JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkara korupsi di Kementeria Energi dan Sumber Daya Mineral dengan terdakwa Waryono Karno akhirnya dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi-saksi. Sidang dilanjutkan setelah Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan Waryono Karno yang merupakan mantan Sekjen Kementerian ESDM ini.

Ketua Majelis Hakim Artha Theresia menyatakan eksepsi yang diajukan Waryono Karno melalui penasehat hukumnya tidak beralasan serta tidak berdasar. Sebab, surat dakwaan yang disusun Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi sudah disusun secara lengkap, cermat dan jelas.

"Menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Waryono Karno," ujar Hakim Ketua Artha membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/5).

Menurut Hakim Ketua Artha, penuntut umum telah menguraikan secara jelas, rinci dan cermat mengenai tindak pidana korupsi menerima sesuatu dan juga dugaan gratifikasi yang dilakukan Waryono. Untuk itu Hakim melanjutkan persidangan ini dengan pemeriksaan saksi-saksi.

"Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk memanggil saksi-saksi dalam perkara ini," terang Artha.

Hakim Artha menegaskan, surat dakwaan yang disusun Jaksa KPK sudah secara gamblang menyebutkan penerimaan uang pada 28 Mei 2013 sebesar US$284.862 dan US$50 ribu pada 12 Juni 2013. Duit-duit ini menurut Majelis Hakim tidak dilaporkan ke KPK hingga batas waktu yang ditentukan yakni setelah 30 hari penerimaan.

Padahal Jaksa KPK dalam surat dakwaan menurut Majelis Hakim sudah menerangkan perbuatan pidana penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan tugas dan jabatan sebagai Sekjen ESDM saat itu.

"Mengenai tidak disebutkannya pemberian gratifikasi dan untuk kepentingan apa gratifikasi tersebut diberikan, tidaklah menyebabkan dakwaan penuntut umum tidak menjadi lengkap, cermat dan jelas karena dalam Pasal 12 B Ayat (1) huruf a diatur bahwa gratifikasi yang nilainya Rp10 juta lebih, pembuktian bahwa gratifikasi bukan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi," tegas Hakim Artha.

Penasehat hukum Waryono, Wahyu Ari Wibowo sebelumnya mengajukan keberatan mengenai surat dakwaan yang tidak menguraikan lengkap dan jelas mengenai tindak pidana yang dilakukan termasuk tidak menyebutkan pihak pemberi gratifikasi.

Wahyu merujuk pada Pasal 143 Ayat (3) KUHAP, dinyatakan bahwa konsekuensi dari surat dakwaan yang tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan menjadi batal demi hukum.

Wahyu menyatakan, surat dakwaan tidak secara utuh mengungkapkan kejadian yang sebenarnya terjadi dalam tindak pidana yang disangkakan kepada kliennya. "Sehingga merugikan terdakwa dalam menggunakan haknya untuk pembelaan," ujar Wahyu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5).

BACA JUGA: