JAKARTA, GRESNEWS.COM - Syarat persentase dukungan calon kepala daerah jalur independen yang dinaikkan sebesar 3,5 persen dari jumlah penduduk dalam UU Pilkada dinilai memberatkan calon independen. Seharusnya syarat jumlah dukungan didasarkan pada jumlah suara sah. Dengan demikian kesetaraan antar calon kepala daerah bisa tercapai.

Pandangan ini disampaikan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Para pemohon yang terdiri dari Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandiasa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) menggugat Pasal 41 Ayat (1) dan (2) UU Pilkada.

Pasal yang digugat berisi ketentuan syarat dukungan untuk calon independen yang naik 3,5 persen berdasarkan jumlah penduduk dari undang-undang sebelumnya. Para pemohon ini bermaksud ikut serta dalam pilkada sebagai calon independen di daerah Kalimantan Selatan.

Salah seorang pemohon, Fadjroel Rachman mengatakan, permohonannya terkait dengan hak dipilih bagi calon kepala daerah. Dalam UU Pilkada yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 2015 ini, terjadi kenaikan syarat dukungan 3,5 sampai 6,5 persen menjadi 6,5 sampai 10 persen.

"Ini bukan soal saya saja, tapi semua orang di Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah," ujar Fadjroel dalam sidang pendahuluan uji materi UU Pilkada di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (26/5).

Menurutnya, ketentuan tersebut sangat memberatkan. Sebab ketika ketentuan tersebut disimulasikan di Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta orang, maka ia harus mendapatkan dukungan 8,5 persen atau 350 ribu orang.

Berbeda dengan calon kepala daerah dari partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mencalonkan kepala daerah harus mendapatkan dukungan dari 20 persen perolehan kursi di Dewan Perwakilan Daerah. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk diskriminasi khususnya bagi calon independen.

Ketentuan yang digugat juga dinilai akan ´mengebiri´ calon independen untuk ikut serta dalam penguatan demokrasi melalui pilkada. Untuk itu, agar terjadi kesetaraan, penentuan besaran persentase calon kepala daerah independen seharusnya didasarkan pada jumlah suara sah dan bukan didasarkan pada jumlah penduduk.

Menanggapi hal ini, Hakim anggota Patrialis Akbar memberikan masukan terhadap para pemohon uji materi UU Pilkada ini. Patrialis mengatakan untuk legal standing harus dijelaskan dalam permohonan posisi para pemohon dalam GNCI. Misalnya Fadjroel sebagai Ketua Umum GNCI. Ia pun meminta agar GNCI lebih diperjelas sebagai organisasi yang memang fokus dalam bidang calon independen.

Lalu kalau pemohon tidak ingin menggunakan syarat dukungan jumlah penduduk, maka harus dijelaskan didasarkan pada suara sah pilkada yang dilaksanakan kapan waktunya. "Ini yang belum terlihat dalam posita," ujar Patrialis pada kesempatan yang sama.

BACA JUGA: