JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Sejumlah kasus korupsi besar yang  ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrin) Polri mangkrak. Komitmen pemberantasan korupsi kasus-kasus kakap di tangan Jenderal Tito Karnavian sepertinya kian jauh dari harapan publik. Polri saat ini dinilai justru lebih gandrung membuat gebrakan memburu kasus pungutan liar (pungli).

Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto selaku Kepala Bareskrim mengakui penuntasan kasus-kasus korupsi kakap yang ditanganinya masih mengalami banyak hambatan. Namun demikian Ari mengatakan tidak ada kasus yang berhenti diusut oleh anak buahnya.

"Kasus TPPI (PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama) sedikit lagi, masih menunggu hasil audit tambahan," kata Ari soal perkembangan kasus-kasus korupsi di Bareskrim beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, sejumlah kasus korupsi kakap yang ditangani polri kini tak kunjung dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Kasus-kasus itu diantaranya, Kasus Penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Dalam kasus TPPI ini telah ditetapkan tiga tersangka diantaranya mantan pemilik pabrik TPPI  Honggo Wendratmo, bekas Kepala Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Raden Prijono. Serta mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Berkas perkara mereka saat ini masih bolak-balik antara penyidik dan jaksa peneliti.

Kasus lainnya yang sempat menjadi perhatian publik adalah kasus pengadaan mobile crane PT Pelindo II. Dua orang telah ditetapkan tersangka yakni Senior Manajer Peralatan PT Pelindo ll, Haryadi Budi Kuncoro dan mantan Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Noerlan. Namun kasus ini juga belum terdengar kelanjutannya.

Kasus dugaan korupsi ini mulai diselidiki polisi sejak Agustus 2015. Menurut temuan penyidik, pengadaan mobile crane diduga kuat tak sesuai perencanaan dan ada mark up anggaran. Pengadaan ini diduga telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp 45,5 miliar. Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino meski beberapa kali telah diperiksa Bareskrim, membantah tuduhan itu.

Hingga kini kasus tersebut masih mangkrak di Bareskrim. "Masih terhambat saksi yang keberadaannya di China," Ari beralasan.

Lalu korupsi anggaran peningkatan mutu pendidik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Korupsi dana penanaman satu juga pohon Pertamina Foundation. Korupsi anggaran belanja peralatan komputer di DPRD DKI Jakarta dan Korupsi dana pembangunan double track Cibungur-Tanjung Rasa.

Dari kasus-kasus tersebut negara diperkirakan mengalami kerugian hingga sebesar Rp35,4 triliun. Angka tersebut sebagian besar disumbang oleh perkara dugaan korupsi penjualan kondesat oleh PT TPPI, yakni Rp35 trilun.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah mengatakan, lambannya penanganan kasus-kasus korupsi di Bareskrim Polri saat ini karena dorongan komando dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang lebih fokus menangani perkara kecil. Tak heran banyak kasus korupsi lama jalan ditempat.

"Menurut saya ketidakprofesionalan penanganan korupsi karena faktor komando dari atas (Kapolri), sebenarnya penyidiknya bagus-bagus," kata Akbar kepada gresnews.com, Minggu (23/10).

LAYANAN BURUK - IJW melihat respon Polri yang lamban dalam penanganan kasus korupsi juga berimbas pada layanan pelaporan kasus-kasus korupsi. Ia membeberkan, hampir sebulan lebih IJW melaporkan adanya dugaan korupsi yang melibatkan oknum kepala daerah Provinsi Kalimantan Barat ke Bareskrim Polri, tidak ada kejelasan sama sekali.

"Bukti awal sudah kita serahkan ke Kasubdit III Dittipidkor Bareskrim Polri. Dijanjikan tiga minggu ada jawaban atas laporan tersebut, Terakhir Bareskrim mengaku ingin mengirimkan surat. Namun sampai saat ini tidak ada kejelasan ketika kita follow up," kata Akbar.

Adapun laporan yang diserahkan IJW antara lain kasus dugaan korupsi puluhan miliar dalam proyek pengadaan Alat Kesehatan dan juga pembangunan infrastruktur di Provinsi Kalimantan Barat.

IJW berencana melaporkan buruknya pelayanan publik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kepada Presiden Joko Widodo. Selain ke Presiden, IJW akan melaporkan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ke Ombudsman, Komisi III DPR dan juga Kompolnas.

Menurut Akbar, hal tersebut membuktikan pelayanan publik Polri masih jauh dari harapan masyarakat. "Terlalu banyak pencitraan, efeknya laporan pengaduan masyarakat, khususnya kasus korupsi di wilayah tertentu dikesampingkan di era Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Tentu ini bertentangan dengan program 100 hari Kapolri," imbuhnya.

BACA JUGA: