JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Agung (MA) menambah hukuman Aiptu Labora Sitorus menjadi 15 tahun penjara dari sebelumnya 8 tahun yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) Papua. Dalam putusan perkara Nomor 1081 K/Pid.Sus/2014, atas nama terdakwa Labora Sitorus MA menyatakan mengabulkan kasasi penuntut umum.

MA membatalkan putusan PN Sorong dan PT Papua dan menyatakan mengadili sendiri perkara tersebut serta memutuskan memperberat hukuman Labora. Selain pidana penjara, Labora juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan.

"MA menolak kasasi terdakwa, karena alasan-alasan kasasi (yang diajukan terdakwa-red) hanya merupakan pengulangan fakta-fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur kepada Gresnews.com, Kamis (18/9).
 
Sebagian lagi, lanjut Ridwan, terkait penilaian hasil pembuktian yang tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi. MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum dengan pertimbangan hukum Judex Factie salah menerapkan hukum.
 
Pengadilan tingkat pertama dan kedua dinilai MA tidak mempertimbang dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 PT Seno Adhi Wijaya melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal jenis solar menggunakan Kapal Tangki Motor (KTM) Balamas Sentosa I di dalam kolam Bandar Sorong. BBM ilegal yang ditimbun itu mencapai 1 juta liter.
 
Transaksi keuangan PT Seno Adhi Wijaya dalam melakukan pembelian dan pembayaran BBM menggunakan rekening terdakwa No.1600000217519. BBM-BBM yang dijual itu tidak dilengkapi dengan dokumen pengangkutan yang sah.
 
Rangkaian perbuatan terdakwa yang mencantumkan identitasnya sebagai pengusaha atau wiraswasta di dalam aplikasi pembukaan rekening sedangkan, kenyataannya terdakwa masih menjabat sebagai polisi aktif, juga dinilai sebagai sebuah pelanggaran pidana. Kemudian Labora juga dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menampung semua lalu lintas transaksi keuangan PT Rotua dan PT Seno Adhi Wijaya.

Padahal secara legal formal, terdakwa Labora tidak tercantum dalam kepengurusan PT Rotua dan PT Seno Adhi Wijaya. "Akan tetapi terdakwa yang mengendalikan dua perusahaan tersebut. Sehingga ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur tindak pidana penncucian uang," ungkap Ridwan.
 
Putusan itu, diambil oleh majelis dengan ketua Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Sri Murwahyuni dan Prof Dr Surya Jaya.

Labira sendiri pada pengadilan tingkat pertama di PN Sorong hanya dijatuhi hukuman penjara dua tahun plus denda sebesar Rp50 juta. 

Saat itu majelis hakim PN Sorong menyatakan Labora hanya terbukti melakukan dua tindak pidana yaitu pembalakan hutan liar dan penimbunan bahan bakar minyak (BBM). Sementara untuk pencucian uang dinilai tidak terbukti.

Vonis ini sangat jauh dari tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim mepidana Labora dengan pidana penjara 15 tahun untuk tidak pidana pencucian uang. Karena itulah jaksa mengajukan banding. Di tingkat banding di PT Papua, Labora kemudian dijatuhi hukuman 8 tahun penjara. Pidana pencucian uang yang dilakukannya dinyatakan terbukti.

Atas putusan itu, baik Labora maupun jaksa sama-sama mengajukan kasasi. Namun MA mengabulkan kasasi jaksa.

BACA JUGA: