JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenkumham) meminta masyarakat melaporkan adanya Warga Negara Asing (WNA) yang melakukan tindakan mencurigakan di sekitar tempat tinggal masing-masing. Imbauan ini merupakan buntut tertangkapnya 48 WNA China yang diduga menyalahi izin berkunjung ke Indonesia. WNA yang terdiri dari 47 WN China dan 1 orang lagi WN Taiwan itu ditangkap setelah terindikasi akan melakukan tindak pidana penipuan.

Dirjen Imigrasi Ronny Frankie Sompie menyatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi, khususnya kepada pihak hotel dan warga yang mempunyai usaha penginapan di seluruh Indonesia. Agar mereka melaporkan WNA yang diduga mencurigakan.

Menurut Ronny, ada sanksi hukum kepada pemilik hotel atau pun warga yang terbukti tidak melaporkan hal tersebut. "Sesuai Pasal 72, ada ancaman pidananya 3 bulan bagi setiap pemilik penginapan, hotel, vila, yang tidak melaporkan orang asing yang tinggal di penginapan mereka," kata Ronny saat konferensi pers di Kantornya, Jumat (21/8).

Peraturan yang dimaksud Ronny, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 72 ayat (2) yang berbunyi "Pemilik atau pengurus tempat penginapan wajib memberikan data mengenai Orang Asing yang menginap di tempat penginapannya jika diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas"

Untuk itu, Ronny meminta kepada para pemilik hotel dan penginapan untuk bekerja sama dengan melaporkan setiap orang asing yang menginap di tempatnya. "Daripada kita melakukan penindakan lebih baik mengajak mereka. Sebab apa yang dilakukan WNA bisa merugikan devisa negara, apabila mereka tidak bisa memperoleh izin," tutur Ronny.

Sebelumnya Ditjen Imigrasi kembali melakukan penangkapan terhadap 48 WNA yang diduga menyalahi prosedur izin tinggal. Mereka ditangkap oleh tim Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas 1 Ngurah Rai pada Kamis, 20 Agustus 2015 kemarin. Lokasi penggerebekan dilakukan di Villa Vali Resident, Jalan Goa Gong Nomor 5, Jimbaran, Kuta Selatan.

Mantan Kadiv Humas Polri ini menjelaskan, dari 48 WNA itu, 26 orang diantaranya mempunyai izin resmi berkunjung, sedangkan sisanya 22 tidak ditemukan dokumen kelengkapan untuk tinggal di Indonesia.

"Sementara ini dititipkan di rumah detensi imigrasi Denpasar dengan dugaan melakukan Pasal 122 UU No 6 tahun 2002 tentang Keimigrasian," pungkas Ronny.

Jenderal polisi bintang dua ini juga tak menampik para WNA itu bisa dijerat aturan lainnya. Sebab, dari hasil penangkapan, mereka diduga terlibat dalam jaringan kejahatan dunia maya atau Cyber Crime sindikat internasional.

"Kewenangan Imigrasi bisa dilakukan sambil bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya yaitu Polda Bali, melihat kemungkinan mereka melakukan cyber crime, atau kasus yang lain selain pelanggaran keimigrasian," ujar Ronny.

INDONESIA JADI BASE CAMP PELAKU CYBER CRIME - Dari penangkapan ini ternyata terungkap bahwa Indonesia menjadi lokasi favorit para pelaku kejahatan dunia maya Internasional. Hal itu diketahui dari berbagai pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik kepada warga asing.

Namun ternyata, mereka bukan menyasar warga Indonesia. Melainkan warga asal China untuk menjadi korban kejahatan Cyber Crime tersebut. "Jadi seolah-olah mereka berada di negaranya," sebut Ronny.

Menurut Ronny, hingga saat ini tercatat ada 300 kasus Cyber Crime yang melibatkan warga asing. Mereka kemudian dideportasi ke dan menjalani proses hukum di negaranya masing-masing. "Kita juga kerja sama dengan Kepolisian dan Imigrasi negara mereka (seperti China dan Taiwan)," imbuh Ronny.

Selanjutnya untuk mencegah hal itu terjadi, pihaknya bekerja sama dengan aparat terkait seperti Kepolisian, Badan Intelijen Negara, Kementerian Tenaga Kerja agar kejahatan ini tidak terulang. Pasalnya, diantara mereka yang ditangkap justru tidak mengetahui bahwa mereka dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan.

KASUS LAMA - Ronny juga memaparkan, bahwa perkara pelanggaran izin ini bukanlah pertama kali. Dalam rekapitulasi hingga semester awal yaitu Juni 2015, tercatat sudah 6236 WNA yang bermasalah dan telah dideportasi ke negara asalnya.

Mantan Kapolda Bali ini merinci ribuan warga asing yang dideportasi itu. Mereka berasal dari Bangladesh sebanyak 1072, Myanmar 756 orang, China 604 orang, Thailand 180 orang, Vietnam 159 orang. Selanjutnya dari Malaysia 125 orang, Kamboja 96 orang dan WNA lainnya yang dijumlahkan sebanyak 3244 orang.

Sebelumnya, pihak imigrasi Jakarta Selatan yang bekerja sama dengan aparat Kepolisian menangkap 95 WNA yang diduga melakukan kejahatan Cyber Crime. Dari penangkapan itu, 81 orang diantaranya merupakan warga negara Taiwan dan 14 orang adalah warga negara China.

"Dengan catatan 2 orang menggunakan paspor cina, 12 lain belum diketahui paspor mereka. Saat ini masih dalam proses pendalaman. Lalu 95 WNA ini sudah diamankan di rumah detensi imigrasi Jaksel," jelas Ronny.

Selain itu, ada juga penangkapan terhadap 16 orang warga negara Afrika yang antara lain berasal dari Nigeria, Guinea, Angola. Mereka telah melampaui batas untuk tinggal dan saat ini masih diperiksa secara mendalam di kantor Imigrasi Jakarta Selatan.

Selanjutnya ada juga penangkapan di wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara sebanyak 287 warga asing. Mereka ditemukan bekerja tanpa mempunyai izin. Penyidik Imigrasi saat ini sedang mendalami apakah mereka juga terkait kejahatan lainnya.

"Kakanwil Imigrasi di-back up penyidik pusat sedang mendalami kegiatan mereka. Kita menemukan paspor, ada visa kunjungan, tapi tidak memiliki izin kerja. Kita akan koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Pemda setempat," imbuhnya.


DIDUGA LIBATKAN YAKUZA - Kasus penangkapan sejumlah warga asing yang diduga melakukan kejahatan cyber crime telah berulang kali dilakukan oleh pihak kepolisian. Terakhir penangkapan sekitar 48 warga China di dua lokasi yakni di kawasan Ancol dan di Jl Adiyaksa Raya, Lebak bulus, Jaksel.

Kepolisian juga mengindikasikan, sindikat penipuan online yang melibatkan puluhan WN China di Indonesia itu dikendalikan oleh salah satu organisasi besar di Jepang, yakni Yakuza. Sindikat ini diduga berafiliasi dengan jaringan dari 4 negara di belahan Asia.

Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Tito Karnavian indikasi itu terungkap berkat kerja sama antara Polri dengan kepolisian Taiwan dan China.

"Mereka lakukan penyidikan, ini dilakukan oleh kelompok mafia. Tapi target operasinya adalah yang dari daratan. Kenapa menggerakkan unsur China daratan? karena mereka bisa pakai bahasa dengan aksen lokal, sehingga yang ditipu percaya," kata Tito, Jumat (21/8).

Menurut Tito, mereka merekrut orang-orang dari Taiwan. Ada kelompok organisasi internasional yang sudah operasi di Indonesia, dikoordinir sejumlah warga dari Taiwan, dari mereka Taiwan merekrut warga lokal China daratan dan masuk ke Indonesia.

Kepolisian Taiwan sendiri telah menangkap 8 orang anggota sindikatnya. Dari kelompok itu, polisi Taiwan menyita sepucuk handgun, sejumlah uang mata uang Yen, Bath dan USD senilai miliaran rupiah, serta sejumlah perhiasan berlian dan emas.

Kapolda mengungkapkan sindikat itu tidak hanya melakukan kejahatan penipuan secara online, tetapi juga melakukan kejahatan tindak pidana perdagangan orang, money laundering, dan kejahatan trans nasional.


BANTAH ADA OKNUM BERMAIN - Banyaknya warga asing yang dideportasi memunculkan dugaan lemahnya pengawasan di Indonesia. Dugaan pun muncul adanya keterlibatan oknum pihak Imigrasi

Mengenai hal ini, Ronny membantahnya. Menurut Ronny, para warga asing tersebut masuk melalui cara resmi dengan mempunyai visa dan paspor. Tetapi, dokumen-dokumen itu hanya untuk kunjungan, bukan untuk bekerja.

"Setelah mereka di Indonesia melakukan kegiatan usaha tanpa izin. Ini yang merugikan kita, tidak dapat devisa. Mereka sah, melalui pintu-pintu imigrasi yang resmi," tutur Ronny.

Untuk itu ia mengimbau agar masyarakat melaporkan jika ada warga asing yang tinggal di daerahnya. Apalagi, jika ada kegiatan mencurigakan yang dilakukan para WNA tersebut.

Sementara itu, Direktur Penyidikan dan Penindakan, Mirza Iskandar seusai konferensi pers mengatakan akan lebih memperketat lagi peraturan Keimigrasian di Indonesia. Mirza tak menampik hal itu karena banyaknya kasus pelanggaran izin yang dilakukan para warga asing.

"Nanti kita lihat apa yang salah, apa itu peraturannya atau gimana. Nanti kalau salah kita akan perketat lagi," imbuh Mirza. (dtc)

BACA JUGA: