada Satuan Kerja Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun Anggaran 2011-2013 (Multi Years) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) dengan Penyedia Barang/Jasa, antara lain Perjanjian Nomor: 153.PJ/133/UIP JBB/2011 tanggal 14 Desember 2011.

Jaksa juga mengabaikan ketentuan Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang berbunyi: "BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara."

PERLAKUAN SAMA - Sebelumnya, Ketua Forum Advokat untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem) Erman Umar meminta Kejaksaan Agung memberikan perlakuan sama dalam penanganan perkara korupsi. Jangan terkesan penanganannya pesanan dan punya kepentingan politis.

Misalnya, Kejaksaan ngotot menetapkan La Nyalla tersangka. Namun pada kasus lain malah didiamkan. Jika hal ini terus terjadi akan memperburuk citra kejaksaan.

"Jangan-jangan ada faktor politis sampai begitu ngotot La Nyalla tersangka," kata Erman kepada gresnews.com, Rabu (25/5).

Vice President Kongres Advokat Indonesia ini berharap Jaksa Agung Mohammad Prasetyo berlaku objektif atas semua kasus. Jangan ada embel-embel apapun dalam penegakan hukum. Jika dalam praktik penegakan hukum jaksa terapkan standar ganda, itu patut jadi pertanyaan besar.

BACA JUGA: