JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Mahkamah Partai Golkar (MPG) Muladi, menolak bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)Jakarta dalam sidang lanjutan gugatan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mengakui kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono. "Saudara Muladi sebagai Ketua Mahkamah Partai tidak bisa hadir. Namun ada surat dari Pak Muladi," kata Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Teguh Satya Bhakti, sesaat akan membuka sidang di PTUN Jakarta, Senin (27/4).

Surat itu berisi penolakan Muladi untuk bersaksi di pengadilan yang dibubuhi materai Rp6000 tertanggal 24 April 2015. "Sebagai seorang mantan hakim Agung, saya merasa tidak sewajarnya apabila sebagai salah satu hakim MPG yang telah mengadili suatu perkara kemudian saya diminta hadir untuk dimintai keterangannya di pengadilan PTUN dalam kasus yang sama yang telah diputuskannya," demikian bunyi surat keberatan yang didapat Gresnews.com, Senin (27/4).

Tugas MPG, kata Muladi, sudah selesai dengan adanya putusan tersebut. Dijelaskannya, Hakim MPG terdiri dari empat orang anggota majelis hakim. Sehingga dipandang tidak adil kalau yang diundang hanya Ketua MPG karena tidak mencerminkan atau mewakili secara lengkap aspirasi/suasana kebatinan putusan MPG. "Kehadiran hanya salah satu hakim MPG, pasti akan diprotes tiga hakim MPG lainnya yang mengaggap kesaksian Ketua MMG tidak sah," tegasnya.

Di sisi lain, ia berpendapat, pernyataan MPG merupakan Mahkamah yang mandiri dan bersifat khusus dengan kompetensi absolut tidak berlebihan karena baik Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam keputusannya terlebih dahulu telah menunjuk MPG sebagai forum utama dalam mengadili dan memutuskan sengketa kepengurusan Partai Golkar. Hal ini, kata dia, sesuai ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).

Atas dasar itulah MPG bersidang yang keputusannya final dan mengikat internal sepanjang mengenai kepengurusan. MPG, kata Muladi, tunduk dan menghormati fair trial atas dasar asas kekuasaan kehakiman yang merdeka. Harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip kompetensi, independensi, imparsialitas, dan profesionalisme baik sebagai amanat UUD 1945 NKRI maupun UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Muladi mengatakan, dalam amar putusan tidak benar kalau dikatakan tidak ada putusan yang terkait dengan pokok permohonan. Putusan MPG kata Muladi adalah, dua hakim Muladi dan HAS Natabaya tidak berpihak dalam mengambil keputusan dan menyerahkan penyelesaian Partai Golkar melalui pengadilan negeri dengan beberapa rekomendasi.

Sedangkan dua hakim MPG yang lain, Andi Mattalata dan Jasri Marin memenangkan kubu Agung Laksono dan mengabulkan gugatan Golkar hasil Munas Ancol (kubu Agung Laksono) sebagai kepengurusan yang sah dengan tugas melakukan konsolidasi partai secara stimulan selambat-lambatnya Oktober 2015.

Rencana menghadirkan Muladi itu disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Teguh Satya Bhakti pada Senin (20/4) lalu saat mengagendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dari penggugat (kubu Aburizal Bakrie).

Seperti diketahui dualisme kepengurusan Partai Golkar yang bergulir di pengadilan mendorong kedua kubu menghadirkan saksi ahli untuk memperkuat argumen hukumnya untuk menafsirkan amar putusan MPG. Pada minggu lalu, kubu Ical menghadirkan mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki serta dua pakar hukum tata negara Margarito Kamis dan Irman Putra Sidin. Sementara hari ini kubu Agung menghadirkan dua mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan dan Harjono, serta pakar hukum tata negara, I Gede P. Astawa.

Sidang sengketa Golkar di PTUN Jakarta Timur ini dilanjutkan setelah sebelumnya majelis hakim mengeluarkan putusan sela yang menyatakan menunda pemberlakuan SK Menkumham yang mengakui kepengurusan Munas Ancol dengan Ketua Umum Agung Laksono dan Sekretris Jenderal Zainudin Amali sebagai pengurus Golkar yang sah.

BACA JUGA: