JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pasangan calon Bupati Takalar, Sulawesi Selatan, Burhanuddin Baharuddin-M Natsir Ibrahim menjadi pasangan calon kepala daerah pertama yang mengajukan gugatan hasil Pilkada serentak 2017 ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan gugatan pasangan Burhanuddin - M Natsir juga menandai dimulainya pengajuan sengketa hasil Pilkada Serentak 2017 di Mahkamah Konstitusi.

Pada Rabu (22/2) lalu, secara resmi Komisi Pemilihan umum Daerah (KPUD) Takalar mengumumkan pasangan Syamsari Kitta-Achmad Dg Se’re, satu-satunya pesaing Baharuddin-M Natsir, sebagai pemenang pada Pilkada Kabupaten Takalar. Atas hasil itulah kuasa hukum pasangan Burhanuddin-Natsir, Saiful, langsung mendaftarkan gugatan sengketa pilkada ke MK pada, Kamis petang (23/2).

Menurut Saiful, kedatangannya ke MK dilatari oleh temuan Tim Hukum Burhanuddin-Natsir terkait dugaan sejumlah pelanggaran Pemilu di Takalar. Pelanggaran itu bisa diidentifikasi dengan adanya beberapa pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali pada (15/2) lalu. Kemudian adanya mobilisasi pemilih dari kabupaten/kota yang berdekatan dengan Kabupaten Takalar, hingga adanya temuan 5.486 daftar pemilih yang terdapat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak tercatat dalam database Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Takalar.

"Saya kira itu beberapa item pelanggaran yang akan kita persoalkan nanti di persidangan, selain item-item lain yang akan kita persoalkan juga," kata Saiful, Kamis (23/2).

Saiful menyebut pihaknya juga telah melaporkan temuan itu ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Namun hingga dirinya datang ke MK, belum ada perkembangan apa pun dari Panwaslu terkait laporan yang disampaikan pihaknya.

Saiful juga mengungkapkan, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Takalar, selisih antara kubu Burhanuddin-Natsir dan Syamsari-Achmad hanya 1,16%. Sebagai catatan, pasangan Syamsari Kitta-Achmad Dg Se’re meraup suara sebanyak 88.113 suara (50,58 %). Sedang pasangan Baharuddin-M.Natsir hanya meraup memperoleh 86.090 suara (49,42 %).

Adapun jumlah penduduk kabupaten Takalar sendiri 289.000 jiwa. Di dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b PMK Nomor 2 Tahun 2017 disebut bahwa Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika  terdapat perbedaan paling banyak 1,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh Termohon.

"Mengacu kepada Peraturan MK (PMK), Takalar masuk kategori 1,5%. Jadi saya pikir, permohonan kami sudah memenuhi syarat untuk masuk di pembuktian nanti," kata Saiful.

Dikatakan Saiful, pasangan Baharuddin-M.Natsir merupakan pasangan petahana yang didukung oleh sejumlah partai besar seperti Golkar, Gerindra, PAN, Hanura, PDI P, Demokrat, PPP, PBB. Sedang pesaingnya hanya didukung oleh Nasdem dan PKS.


MK SUDAH MULAI BEKERJA - Sementara itu, Mahkamah Konstitusi sebelumnya, menyatakan seluruh persiapan untuk menghadapi sidang sengketa hasil Pilkada sudah selesai. "100% kita siap. Selama masa pengajuan permohonan sengketa hasil Pilkada ini, MK juga buka dari jam 7.30 sampai jam 00.00 WIB," kata juru bicara MK Fajar Laksono, Kamis (23/2).

Fajar mengatakan, MK sudah membuka pendaftaran sengketa hasil Pilkada sejak Rabu (22/2). Namun hingga berita ini diturunkan, baru satu pendaftar yang datang ke MK. Fajar memperkirakan, sidang sengketa hasil Pilkada kali ini tidak akan sebanyak sidang-sidang sebelumnya. Terlebih dengan adanya ketentuan mengenai batasan selisih perolehan suara.

"Mungkin orang sudah ngerti, dengan adanya batasan selisih perolehan suara itu mereka ya mikir-mikir lagi. Kalau melihat putusan kita yang dulu, yang melebihi batas ya bakal ditolak. Tapi ini biasa. Ini masih hari kedua. Jadi masih sepi. Orang-orang mungkin masih wait and see. Mencermati penghitungan atau mengumpulkan alat bukti," katanya.

Lantaran itulah Fajar memperkirakan, MK akan ramai didatangi penggugat hasil Pilkada menjelang habis tenggat waktu pendaftaran. Di dalam Pasal 6 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2017, disebutkan bahwa  permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

"Orang-orang biasanya ramai menjelang tenggat waktunya habis, yakni 3 hari kerja itu," sambung Fajar. KPU sendiri menetapkan, hasil perolehan suara pemilihan bupati/walikota harus diumumkan pada 22 hingga 24 Februari 2017. Sedang untuk perolehan suara pemilihan gubernur harus diumumkan pada 25-27 Februari 2017.

Fajar menerangkan, sidang penyelesaian sengketa hasil Pilkada akan digelar MK pada 22 Maret mendatang. Sebelum itu, semua berkas-berkas para pendaftar akan dimasukkan ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) pada 13 Maret. Untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, MK diberi waktu paling lama 45 hari sejak 13 Maret.

"Paling lama 45 hari dihitung sejak seluruh perkara diregistrasi, MK harus sudah memutus. Nah, kita sudah jadwalkan seluruh perkara sengketa hasil Pilkada itu tanggal 19 Mei sudah selesai semua. Tapi bisa jadi semuanya lebih cepat, 45 hari itu kan paling lama," paparnya.

Disinggung mengenai hakim pengganti Patrialis Akbar, Fajar menyebut MK menyerahkan semua itu kepada tim pansel yang dibentuk presiden. "Kita terima jadi saja, tidak ikut campur," katanya. Dengan pertimbangan bahwa seleksi kelengkapan administrasi calon hakim MK pengganti Patrialis saja baru akan diumumkan pada 10 Maret mendatang, Fajar menyebut hari-hari awal sidang pendahuluan penyelesaian hasil sengketa Pilkada akan ditangani oleh dua panel hakim dengan masing-masing panel beranggotakan empat orang hakim konstitusi.

"Kalau misalnya pengganti Pak Patrialis diumumkan pada akhir Maret atau pertengahan April, tidak apa-apa. Nanti dia bisa langsung bergabung menangani perkara-perkara yang memenuhi syarat," terang Fajar. Fajar juga menyebut selama masa 45 hari sejak 13 Maret, MK tidak akan menangani sidang uji materi undang-undang terlebih dulu.

Sementara Pengujian Undang-undang (PUU) ditiadakan sampai sidang putusan penanganan sengketa hasil Pilkada selesai. Beda dengan PUU, sengketa hasil Pilkada ini kan limitatif ya, artinya dibatasi oleh waktu. Jika sampai lewat 45 hari belum diputus, bahaya," jelasnya. (Zulkifli Songyanan)



BACA JUGA: