JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mencium adanya praktik usaha tidak sehat dalam penentuan harga jual  sepeda motor skutik (skuter matic) yang diduga dilakukan dua perusahaan raksasa otomotif, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YMMI) dan PT Astra Honda Motor (AHM).  

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, dugaan pelanggaran itu didasarkan adanya persengkongkolan dalam menetapkan harga jual sepeda motor jenis skuter matic 110-125 CC di Indonesia. Pelanggaran itu ditemukan dari jalinan surat elektronik antar petinggi direksi kedua perusahaan yang berisi koordinasi untuk bersepakat menyesuaikan harga jual sepeda motor jenis matic tersebut di Indonesia.

Pelanggaran, menurut Syarkawi ditengarai, telah terjadi sejak kurun waktu 2013 hingga 2015. Dugaan pelanggaran itu ditemukan setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan investigasi sejak 2014.

"Khususnya motor matic, karena pasar di industri sepeda motor matic dikuasai oleh dua produsen tersebut," kata Syarkawi dalam jumpa pers di Kantor KPPU, Juanda, Jakarta, Selasa (19/7).

Ia menjelaskan, selama ini kedua perusahaan raksasa tersebut dikenal memiliki pangsa pasar motor skutik yang sangat besar di Indonesia. Apalagi bila digabungkan keduanya bisa menguasai 97 persen porsi penjualan sepeda motor jenis skuter matic. Sementara sisanya  dikuasai beberapa perusahaan pabrikan lainnya, seperti PT Suzuki Indomobil Motor (Suzuki) dan PT TVS Motor Company (TVS).

"Karena menguasai 97 persen pasar jenis sepeda motor matic, memberi peluang kedua perusahaan itu menguasai dan mengontrol penjualan," ungkap Syarkawi.

Diungkapkan Syarkawi,  beberapa tahun terakhir AHM memegang porsi terbesar dalam penjualan sepeda motor skutik. Namun KPPU menemukan harga jual sepeda motor dari YMMI selalu mengikuti kenaikan harga motor pabrikan AHM. Sehingga harga penjualan sepeda motor jenis skuter matic saat ini mencapai Rp15 juta bahkan lebih perunit.

"Keterangan yang kami dapat struktur harga yang ideal sepeda motor jenis matic dijual sekitar Rp7 juta-Rp 8 juta per unit , tapi faktanya saat ini dijual Rp15 juta per unit," kata Syarkawi.  

Ia mengatakan, seandainya ongkos produksi sepeda motor Rp7 juta-Rp8 juta lalu dijual Rp12 juta, produsen motor sudah untung besar. Apalagi bila dijual di atas harga itu.
Untuk itu KPPU  akan melakukan penelitian, apakah harga yang dijual saat ini kemahalan.

Ia menambahkan, selain untuk menguasai pasar, ada dugaan monopoli tersebut dilakukan dengan motif untuk menghalangi pelaku usaha baru yang masuk ke industri otomotif tersebut.

"Untuk sementara belum mengarah ada dugaan pidana. Tapi akan terus kami selidiki," tandasnya

TERANCAM DENDA 25 MILIAR - Investigator KPPU, Frans Adiatma mengatakan, penyelidikan dilakukan selama dua tahun sejak tahun 2013-2014. KPPU pun menemukan alat bukti beripa surat kesepakatan penentuan harga antar dua direksi perusahaan otomotif tersebut. Sehingga meminta kedua perusahaan untuk  hadir dalam pemeriksaan yang dilakukan KPPU Selasa (19/7)  kemarin.

"Kasus ini terkait dengan penjualan skuter matik, dengan kapasitas 110-125 CC ," kata Frans di Kantornya ,di KPPU, Juanda, Jakarta, Selasa (19/7).

Frans mengaku, penyelidikan dilakukan terhadap dalam semua motor matic  dengan kapasitas mesin 110-125 CC  yang saat ini banyak dijual di pasaran  dan produksinya dari 2013 sampai 2014. "Contohnya  Honda Beat 110," ujarnya.

Disebutkan Frans, data dan alat bukti yang digunakan untuk sidang, juga dipakai dalam proses penyelidikan. "Kami mendapatkanya dari berbagai pihak selama proses penyelidikan. Sesuai Undang-undang, kedua perusahaan itu terancam sanksi maksimal Rp25 miliar," tandasnya.
 
MERUGIKAN KONSUMEN - Sementara itu, Peneliti  Institusi for Developmen of Economics and Finace ( Indef) Ariyo  DP Irhamna mengatakan, kecurangan dalam menetapkan harga jual sepeda motor di Indonesia membuat dunia pasar tidak sehat. Hal ini juga merugikan konsumen, sebab harga yang diterima masyarakat menjadi relatif lebih mahal.

"Maka jika KPPU telah menemukan cukup bukti, harus diberikan hukuman yang berat agar masyarakat tidak dirugikan. Serta dapat mendorong daya beli masyarakat," kata Ariyo melalui pesan singkat kepada gresnews.com, Selasa (19/7) malam.

Menanggapi tudingan itu, Deputy Head of Corporate Communication PT Astra Honda Motor, (AHM)  Ahmad Muhibbuddin membantah  melakukan praktik kecurangan dalam penentuan harga jual sepeda motor skutik.

"Kami membantah apa yang disampaikan KPPU karena pengaturan harga bersama kompetitor tidak mungkin kami lakukan," kata Ahmad saat dikonfirmasi gresnews.com, Selasa (19/7) malam.

Ahmad mengatakan, market pihak PT AHM  bersaing untuk memperebutkan pelanggan. Dalam persaingan tidak mungkin, PT AHM atau kompetitor (PT Yamaha Indonesia)  rela pangsa pasarnya berkurang.

"Bukti persaingan itu bisa dilihat dari kencangnya promosi yang kami lakukan untuk produk skuter matic, demikian juga kompetitor. Kami melakukan hal yang sama," kilahnya.

Ahmad berdalih, jika benar tuduhan kartel, tentu tidak akan ada produk/brand/pemain baru di pasar motor Indonesia. Namun hal ini terjadi sebaliknya,  justru belakangan ini banyak brand baru muncul. "Ini karena mereka melihat potensi bisnis yang besar dan iklim persaingan usaha yang kondusif," katanya.

Sementara  asisten General Manager Marketing PT Yamaha, Muhammad Masykur mengatakan bahwa Yamaha dalam berbisnis senantiasa menaati hukum yang berlaku.

"Yamaha menjunjung tinggi praduga tak bersalah, kami akan mempelajari isi LPD yang disampaikan KPPU hari ini," ujar Masykur kepada gresnews.com, Selasa (19/7) malam.

Seperti diketahui, KPPU kemarin menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara perkara dugaan kartel dalam penentuan harga jual sepeda motor skutik oleh dua perusahaan sepeda motor, Yamaha Motor  Manufacturing (YMM) dan PT Astra Honda Motor ( AHM), di kantor KPPU Pusat. Kedua perusahaan tersebut dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor  5 tahun 1999 tentang persaingan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sepeda motor jenis skuter matic 110-125 CC di Indonesia.

Namun, dalam sidang perdana ini hanya pihak Yamaha yang hadir mengikuti persidangan, sementara pihak Honda absen. Pada sidang selanjutnya, Majelis Komisi akan memberikan kesempatan kepada terlapor yakni Yamaha dan Honda  untuk mengajukan tanggapan terhadap dugaan pelanggaran tersebut, melalui saksi dan ahli serta surat atau dokumen lainnya, untuk mendukung bantahan atas tuduhan yang dibuat investigator.

Selain itu, majelis komisi juga akan melakukan pemeriksaan pendahuluan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak 19 Juli 2016 hingga 30 Agustus 2016 untuk memastikan perlu atau tidaknya  dilakukan pemeriksaan lanjutan.

BACA JUGA: