JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama melaporkan dana siluman dalam APBD DKI Jakarta sebesar Rp12 triliun untuk tahun anggaran 2014. Dana ini, merupakan selisih dari anggaran elektronik yang dibuat Pemprov dengan anggaran versi DPRD DKI Jakarta.

Pelaporan ini, memang berdekatan dengan pengajuan hak angket anggota DPRD DKI Jakarta kepada mantan Bupati Belitung Timur ini. Sehingga muncul wacana bahwa laporan ini sebagai bentuk balasan terhadap aksi para anggota DPRD yang ingin melengserkannya.

Tapi hal itu dibantah oleh Ahok. Menurutnya, penyimpangan ini sebenarnya telah ditemukan ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Tetapi, ketika itu, ia dan Jokowi masih harus memastikan ada penggelembungan tersebut, salah satunya dengan cara memverifikasinya.

"Kan kami perlu masukkan dulu ke sistem dan dihitung, angka-angka ini mesti cari dan sisir, ini betul-betul banyak, Rp73 triliun. Ini kami berterimakasih ke Bappeda yang bekerja sampai pagi utuk menyisir. Ini sebenernya sudah mau kita laporkan sejak jamannya Pak Jokowi," terangnya.

Namun, ketika itu, bukti-bukti pendukung untuk melaporkan penyimpangan anggaran tersebut sangat sulit ditemukan. Apalagi, pengisian anggaran tersebut masih dilakukan secara manual yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

"Buktinya tidak pernah ada karena selama ini SKPD yang isi. Setelah ada e budgeting, SKPD tidak bisa isi. Ini DPRD yang membuatnya. Ini baik untuk kami laporkan," tuturnya

Ahok mengklaim pihaknya mempunyai bukti yang cukup kuat. Karena, ia mencetak ulang seluruh data yang didapatkan mengenai anggaran dari 2012 hingga 2015. Ia  mencontohkan pernah kecolongan mengenai dana anggaran sekolah pada tahun anggaran 2014.

Mantan anggota DPR ini menjelaskan, ketika itu ada kejanggalan mengenai anggaran untuk 55 sekolah pada tahun anggaran 2014. Kemudian ia memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Larso Marbun menyisir kejanggalan tersebut.

"Misalnya contoh tahun 2014, sekolah itu ada 55 sekolah yang kami kecolongan. Padahal waktu itu saat memasukkan pak Lasro Marbun Kepala Dinas Pendidikan, beliau berhasil meyisir Rp4,3 triliun yang tidak dieksekusi," terangnya.

Kemudian, dalam pengadaan  Uninterrupted Power Supply (UPS) di 55 sekolah yang nilainya hampir mencapai Rp6 miliar. Padahal, para Kepala Sekolah tidak pernah meminta pengadaan UPS tersebut. Selain itu, ia juga mengklaim bahwa harga UPS seharusnya tidak semahal itu.

Pelaksana tugas KPK Johan Budi yang keluar mendampingi Ahok berjanji akan menelaah laporan tersebut. Meskipun begitu, dari paparan yang diberikan Ahok dan beberapa barang bukti yang dibawa bisa disimpulkan ada indikasi terjadinya tindak pidana korupsi.

"Kami akan menindaklanjuti laporan ini dan harus ditelaah dulu. Tapi dari gambaran yang bisa disimpulkan dari Pak Ahok dan jajarannya yang hadir, ada indikasi adanya "dana siluman"," ujar Johan.

Mantan Deputi Pencegahan ini menyatakan segera memverifikasi laporan yang disampaikan Ahok kepada tim di KPK. Menurutnya, setiap laporan yang masuk memang tidak serta merta dapat ditindaklanjuti, tergantung dari keabsahan fakta-fakta dan bukti yang didapat.

Johan menjelaskan, pihaknya tidak akan mengistimewakan laporan yang disampaikan Ahok meskipun ia berstatus sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Kami tidak membeda-bedakan karena yang lapor Gubernur DKI Jakarta Pak Ahok yang terkenal itu, sama perlakuannya," tandasnya.

Menurut Johan, siapapun yang melaporkan dugaan terjadinya korupsi tetap harus dilakukan telaah terlebih dahulu. Dan setelah itu, kata Johan, baru dapat disimpulkan apakah termasuk dalam kategori tindak pidana ataupun bukan.

BACA JUGA: