JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus jual beli jabatan yang baru-baru ini menyeruak ke permukaan mendapatkan sorotan publik. Kasus itu terakhir terjadi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi penangkapan terhadap Bupati Klaten Sri Hartini. Sri menjadi tersangka atas penerimaan uang suap yang diduga berkaitan dengan promosi jabatan di Pemkab Klaten.

Jual-beli jabatan pun juga menjadi perhatian Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) serta beberapa beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberantasan korupsi. Perlu diketahui, jual beli-jabatan merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi berupa penyuapan.

Koordinator Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat, jual beli jabatan yang terjadi bukan karena faktor kebetulan. Tetapi ada beberapa indikasi yang mengakibatkan terjadinya hal tersebut. Oleh karena itu, harus ada pencegahan yang dilakukan sejak awal yang dimulai saat Pilkada.

"Harus membendung di pilkada, bangun kesadaran politik warga. Pemilih jangan hanya mempertimbangkan pragmatis. Tidak juga memilih karena idola, dan memfavoritkan keluarga pejabat tanpa melihat keluarga itu korup," kata Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomo Daerah (KPPOD), Robert endi Jaweng dalam diskusi ´Jual Beli Jabatan: Modus Baru Korupsi´ di Jakarta, Kamis (12/1).

Menurut Endi Pilkada serentak yang terjadi pada tahun ini harusnya menjadi momen untuk membenahi birokrasi di tingkat daerah. Faktor kepala daerah yang berintegritas akan mampu membuat daerah yang dipimpin mempunyai kinerja lebih baik dan terhindar dari perdagangan jabatan.

Tanpa kapasitas dan integritas kepala daerah, Endi meyakini kasus perdagangan jabatan seperti di Klaten akan terus terjadi. Komersialisasi birokrasi melalui jual beli jabatan merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi dan mempunyai efek cukup besar.

Jika dalam korupsi barang dan jasa, biasanya setelah para pelaku dipenjara maka tidak ada imbas yang signifikan karena proses tersebut bisa saja diteruskan oleh pejabat pengganti. Tetapi jika perdagangan jabatan efek yang terjadi tentu berkepanjangan dan tak berujung.

"Suap itu korupsi yang sangat jahat. Kepala daerah minta uang ke kepala dinas, lalu kepala dinas minta ke jajaran di bawahnya, dan seterusnya. Maka korupsi di level kepala daerah, itu yang harus dibendung di awal," terangnya.

Dalam kesempatan yang sama Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mempunyai pendapat yang sama. Menurut Ade terjadinya perdagangan jabatan bukan hanya dari faktor birokrasi semata, tetapi juga integritas dari pemimpin daerah itu sendiri.

"Faktor utamanya yakni tekanan dari atasan. Kalau di daerah, kepala daerah atau DPRD yang memaksa korupsi dalam bentuk jual beli jabatan," ujar Ade dalam forum yang sama.
KEWENANGAN LEBIH - Kasus jual-beli jabatan sepertinya menjadi waktu yang tepat bagi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) unjuk gigi. Komisioner KASN Waluyo berharap pihaknya mempunyai kewenangan lebih untuk memberi sanksi kepada aparatur negara yang berada dibawah wewenangnya untuk melakukan tindakan.

"Seandainya ada kewenangan yang bisa memberikan efek jera lebih pada pengambil keputusan," ujar Waluyo yang juga hadir dalam diskusi ini.

Kewenangan yang dimaksud, kata Waluyo berupa tindakan yang memberi efek langsung bagi pejabat yang melanggar aturan atau kode etik. Salah satu contohnya yaitu berupa penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan hingga pencopotan dari kedudukan struktural.

"Tahun ini ada 53 pengaduan, ada beberapa yang kita berikan sanksi berat, ada yang kita rekomendasikan turun dari jabatan, pangkat. Tahun kemarin malah diturunkan jabatan struktural," pungkas Waluyo.

Waluyo pun memberi contoh jual-beli jabatan yang terjadi selain di Klaten. " Ada yang modusnya staf ahli, untuk bertahan di posisi itu harus setor Rp150 juta. Yang bersangkutan mengadu ke KASN," tuturnya. Sayangnya ia enggan membeberkan lebih rinci mengenai hal ini dengan alasan melindungi si pelapor.

Saat ini, kata Waluyo KASN hanya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait kinerja aparatur sipil negara. Jika rekomendasi tidak dijalankan maka pihaknya akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait hal tersebut.

Ketua Komisi KASN Sofian Effendi akan segera berkoordinasi dengan KPK terkait dengan temuan-temuan perihal indikasi pelanggaran dalam pengisian jabatan di sejumlah pemerintah daerah. Dia mengaku banyak mengantongi data soal pengisian jabatan berbasis merit. "Selama ini tidak bisa dilakukan akan lolos terus," kata Sofian, Sabtu (7/1).

Sistem merit adalah penilaian kinerja aparatur sipil negara berdasarkan prestasi kerja. Sofian menyebut sejauh ini KASN sudah menerima permintaan izin pengisian jabatan sistem merit dari 8 provinsi dan 159 kabupaten/kota. "Meminta izin untuk melakukan pengisian jabatan pimpinan tinggi. Sampai tahun 2016," ucapnya.

Dia mengaku sampai saat ini baru ada indikasi pelanggaran yang perlu ditelisik lebih lanjut. Ke depan, saat bekerja sama dengan KPK, Sofian menyebutkan akan berkolaborasi terkait dengan hal itu.

"Misalnya kami ada mencurigai ada pelanggaran, katakanlah jabatan di 8 provinsi tadi ada 1 atau 2 provinsi yang melakukan pelanggaran, misalnya dia minta untuk mengisi katakanlah 5 jabatan kepala dinas, tahu-tahu dia mengisi lebih dari itu 10 kali atau 15 kali, nah ini akan kita teliti lebih lanjut. Kalau lebih lanjut lagi, di situ ada informasi masuk ini yang dipilih adalah orang yang membayar, maka itu KPK yang punya kewenangan," ujarnya.
JABATAN BERTARIF - KASN mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai harga tarif promosi jabatan mulai dari jutaan hingga ratusan juta rupiah di Pemkab Klaten, Jawa Tengah. Tarif yang diduga dipatok untuk promosi jabatan eselon IV-II, .

"Kami masih mau ngecek kebenarannya," kata Ketua KASN Sofian Effendi di kantornya, Jl. Letjen MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (6/1).

Sofian menyebut tarif untuk eselon II SKPD dimulai dari Rp 80 juta hingga Rp 400 juta. Eselon III golongan A bertarif Rp 40-80 juta dan golongan B bertarif Rp 30 juta. Sedangkan eselon IV golongan A bertarif Rp 15 juta dan golongan B bertarif Rp 10 juta.

Selain itu, lelang jabatan diberikan kepada petugas TU di puskesmas, yang dipatok tarif Rp 5-15 juta. Jabatan tetap atau tidak mutasi bertarif Rp 10-50 juta. Tarif jabatan ini juga berlaku untuk pejabat di lingkungan dinas pendidikan Pemda Klaten. Untuk eselon II atau kepala dinas bertarif Rp 400 juta, eselon III kepala seksi dan bidang bertarif Rp 100-150 juta, dan eselon IV bagian subbag dan kepala seksi bertarif Rp 25 juta.

Sedangkan kepala UPTD diberi tarif Rp 50-100 juta, dan TU UPTD bertarif 25 juta. Lelang jabatan ini juga dibuka untuk kepala SD dan SMP serta jajaran TU SD dan SMP.

Untuk tarif kepala SD diberi tarif Rp 75-125 juta dan TU SD bertarif Rp 30 juta. Serta kepala SMP bertarif Rp 80-150 juta dan TU SMP bertarif Rp 35 juta. Selain itu, jabatan fungsional tertentu, seperti guru mutasi dalam kabupaten, dikenai tarif Rp 15-150 juta. Serta lelang jabatan pratama, termasuk 3 nominasi dan terpilih, Rp 75-300 juta. bahkan ada pula yang berupa edaran yang dibagikan kepada masyarakat. Di brosur tersebut terdapat tulisan nomor kontak yang dapat dihubungi. (dtc)

BACA JUGA: