JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, menilai keputusan Presiden menunjuk Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi sebagai pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan komposisi terbaik untuk pemberantasan korupsi. Buktinya, setelah tujuh hari ditunjuk Istana Kepresidenan, para komisioner hanya sibuk "bersafari".

Menurut Direktur Kopel Syamsuddin, Plt seharusnya memperlihatkan sikap yang jelas melihat situasi saat ini. Tidak kemudian "menikmatinya" dengan mengutamakan safari ke berbagai instasi dan lembaga.  Sebab, konflik terjadi bukan karena prosedur penanganan kasus atau karena individu pimpinan KPK  tapi karena dilatarbelakangi ketegasan KPK atas kasus korupsi.

"Coba kita lihat apa yang dilakukan Plt sekarang. Aktif bersafari ke sana kemari dan memberi komentar yang justru melemahkan KPK," kata Syamsudin, melalui pesan singkat kepada Gresnews.com, Jumat (27/2).

Syamsuddin mengatakan, Ruki Cs harus memperlihatkan sikap tetap tegas dalam pemberantasan korupsi kalau tidak mau dijuluki Plt titipan. "Ruki harus buktikan kinerjanya sekarang. Kalau sekedar safari saja. Bisa bumerang sama dirinya. Apalagi dengan terus membuat komentar yang blunder melawan semangat pemberantasan korupsi," ujarnya.

"Kenyataan sebaliknya lantaran ada misi tertentu yang dibawa oleh mereka masuk di KPK," ujar Syamsuddin. Ia pun membandingkan Plt ketika kasus "Cicak vs Buaya" yang juga sempat ditugaskan Plt, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean dan Eririyana dan Mas Ota. Kesemuanya dulu bergerak cepat menyelesaikan konflik institusi tanpa ada pelemahan kasus.

Syamsuddin mengaku, dari informasi yang dikumpulkan Kopel, sebenarnya sudah ada upaya penyelamatan yang dilakukan di internal KPK atas ditersangkakannya mantan Ketua KPK, Abraham Samad dan Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.

Internal KPK, ungkapnya, sesungguhnya sudah bergerak cepat dengan mengusulkan beberapa nama pengganti yang dianggap kredibel dan bisa diterima masyarakat luas. Nama itu adalah Yunus Husaein, Mahfud MD, Busro Muqodas, Johan Budi, dan Chatarina Muliana Girsang. Nama Ruki dan Indriyanto tidak jelas siapa pengusulnya. Apalagi  Indriyanto pernah menjadi kuasa hukum BLBI yang sebenarnya kasus inilah yang mengkriminalisasi KPK.

"Presiden Joko Widodo turut berkontribusi dalam pelemahan KPK. Selain lambatnya dalam bersikap, paling kuat adalah keputusan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang justru memiliki rekam jejak yang tidak berterima dengan semangat pemberantasan korupsi," tuturnya. Diantaranya Indriyanto pernah menjadi pengacara BLBI.

BACA JUGA: