JAKARTA, GRESNEWS.COM - Daftar nama anggota Komisi V DPR yang terseret kasus dugaan suap untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sepertinya bakal bertambah panjang. Dalam penyelidikan baru terkait kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa saksi terkait anggota Komisi V DPR.

Saksi tersebut adalah Jaelani Paranddy, staf ahli anggota Komisi V DPR Yasti Soepredjo Mokoagow. Jaelani secara tidak langsung mengakui bahwa dirinya dimintai keterangan untuk penyelidikan baru terkait kasus dugaan korupsi di Kementerian PUPR.

Awalnya Jaelani enggan mengungkapkan maksud kehadirannya tersebut. "Nanti aja, nanti ya," kata Jaelani di Gedung KPK, Senin (2/5).

Meskipun begitu, saat ditanya apakah dirinya dipanggil untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan baru, ia menganggukkan kepalanya. Namun lagi-lagi Jaelani enggan mengungkap secara rinci penyelidikan tersebut menyangkut siapa. "Nanti aja ya, nanti," imbuhnya.

Jaelani memang berusaha menghindari para awak media. Ketika masuk Gedung KPK, ia menggunakan topi berwarna hitam dan diapit oleh kedua saudara kandungnya. Hal ini terlihat wajar, sebab perannya dalam kasus korupsi di Kementerian PUPR dinilai cukup signifikan.

Ia diduga merupakan perantara suap dari Direktur Utama PT Widhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir kepada sekaligus dua anggota Komisi V yaitu Musa Zainuddin dan Andi Taufan Tiro. Uang suap diberikan agar Khoir mendapat pekerjaan di Kementerian PUPR.

Terkait pemeriksaan atas Jaelani ini, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menegaskan, yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Damayanti Wisnu Putranti. Dia menegaskan, Jaelani tidak diperiksa untuk penyelidikan baru.

"Bukan penyelidikan, tapi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DWP," kata Yuyuk saat dihubungi gresnews.com, Senin (2/5).

Menurut Yuyuk, tidak terteranya nama Jaelani dalam proses pemeriksaan hanyalah kesalahan administratif semata. Nama Jaelani, kata Yuyuk oleh penyidik masuk ke dalam jadwal periksa tambahan.

Meskipun begitu, Yuyuk tak membantah, kesaksian Jaelani bisa saja dipakai untuk menjerat tersangka lain dalam kasus ini. Apalagi, dari beberapa fakta persidangan terungkap bahwa para anggota dewan khususnya Komisi V, secara berjemaah menerima suap dari para pengusaha.

"Masih ada kemungkinan dilakukan pendalaman kasus ini, kan pemeriksaan saksi-saksi juga masih terus berlangsung," imbuh Yuyuk.

Sejauh ini, KPK sudah menetapkan tujuh orang tersangka yang terdiri dari satu orang pengusaha, dua orang perantara, satu orang pihak eksekutif, dan tiga anggota DPR Komisi V. Namun tampaknya akan ada beberapa pihak lain yang akan menyusul kemudian.

Dalam persidangan dengan terdakwa Abdul Khoir, tidak hanya nama Damayanti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro dari pihak legislatif yang menerima uang. Ada nama-nama lain seperti Musa Zainuddin dan juga Yudi Widiana.

Jaksa KPK Abdul Basir menceritakan adanya pertemuan antara Khoir dan Musa bersama beberapa orang lainnya di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Musa menyetujui permintaan Khoir agar proyek dari program aspirasinya senilai Rp104,76 miliar diserahkan untuk dikerjakan oleh Khoir dan So Kok Seng alias Aseng.

"Dengan komitmen Terdakwa dan Aseng akan memberikan fee sebesar 8 persen dari nilai proyek atau sejumlah Rp8 miliar kepada Musa Zainuddin," terang Jaksa KPK lainnya Abdul Basir.

Sedangkan Yudi Widiana diduga menerima uang secara bertahap dengan total Rp5,5 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha lainnya Soe Kok Seng atau Aseng yang diantaranya bertujuan mendapatkan proyek seperti Abdul Khoir.

Dengan pemeriksaan terhadap Jaelani, kemungkinan daftar anggota Komisi V DPR di pusaran kasus suap Kementerian PUPR ini bisa jadi bakal makin panjang. Apalagi, sebelumnya pada Jumat (29/4), KPK juga memeriksa Kepala Bagian Sekretariat Komisi V DPR RI Prima MB Nuwa. Prima juga diperiksa, sebagai saksi untuk Damayanti Wisnu Putranti.

ASENG BAKAL DITUNTUT BALIK? - Terkait kesaksian Aseng soal adanya aliran dana sebesar Rp5,5 miliar kepada dirinya, Yudi Widiana dengan tegas membantahnya. Pertama, terkait dijanjikannya Aseng proyek di Kementerian PUPR melalui Kurniawan, dan kedua mengenai upaya pengamanan yang dijanjikan Kurniawan atas kasus Aseng di lembaga antikorupsi tersebut.

"Enggak ada. Enggak, enggak ada kaitannya," kata Yudi yang membantah bahwa Kurniawan adalah suruhan dirinya, Jumat (21/4).

Kurniawan sendiri juga telah diperiksa oleh KPK pada Jumat (29/4) lalu. Anggota DPRD Bekasi itu membantah kesaksian Aseng dalam persidangan tentang aliran duit di kasus Damayanti. Kurniawan disebut Aseng memberikan uang Rp2,5 miliar kepada Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana.

Kurniawan yang keluar sekitar pukul 23.50 WIB sejak diperiksa pukul 10.00 WIB itu, awalnya mengaku diperiksa tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Kita menjelaskan aja soal PUPR kebanyakan," kata Kurniawan.

Namun air mukanya berubah ketika ditanya soal kesaksian Aseng di pengadilan. Saat itu dalam sidang terdakwa Abdul Khoir, Aseng menyebut dia memberi uang ke Yudi sebesar Rp2,5 miliar melalui Kurniawan.

"Enggak, itu enggak bener. Sudah dibahas tadi. Soal masalah uang, soal masalah urusan KPK, mereka (penyidik) udah tahu sendiri, kita sudah jelasin ke penyidik," elak Kurniawan sambil mempercepat langkahnya.

Saat ditanya apakah dia kenal dengan Yudi Widiana, Kurniawan mengaku mengenal meski kemudian melemparkannya lagi ke penyidik KPK. "Pak Yudi kenal. Sudah disampaikan semua, tanya penyidik ya nanti semuanya," ujarnya.

Kurniawan sendiri membuka kemungkinan untuk menuntut Aseng atas kesaksian yang dinilai tak benar itu. "Lihat nanti," ucap Kurniawan.

ANDI TAUFAN TIRO DICEKAL - Sementara itu, untuk tersangka Andi Taufan Tiro, KPK telah mengajukan surat permintaan pencekalan kepada Ditjen Imigrasi. Selain, Taufan, KPK juga meminta Ditjen Imigrasi mencekal Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Amran Hi Mustary bepergian ke luar negeri.

"Terkait dengan kasus pemberian hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian PUPR, KPK telah mengajukan surat permintaan cegah atas nama ATT dan AHM," ucap Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Sabtu (30/4).

Surat permintaan itu diajukan sejak tanggal 22 April 2016. Pencegahan itu berlaku selama 6 bulan ke depan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, keduanya belum diperiksa lagi serta belum ditahan.

Andi Taufan Tiro disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sementara, Amran disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, juncto Pasal 65 KUHPidana.

Dalam surat dakwaan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Andi Taufan Tiro disebut menerima uang fee. Uang tersebut diterima dari Abdul Khoir untuk memuluskan pengerjaan proyek pembangunan jalan di Maluku atau Maluku Utara yang merupakan program aspirasi Andi Taufan Tiro.

"Terdakwa meminta kepada Andi Taufan Tiro agar proyek tersebut dapat dikerjakan oleh terdakwa dengan kompensasi terdakwa bersedia memberikan fee kepada Andi Taufan Tiro sebesar 7% dari nilai proyek yakni sejumlah Rp7 miliar," kata jaksa pada KPK Mochamad Wiraksajaya di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (4/4).

Uang Rp7 miliar merupakan akumulasi dari fee proyek peningkatan ruang jalan Wayabula-Sofi sebesar Rp4,2 miliar dan fee proyek pembangunan ruas Jalan Wayabula-Sofi sebesar Rp2,8 miliar. Atas permintaan itu, Andi menyetujuinya.

Andi yang pernah menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor menyangkal soal penerimaan uang fee. "Saya nggak tahu, tidak pernah dan saya tetap sesuai keterangan saya," ujar Andi.

Andi membantah telah terjadi transaksi atau menerima uang dari Jaelani terkait proyek tersebut. Ia juga tidak mengaku memiliki proyek di Maluku. Selanjutnya salah satu hakim mengusulkan untuk memanggil lagi Jaelani untuk dikonfrontir dengan Andi. (dtc)

BACA JUGA: