JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapat gugatan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyusul penerbitan Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang tata cara penanganan konten bermuatan negatif. Sejumlah pihak yang terlibat menolak Permen tersebut antara lain Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Perkumpulan Mitra TIK Indonesia

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Robert Sidauruk mengatakan bahwa gugatan tersebut dilayangkan karena tidak ada kejelasan maksud dan tujuan penerbitan Permen tersebut. Sehingga dinilai dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Menurut dia, sebagian hak kebutuhan dasar masyarakat terhadap akses informasi terancam hilang, lantaran sebagian besar sumber informasi bisa saja masuk dalam kategori konten bermuatan negatif.

Menanggapi hal ini, Kepala Humas Kominfo Ismail Cawidu mengatakan bahwa di negara hukum setiap lembaga pemerintahan memiliki hak atau kewenangan untuk mengajukan judicial review. "Kominfo siap mengikuti prosedur yang berlaku. Sambil menanti keputusan Mahkamah Agung, kami juga akan menguji kembali Permen ini," katanya, Minggu (23/11), saat dihubungi Gresnews.com.

Namun Ismail mengatakan, Permen tersebut secara khusus hanya mengatur tentang tata cara pemblokiran terhadap konten negatif. Selanjutnya, terang Ismail, langkah itu diambil berdasarkan hukum yang berlaku. "Alasan hukumnya tercantum dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sekalipun permen itu dibatalkan, kewajiban pemblokiran tetap berjalan. Apabila konten pornografi tidak diblokir itu dapat dikatakan sebagai bentuk pembiaran" ujar Ismail.

Secara rinci, UU Nomor 44 Tahun 2008 memuat ketentuan terkait akses dan situs pornogorafi. Pengaturan pornografi dalam Undang-Undang ini meliputi (1) pelarangan dan pembatasan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; (2) perlindungan anak dari pengaruh pornografi; dan (3) pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, termasuk peran serta masyarakat dalam pencegahan.

Undang-Undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, yakni berat, sedang, dan ringan. "Menurut hemat saya semua aturan terkait hal itu sudah memiliki akses hukum," katanya.

Ismail menjelaskan, apabila ada pengaduan dari pihak tertentu terkait situs atau web yang disinyalir mengandung unsur pornografi, maka pemerintah melalui Kominfo akan segera bertindak.

Langkah atau tindakan yang dimaksud adalah, pihak Kominfo tidak secara sepihak mengambil keputusan, tetapi harus meminta rekomendasi kepada pihak atau lembaga pemerintahan yang berwenang. Misalnya ada konten yg memuat tentang penyalahgunaan hak cipta, maka pihak kami (Kominfo) tentunya terlebih dahulu berkoordinasi dan meminta rekomendasi dari Kemenkumham. "Semua ada aturannya dan harus mengikuti tata cara yang berlaku," terangnya.

BACA JUGA: