JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelapor kasus beras plastik Dewi Nurriza Septiani dikabarkan justru diperlakukan bak pesakitan oleh pihak kepolisian. Dewi mengaku mendapat intimidasi saat menjalani pemeriksaa selama 13 jam di Polres Bekasi.

Meski masih berstatus sebagai saksi, banyak pihak khawatir dengan pemeriksaan itu, di mana Dewi sebagai pelapor kasus beras plastik justru diperkirakan bakal dipidana. Pihak kepolisian dalam hal ini diminta bijak. Pemeriksaan terhadap Dewi sebagai pelapor dugaan beras plastik harus dilakukan secara hati-hati dengan memerhatikan prinsip tentang itikad baik pelapor sehingga yang bersangkutan sepatutnya dilindungi.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, sepanjang apa yang disampaikan Dewi sebagai pelapor tidak dilandasi dengan itikad melawan hukum, sebaiknya pelaporan itu tidak dipersoalkan, apalagi sampai dipidana. Karena kalau penanganannya sampai seperti itu, masyarakat yang memiliki informasi justru akan takut untuk melapor.

"Bukan hanya dalam kasus dugaan beras plastik, tapi juga kasus-kasus lainnya," kata Edwin dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (30/5).

Ketakutan bakal dipidana dan berdampak negatif bagi diri sendiri, menurut Edwin, dikhawatirkan dapat membuat siapa pun yang mengetahui adanya indikasi perbuatan tindak pidana, enggan bicara. Terlepas dari benar-tidak dugaan beras plastik ini, pihak kepolisian harus lebih jeli lagi dengan menelusuri pihak-pihak lain yang lebih dominan dalam membangun opini terkait kasus ini.

"Info (dugaan beras plastik) dari Bu Dewi harus dikaji, benar-tidaknya suatu hal lain di luar informasi yang disampaikan," katanya.

Apalagi, mencuatnya kasus ini ke permukaan, kata Edwin, banyak dipengaruhi pihak-pihak lain, termasuk media massa yang gencar memberitakannya. Untuk itulah, LPSK berharap pelapor dalam kasus ini, Dewi, tidak sampai diperkarakan. Dengan begitu, pihak berwajib tidak menutup ruang partisipasi bagi masyarakat dalam mengungkap suatu tindak pidana.

"Kalau tidak ada yang lapor, yang rugi masyarakat dan aparat penegak hukum juga yang tidak dapat informasi," tutur Edwin lagi.

Selain itu, menurut Edwin, pada Pasal 10 Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, ditegaskan, saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun data atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad yang baik.

Dewi sendiri dalam pemeriksaan ini meminta bantuan dan pendampingan LBH karena merasa ada tindakan intimidasi dari penyelidik Polsek Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Pengacara LBH Jakarta Ahmad Hardi Firman mengatakan, proses pendampingan hukum terus diberikan kepada kepada Dewi.

"Kita tetap berjalan dalam koridor pendampingan. Dewi mengaku trauma dan karena sempat mendapat perlakuan Intimidasi dan dipersalahkan atas info yang dilaporkan oleh Polsek Bantargebang, Bekasi," kata Hardi ketika dihubungi Gresnews.com, Selasa (26/5) lalu.

Hardi mengatakan, sesuai laporan Dewi, pihak Polsek setempat tidak memberikan pelayanan yang baik kepada pelapor isu beras plastik itu dan malah justru menganggap aduan yang diberikan adalah informasi yang tidak benar. Dari situlah, penyebab awal Dewi mendapat perlakuan intimidatif.

Hardi menjelaskan, secara kronologis Dewi dijemput oleh Polsek Bantargebang, Bekasi, pada Selasa (19/5) lalu. Hal ini dikarenakan sebelumnya Dewi sempat mengunggah fenomena beras plastik ke media sosial. Hasil laporan yang diunggah Dewi tersebut kemudian beredar luas di masyarakat sehingga dituduh menyebarkan informasi palsu tanpa ada pengujian lab terlebih dahulu.

Hardi mengatakan, usai mendapat perlakuan tidak adil oleh Polsek Bantargebang, sehari setelah pemeriksaan Dewi pun mengadu ke pihak LBH Jakarta untuk menghadapi proses hukum selanjutnya. "Dewi datang ke LBH dan melapor perlakuan yang dialaminya. Hari kamis kemarin kita sudah dampingi beliau (Dewi)," ucap Hardi.

Perlu diketahui, Dewi merupakan salah satu pedagang bubur ayam dan nasi uduk di daerah Bekasi. Hardi mengungkapkan, pertama kali Dewi menemukan kejanggalan adanya beras plastik di salah satu toko beras, Mutiara Gading Timur, Tambun, Bekasi.

Menurut Hardi, lokasi toko beras langganan Dewi itu berada dekat rumahnya. Hardi mengungkapkan, berdasarkan hasil sampel sementara yang diambil ternyata benar produk beras dagangan yang dijual positif mengandung bahan sintetis atau plastik.

Namun, Hardi mengtakan, LBH akan terus mengawal proses pemeriksaan ke depan hingga pembuktian informasi melalui uji laboratorium yang akan dilakukan BPOM dan lembaga terkait lainnya.

Berkat hasil laporan Dewi itu, Kapolsek Bantargebang Kompol Gatot Suyanto resmi menutup sebuah kios penjualan beras pada hari Selasa lalu (19/5), di Pasar Mutiara Gading, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi.

Menurut Suyanto, upaya penutupan kios dilakukan menyusul dugaan peredaran beras terkontaminasi bahan sintetis alias beras plastik. Proses itu dilakukan melalui inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Mutiara Gading dan berhasil meringkus pemilik Toko bernama sembiring dan menahan empat karyawan yang selanjutnya akan dijadikan saksi pemeriksaan.

"Penutupan kios ini adalah upaya tindak lanjut laporan masyarakat terkait peredaran beras plastik," kata Suyanto.

BACA JUGA: