JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan (PT) Tinggi DKI Jakarta dalam kasus korupsi proyek mobil listrik dengan terdakwa Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi. PT DKI menguatkan putusan tingkat pertama yang memvonis Dasep bersalah.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Dasep. Hakim juga memerintahkan Dasep membayar uang pengganti sebesar Rp17,18 miliar atau diganti hukuman penjara dua tahun.

"Kita sudah ajukan kasasi. Kita melihat hukuman yang dijatuhkan jauh dari tuntutan pidana, hanya tujuh tahun, tuntutan kita 12 tahun," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (24/6).

Tak hanya vonis yang jauh tuntutan, jaksa juga tidak terima nama Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN tidak dikaitkan dengan kasus korupsi mobil listrik. Padahal, korupsi itu tidak terjadi tanpa adanya rekomendasi dari Dahlan.

Armin mengatakan atas putusan PT DKI, jaksa masih mengkaji dugaan keterlibatan Dahlan. Sebab, di mata Armin, Dahlan tahu proyeknya bakal tidak sukses.

Dari proyek gagal mobil listrik, Armin berkeyakinan ada unsur kesengajaan untuk mengerjakan proyek ini. "Ya sengaja dia. Waktu dia bikin mobil listrik dia kan mau pamer supaya dilihat hebat. Dia tahu ini nggak bener, negara bisa rugi, tapi bodo amat yang penting ngetop, masa bodo negara rugi," kata Armin yang menyebut konstruksi hukumnya sebagai teori kesengajaan sebagai kemungkinan.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) Victor Antonius menambahkan sejumlah alasan jaksa mengajukan kasasi atas putusan PT DKI. Di antaranya, karena hukuman tujuh tahun dan denda Rp17,9 miliar dinilai masih terlalu ringan bagi Dasep. Jaksa ingin Dasep dihukum penjara 12 tahun dan denda Rp32 miliar sesuai nilai proyek karena negara dianggap mengalami kerugian.

Kemudian nama Dahlan tak terseret. Victor mengatakan, putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI juga menganulir keberadaan Pasal 55 UU Tipikor dalam perkara Dasep sehingga keberadaan Dahlan di perkara itu pun tidak diakui. Padahal, tidak mungkin tidak ada keterlibatan pejabat negara dalam suatu perkara korupsi. Menurut Victor, pengadilan bersikap membela Dahlan dalam perkara ini. Victor berharap Mahkamah Agung memberikan hukuman yang lebih berat dan membuka pintu bagi Kejaksaan Agung untuk mengincar Dahlan.

DAHLAN DIBIDIK - Penasihat hukum Dasep, Vidi Galenso Syarif, mengatakan putusan pengadilan menguntungkan kliennya. Namun, di sisi lain, tidak mungkin korupsi dilakukan jika yang terlibat pihak swasta saja. Tentu pejabat pemerintah ada yang terlibat. Dalam kasus ini unsur pemerintah yang ditetapkan sebagai tersangka hanya Kepala Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman. Namun Agus saat itu hanya menjalankan perintah Dahlan selaku Menteri BUMN saat itu.

Perkara korupsi mobil listrik berawal saat mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menunjuk langsung Dasep Ahmadi sebagai pelaksana pengadaan 16 mobil listrik untuk keperluan Konferensi Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2012. Dahlan mengusulkan hal itu pada rapat kabinet yang dihadiri mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Agar tidak membebani negara, Dahlan menawarkan pendanaan proyek itu kepada sejumlah BUMN. Akhirnya ada tiga BUMN yaitu PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina yang siap merogoh kocek Rp32 miliar.

Menurut Dahlan, saat itu yang mampu membuat kendaraan listrik di Indonesia adalah terdakwa Dasep Ahmadi selaku Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama sekaligus salah satu kelompok Pandawa Putra Petir binaan Dahlan Iskan. Sekitar awal Januari 2013, Dahlan memerintahkan Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman dan Deputi Restrukturisasi Kementerian BUMN Fadjar Judisiawan untuk melakukan penjajakan partisipasi PT BRI dan PT Perusahaan Gas Negara dalam kegiatan pengembangan mobil listrik untuk kegiatan KTT APEC 2013.

Kemudian sekitar Februari 2013, Agus Suherman selaku Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)/Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Kementerian BUMN mengundang rapat PT BRI dan PT PGN sebagai penyedia dana.

Mobil listrik tersebut diketahui bukan hasil buatan terdakwa tapi hasil modifikasi badan bus yang dibeli dari karoseri PT Aska Bogor dan PT Delima motor untuk chasis (rangka yang berfungsi sebagai penopang berat dan beban kendaraan, mesin serta penumpang) membeli merek HYNO sedangkan untuk mobil eksekutif listrik.

Terdakwa membeli mobil Toyota Alphard tahun 2005 (harga sekitar Rp300 juta) kemudian dimodifikasi oleh PT Rekayasa Mesin Utama (Bogor) dan transmisi dimodifikasi oleh Dasep sendiri di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dasep tidak memiliki sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum punya hak cipta serta belum pernah membuat mobil listrik model executive car.

Padahal dalam kesepakatan, PT Sarimas Ahmadi Pratama menyanggupi keseluruhan mobil dibuat terdakwa sebanyak 16 unit dan harus dapat digunakan untuk mendukung transportasi APEC XXI tahun 2013 di Bali. Dan berdasarkan hasil inspeksi tim Institut Teknologi 10 November dengan ketua Dr Muhammad Nur Yuniarto, diketahui 4 mobil listrik memiliki komponen utama yang lengkap dan terpasang, 7 bus listrik memiliki komponen utama yang lengkap.

Tapi BMS belum terpasang dan dapat dijalankan sedangkan 6 unit bus tidak lengkap komponen utama sehingga tidak dapat dijalankan, 6 bus listrik tidak memiliki komponen utama yang lengkap, dan 2 bus listrik hanya memiliki 1 motor listrik terhadap kualitas bodi dan chasis pada mobil dan bus listrik diketahui semua unit mobil menggunakan platform Toyota Alphard tahun 2003 dengan body repair dan dimodifikasi. Chasis bus listrik menggunakan chasis truk Hino baru dengan pengerjaan bodi yang sudah ada dan berkarat sehingga menunjukkan bodi merupakan hasil reparasi. Akibatnya mobil tidak dapat dioperasikan sebagaimana kendaraan umum lainnya yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dengan fakta tersebut, jaksa berkeyakinan ada keterlibatan Dahlan. Dahlan dikenakan Pasal 55 KUHP turut serta dalam tindak pidana korupsi. Sebab, tanpa rekomendasi Dahlan, proyek ini tidak akan pernah ada dan negara tidak rugi. "Kita sedang mengkaji dia (Dahlan) terlibat atau nggak, tunggu hasil kajiannya. mungkin aja (Dahlan) tersangka," kata Armin.

BACA JUGA: