JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu baru saja melantik lima orang komisioner Komisi Yudisial (KY) yang telah disetujui oleh Komisi III DPR RI. Baru ditetapkannya lima orang komisioner KY itu dinilai menyisakan persoalan. Pasalnya, dalam mekanisme yang telah diatur oleh UU Komisi Yudisial, setiap keputusan yang ditetapkan oleh KY harus diambil melalui mekanisme rapat pleno yang harus dihadiri oleh minimal lima orang anggota komisioner.

Komisioner KY sendiri ditetapkan UU seharusnya berjumlah total 7 orang. Dengan demikian, kekurangan dua orang komisioner KY itu dinilai akan mempengaruhi kinerja lembaga negara yang khusus bertugas dalam mengawasi pelaksanaan kode etik hakim di pengadilan itu. KY pun dinilai berada dalam kondisi sekarat dan terancam runtuh.

Mantan Komisioner KY Imam Anshori Soleh mengatakan, dengan baru dilantiknya lima orang Komisioner KY terpilih otomatis akan mempengaruhi kenerja KY ke depan. Ia menegaskan, dengan posisi lima orang itu, komisioner KY terpilih belum bisa menentukan Ketua dan Wakil Ketua KY secara definitif.

Hal itu disinyalir akan memperlambat komisioner dalam mengambil sebuah keputusan yang sifatnya strategis. "Ya dengan 5 orang komisioner, KY belum bisa berbuat banyak. Karena pasti belum ada ketua dan wakil ketua definitif," kata Imam Anshori melalui pesan singkat yang diterima gresnews.com, Selasa (22/12).

Ia menambahkan, dengan komposisi kepemimpinan saat ini, lembaga pengawas pelaksanaan kode etik hakim itu dipastikan tidak akan dapat menyusun program jangka pendek dalam waktu dekat ini. Dengan demikian, lanjutnya, dapat dipastikan bahwa kinerja KY ke depan pasti tidak akan efektif. "Karena 5 orang belum bisa menyusun program jangka pendek. Pekerjaan belum bisa terbagi secara merata," ujarnya menegaskan.

Dalam kesempatan berbeda, salah satu staf Humas KY yang namanya tidak mau disebutkan mengatakan hal yang sama. Ia menyatakan, belum lengkapnya formatur komisioner KY saat ini sudah pasti akan mempengaruhi kinerja komisi. Menurutnya, Undang-Undang Komisi Yudisial telah mengatur mekanisme pengambilan keputusan oleh komisioner KY melalui rapat pleno komisioner KY.

"Karena memang peraturannya mengatakan demikian, jadi karena sekarang baru lima orang yang dilantik saya rasa demikian (mempengaruhi kinerja KY-red)," kata perempuan yang enggan diungkapkan identitasnya itu kepada gresnews.com di kantornya, Senin (21/12).

Lebih jauh ia katakan, hingga saat ini lima orang komisioner yang baru saja dilantik oleh Presiden Jokowi beberapa hari lalu itu belum efektif bekerja di Gedung yang berada di sekitar Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat itu. Alasannya, mereka masih menunggu dua orang nama komisioner lainnya yang hingga hari ini masih belum jelas apakah bakal diajukan atau tidak.

"Tadi lima orang komisioner itu datang cuma untuk berinteraksi di sini saja, belum melakukan kerja-kerja. Karena memang masih menunggu dua orang komisioner lagi mas," jelasnya memaparkan.

Ia menambahkan, dengan baru ditetapkannya lima orang komisioner terpilih itu, ia mengaku tidak bisa memastikan apakah kinerja KY kedepan dapat diselesaikan hanya dengan lima orang komisioner terpilih itu saja, atau tidak.

"Yang pasti saat ini cukup banyak kasus yang ditangani oleh KY. Bagaimana nanti, saya juga masih belum tahu bagaimana formatur penyelesaian perkara jika hanya dengan lima orang komisioner ini," pungkasnya.

TIDAK TERLALU SIGNIFIKAN - Terkait masalah ini, pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, dengan baru dilantiknya lima orang Komisioner KY beberapa waktu lalu tidak terlalu mempengaruhi kinerja KY secara signifikan. "Kalau sedikit mempengaruhi iya, tapi kalau itu dijadikan alasan sehingga KY tidak bisa menjalankan kerja-kerjanya tidak juga," kata Margarito melalui sambungan seluler kepada gresnews.com.

Ia menambahkan, secara teknis mungkin saja akan berpengaruh, akan tetapi kurangnya komisioner bagi KY itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk komisioner yang baru dilantik untuk tidak melakukan kerja-kerja. Kendati demikian, ia pun meminta agar DPR RI segera menindaklanjuti dua nama calon komisioner yang sudah diajukan oleh pemerintah beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, salah satu Komisioner Komisi Yudisial (KY) Abbas Said mengatakan, kinerja lembaganya pada masa mendatang bakal mengalami hambatan mengingat, pemerintah baru melantik lima orang komisioner dari ketentuan tujuh orang sesuai dengan UU Komisi Yudisial. Lima komisioner itu menurut Abbas belum ideal, sebab dalam ketentuan UU KY, pleno komisioner KY harus digelar dengan minimal lima komisioner.

Artinya, kalau salah satu komisioner sakit, pleno tidak bisa dilakukan. "Kalau salah satu ada yang sakit tidak bisa memutus, ini yang menghambat," kata Abbas, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/12) lalu.

Dalam kesempatan terpisah, pakar Hukum Tata Negara Refli Harun mengatakan, dua nama yang saat ini belum melewati tahap uji kelayakan atau fit and propertest oleh Komisi III DPR RI harus segera dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lembaga yudisial tersebut. "Ini kan hanya persoalan waktu saja, saya pikir dua nama yang sudah diajukan oleh pansel KY itu ke DPR harus segera diselesaikan," kata Refli Harun kepada gresnews.com.

Hal itu dinilai sangat penting guna efektivitas kinerja lembaga pengawas etik hakim tersebut. Dua nama yang saat ini menunggu jadwal fit and propertest dari Komisi III DPR RI adalah Aidul Fitriciada Azhari dan Jaja Ahmad Jayus.

Diketahui sebelumnya, akhir Oktober lalu, Komisi III DPR RI menolak dua dari tujuh nama calon komisioner KY yang diajukan Presiden Jokowi. Dua nama yang ditolak adalah Wiwiek Awiati dan Haryono. Wiwiek memiliki background sebagai akademisi di salah Perguruan Tinggi di Indonesia, sementara Haryono adalah mantan Hakim.

Dalam uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test Komisi III DPR RI menolak keduanya karena dianggap tidak memenuhi unsur integritas sebagai pimpinan. Sementara, lima nama yang diterima dan kini sudah resmi menjabat sebagai komisioner KY adalah Maradaman Harahap, Sukma Violetta, Sumartoyo, Joko Sasmito, dan Farid Wajdi.

Dari kelima nama tersebut, unsur mantan hakim diwakili dua nama, yaitu Joko Sasmito yang tercatat sebagai mantan Hakim Pengadilan Militer, dan Maradaman Harahap yang dikenal sebagai mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kota Semarang.

Sementara unsur praktisi hukum diwakili Sumartoyo dan Farid Wajdi yang berprofesi sebagai advokat. Nama terakhir, Sukma Violetta, mewakili unsur masyarakat dan memiliki latar belakang sebagai Tim Asistensi Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI.

HARUS SEGERA BEKERJA - Meski formasi komisioner KY masih belum lengkap, namun para komisioner KY yang sudah dilantik, sejatinya tidak bisa bersantai. Pasalnya mereka sudah ditunggu beberapa kasus pelanggaran etika oleh hakim yang harus segera disidangkan.

Ada tiga sidang etik atau yang biasa dikenal dengan majelis kehormatan hakim (MKH) yang harus segera dilaksanakan yaitu dua sidang etik kasus dugaan korupsi dan satu sidang etik kasus dugaan tindak asusila. Duduk sebagai terlapor dalam 3 sidang etik itu ialah para hakim pengadilan negeri.

"Jadi, bapak ibu yang baru nanti akan menghadapi 3 sidang MKH, 2 kasus korupsi dan 1 kasus asusila," ucap komisioner KY periode 2010-2015, Taufikurahman Syahuri, dalam pisah sambut komisioner KY, di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta, Jumat (18/12).

Taufik tidak mau mengungkap siapa para hakim nakal yang akan segera duduk di kursi MKH. Menurut Taufik, 3 hakim yang diduga melanggar kode etik direkomendasikan sanksi pemecatan. "Mohon supaya bisa ditindaklanjuti dengan baik," imbuhnya.

Komisioner KY yang baru menjabat, Farid Wajdi, mengatakan, KY jilid III siap melaksanakan sidang tersebut dengan baik. Dirinya juga mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan adaptasi karena baru duduk di kursi KY.

"Tentu kami akan pelajari pola nya terlebih dahulu. Jadi kita adaptasi terlebih dahulu," ucap Farid di kesempatan yang sama.

"PERTEMPURAN" DENGAN MA - Selain itu, para komisioner baru KY juga masih harus menghadapi perseteruan kronis dengan Mahkamah Agung. Apalagi baru-baru ini, para hakim yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang dimotori hakim agung, juga melakukan move untuk mengambil kewenangan KY.

Mahkamah Agung (MA) telah mengusulkan RUU Jabatan Hakim yang salah satu isinya adalah memberikan kewenangan terhadap Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) untuk memberikan rekomendasi hukuman ke hakim. Hal ini dinilai sebagai langkah MA untuk mempreteli KY karena kewenangan itu sudah dimiliki KY.

Taufiqurrohman Syahuri sendiri menilai, langkah IKAHI yang didukung MA itu melangkahi KY. "Saya rasa gerakan Ikahi akhir-akhir ini yang cenderung ke arah menutup pintu keterbukaan dan menganggap dirinya paling berwenang merekrut hakim serta mengawasi serta mengusulkan sanksi etik hakim perlu diberikan masukan sebaliknya oleh masyarakat penggiat atau masyarakat pencinta kehakiman," katanya, Selasa (22/12).

Dalam naskah akademik yang disusun Litbang MA, disebutkan dalam Pasal 89 bahwa hakim memiliki organisasi tunggal yang bernama Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) dengan tujuan turut serta membentuk hakim yang luhur.

Dalam Pasal 91 huruf c lalu disebutkan: "Dalam mencapai tujuan tersebut Ikahi memiliki fungsi memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik hakim terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi".

"Persepsi bahwa KY bukan pelaksana kekuasaan kehakiman itu hanya dapat dipahami apabila kehakiman itu hanya diidentikan dengan peradilan hukum, namun sesungguhnya istilah kehakiman itu adalah yudikatif atau yudisial, artinya bukan hanya peradilan hukum semata, tetapi dapat juga termasuk peradilan etik," ujar Taufiq.

Usulan ini diluncurkan dalam sebuah seminar akhir bulan November lalu di Hotel Mercure, Mangga Besar. Hadir dalam peluncuran itu Ketua MA Hatta Ali, dua Wakil Ketua MA Suwardi dan M Saleh serta pejabat teras MA.

"Jadi sejak konstitusi kita mengadopsi norma etik yakni larangan berbuat tercela yang bisa dijadikan alasan utk memberhentikan pejabat negara seperti presiden dan wakil presiden dan hakim, maka istilah kekusaan kehakiman itu terdiri atas kekuasaan peradilan hukum yang dilaksanakan oleh MA dan MK, dan kekuasaan peradilan etik (hakim) yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial," ujar Taufiq. 

Langkah MA ini juga dinilai bertentangan dengan konstitusi lantaran KY dibentuk oleh UUD 1945 dalam Bab Kekuasaan Kehakiman. Ke depan, Taufiq memiliki mimpi besar bagi Indonesia yaitu KY menjadi cikal bakal Mahkamah Etik.

"Ke depan peradilan etik sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman di bidang etik perlu dibentuk Mahkamah Etik Nasional yang tempatnya tetap di Bab Kekuasaan Kehakiman," pungkas Taufiq yang purnatugas di KY akhir pekan lalu. (Gresnews.com/Rifki Arsilan/dtc)

BACA JUGA: