JAKARTA, GRENEWS.COM -Sidang kedua praperadilan yang diajukan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK siang ini menghadirkan beberapa orang saksi ahli. Ahli pertama yang dihadirkan tim kuasa hukum SDA adalah pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Budi S Sulaiman yang menjelaskan hasil survei kepuasan pelayanan jamaah haji pada tahun 2010 hingga tahun 2013.

Dalam paparan hasil survei kepuasan pelayanan haji kurun waktu empat tahun, Budi menyampaikan, pelayanan jamaah haji dalam kurun waktu itu terbilang memuaskan. "Hasil indeks kepuasan PPIH 2013 di Arab Saudi berjumlah 82,69 persen dengan kategori memusakan. Nilai tertinggi berasal dari petugas kloter, dan nilai terendah berasal dari katering di Madinah dan Jeddah," ujar Budi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/4).

Lalu, kata Budi, indeks kepuasan jemaah haji pada tahun 2010 hingga tahun 2012 sebesar 81,45 persen juga tergolong memuaskan alias di atas standar. Indeks kepuasan tertinggi jugada pada petugas kloter, dan terendah pada pegawai katering.

Menanggapi keterangan ahli dari BPS itu, kuasa hukum Chatarina M Girsang membantah data tersebut. Chatarina menyampaikan dalam jawaban permohonan praperadilan SDA seolah mendengarkan cerita atas keberhasilan penyelenggaraan haji. Namun SDA tidak mau mengakui berbagai kekurangan yang terjadi.

"Sedangkan ketika terjadi kegagalan atau kekurangan dalam penyelenggaraan ibadah haji, seperti penelantaran sejumlah jamaah haji di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, tahun 2012, atau adanya pemondokan yang tidak sesuai, pemohon (SDA) sama sekali tidak pernah mengklaim kekurangan itu merupakan kegagalan pemohon (SDA)," sanggah Chatarina.

Tersangka SDA dinilai tidak fair dalam mengungkapkan fakta tentang penyelenggaraan ibadah haji dan hanya mengklaim berbagai keberhasilan, serta tidak mau mengakui adanya persoalan hukum sebagai kegagalan. Upaya tersangka SDA menunjukkan keberhasilan tersebut semata-mata untuk membangun opini seolah merupakan seorang menteri mumpuni, sehingga tidak mungkin melakukan suatu tindak pidana.

"Namun demikian, keberhasilan pemohon (SDA) tersebut tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindak pidana," kata Chatarina.

Menurutnya, hal tersebut sama seperti yang menimpa sejumlah pejabat negara atau pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Mereka mendapat penghargaan, baik dari swasta maupun lembaga negara. Bahkan dalam pengelolaan keuangan memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun tetap saja, ada celah dimana terjadi kebocoran anggaran negara yang dianggap merugikan keuangan negara.

BACA JUGA: