JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima gratifikasi saat menjabat sebagai anggota DPR dan tindak pidana pencucian uang. Hartanya yang senilai ratusan miliar pun dirampas untuk negara.

Sebelumnya terdakwa yang berstatus terpidana ini telah terbukti bersalah dalam kasus korupsi Wisma Atlet, Pelembang. Bos Permai Group ini telah dijatuhi hukuman 4 tahun 10 bulan penjara. Namun dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukumannya menjadi 7 tahun penjara.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pun kembali menghukum mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu, selama 6 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar atau kurungan selama satu tahun.

"Menyatakan terdakwa Muhammad Nazaruddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang  sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu primer, kedua primer dan dakwaan ketiga," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo, Rabu (15/6).

Dakwaan primer dimaksud majelis hakim adalah Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kemudian untuk pencucian uang Nazar terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Selanjutnya dakwaan ketiga yaitu Pasal 3 Ayat (1) huruf a, c, dan e Undang-Undang nomor 12 tahun 2002.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan 1 tahun," terang Ibnu.

Dalam keputusannya hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan hukuman Nazar, diantaranya perbuatan Nazar bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas tindak pidana korupsi, serta jumlah uang atau barang yang dikorupsi cukup banyak.

Sementara hal-hal yang meringankan disebutkan hakim, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, telah dijatuhi hukuman pidana, mengakui perbuatannya, punya tanggungan keluarga dan merupakan Justice Collaborator.


PEMBELIAN SAHAM - Hakim anggota Ugo sempat memaparkan hasil-hasil korupsi dan gratifikasi saat Nazar duduk sebagai anggota Banggar DPR dicuci untuk pembelian saham beberapa perusahaan besar. Diketahui Nazar, mendapat beberapa fee dari pengurusan proyek-proyek pemerintah dari perusahaan kontraktor melalui perusahaannya PT Permai Group.


"Kurun waktu 2010 Permai Grup telah menerima fee dari PT DGI untuk proyek Wisma Atlet Rp4 miliar dan seterusnya, Waskita Karya Rp13 miliar, Adi Karya Rp3 miliar, Odi dan kawan-kawan Rp33 miliar, Awin Rp14 miliar, Pandu Persada Konsultan Rp1 miliar. Saldo per tanggal 30 Desember 2010 yang tersimpan di brankas E PT Permai Grup Rp1,15 triliun," kata Ugo.

Pendapatan-pendapatan itu, menurut hakim, kemudian digunakan untuk pembelian sejumlah saham. Diantaranya pada 17 Juni 2011 ada pembelian saham PT Garuda Indonesia sejumlah 163.831.500 lembar saham yang dijual melalui Recapital Sekuritas oleh perusahaan yang berada di bawah naungan Permai Group. Harga per lembarnya Rp550 sehingga total pembelian lebih dari Rp90 miliar.

Selanjutnya ada lagi pembelian saham sebanyak 298.360 ribu lembar serta pada 7 Februari 2011 kembali dilakukan pembelian saham sebanyak 99.152.500 lembar sehingga total pembelian sekitar Rp30 miliar.

"Sebagian saham dijual di Pasar bebas melalui Mandiri Sekuritas, 5.619.500 lembar harga Rp530/lembar dan setelah dipotong dengan fee dan pajak menjadi penjualan bersih Rp2,9 miliar dan seterusnya," kata Hakim Ugo.

Tak hanya itu, penjualan saham kembali dilakukan dengan harga yang lebih rendah sehingga Nazaruddin pun merugi. Dan dalam proses persidangan, Nazaruddin diketahui sempat marah dan meminta agar uangnya dikembalikan.

"Penjualan saham Garuda Indonesia berkode GIA yang dijual di Pasar bebas melalui Mandiri Sekuritas sebanyak 94.708.500 lembar saham dan sisanya 4.448.500 lembar saham masih belum terjual. Hasil uang penjualan dilakukan pembukuan di rekening Bank Standard Charter," imbuh Ugo.

Kemudian ada lagi beberapa pembelian saham sejumlah perusahaan terkemuka seperti PT Krakatau Steel, PT Gudang Garam, PT Berau, Bank Mandiri, serta BNI. Namun hakim Ugo tidak memaparkan lebih jauh karena telah terlampir dalam amar putusan.

"Unsur menempatkan mentransfer, mengubah bentuk mata uang atau surat berharga terpenuhi," pungkas Ugo.


SEBAGIAN ASET DIKEMBALIKAN - Namun tidak semua permintaan penuntut umum  untuk menyita harta milik Nazar dikabulkan majelis. Ada beberapa aset Nazaruddin yang dikembalikan karena didapat dari hasil yang sah dan bukan dari hasil korupsi. Aset tersebut sebagian besar berasal dari warisan keluarga.

"Bahwa atas harta warisan, terdakwa menggunakannya sebagai modal usaha dan untuk membeli aset-aset lain pada saat mengembangkan modal tersebut," kata Hakim Anggota Sofiyaldi.

Pada 2004 hingga 2005, Nazar telah memiliki harta sebesar Rp195 miliar. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada istrinya, Neneng Sri Wahyuni yang diinvestasikan melalui beberapa cara. Pertama deposito, pembelian perkebunan, polis asuransi, investasi apartemen, perumahan untuk dijual kembali, serta beli rumah untuk dijual kembali.

Uang-uang tersebut dianggap halal dan sama sekali tidak berasal dari hasil korupsi. Diantara aset-aset tersebut adalah PT Panahatan dengan aset Rp22 miliar, membeli rumah di Pejaten Rp15 miliar, membeli tanah di Jalan H. Abdullah Syafei Rp7 miliar.

Kemudian membeli ruko di Sudirman sebesar Rp900 juta, ada ruko lainnya sebesar Rp190 juta, membeli apartemen di Taman Rasuna Rp800 juta, membeli ruko di Bekasi pada 2008 dan 2009 sebanyak Rp560 juta. "Pada 2008 istri terdakwa mendepositokan uang Rp36 miliar di BRI," kata Hakim Sofiyaldi.


ALASAN DIKEMBALIKAN - Setidaknya ada 6 aset penting milik Nazar yang dikembalikan oleh majelis, seperti dibacakan oleh Hakim Sofiyaldi beserta alasan-alasannya :

1. Satu bidang tanah berupa lahan perkebunan kelapa sawit beserta bangunan di atasnya seluas 2.500 hektar.

Aset ini berada di kelurahan Pematang Hulu Riau yang merupakan aset PT Panahatan yang telah dilakukan penyitaan oleh KPK, berikut satu unit traktor dan rekening Bank Mandiri atas nama PT Panahatan total saldo Rp1,88 miliar yang diblokir KPK, berdasarkan surat bukti RUPS PT Panahatan ada peralihan aset ke pemilik baru. Dengan demikian, aset-aset yang ada dalam PT tersebut menjadi hak pemilik baru.

PT Panahatan tidak termasuk sebagai perusahaan yang digunakan untuk mengikuti proyek tender pemerintah/perusahaan yang digunakan untuk membayarkan/pembelian saham. Serta tidak ada satu bukti surat pun yang menyebutkan pernah menerima transfer uang dari rekening Permai Grup. Selain itu, perolehan tanah dan aset-aset diperoleh sejak Februari 2008 sebelum Nazar  menjadi anggota dewan.

2. Terkait tanah dan bangunan di Pejaten No.7 dan 7A atas nama Neneng Sri Wahyuni,

Jika dihubungkan dengan keterangan saksi a de charge Faisal Haris. Telah terjadi akta pengikatan jual beli dari Faisal kepada Neneng. Dimana Faisal telah menerima panjar pada akhir 2004 Rp200 juta dan nilai jual beli disepakati Rp15 miliar akan dibayar secara bertahap. Dengan demikian, diperoleh fakta bahwa pembelian tanah dan bangunan diperoleh sebelum menjabat sebagai penyelenggara negara/anggota DPR. Hal tersebut juga didukung dengan keterangan saksi lain,yaitu terdakwa menerima banyak warisan dari orang tuanya sebagai pengusaha sukses pada zamannya, sehingga ini dapat dijadikan petunjuk bahwa terdakwa mampu membeli rumah di Pejaten sebelum menjabat sebagai anggota DPR. Oleh karena itu beralasan secara hukum untuk dikembalikan kepada saksi Neneng.

3. Terkait rumah susun di Menteng Atas yang dikenal sebagai Rusun Taman Rasuna.

Berdasarkan keterangan saksi Antonius Setiawan selaku pemilik rusun, pada Februari 2009 telah dijual kepada Neneng dengan harga Rp750 juta. Maka secara hukum telah dapat dibuktikan 1 unit rusun tersebut telah diperoleh sebelum diangkat sebagai anggota DPR.

4. Terkait aset properti rumah di Sutra Palma di Perumahan Alam Sutra.

Berdasarkan keterangan saksi Lilia Setiprawati, pada 16 November 2008 dipesan/diinden oleh Mujahidin Nurhasyim dan membayar uang muka Rp10 juta. Harga jual unit rumah tersebut Rp1,44 miliar dengan diskon Rp72 juta. Hingga kini kepemilikan masih atas nama Muhajidin Nurhasyim, Adik kandung Nazar.

Menurut hakim memperhatikan keterangan saksi Lilia dan dokumen jual beli, maka untuk melindungi pihak ketiga yang beritikad baik, sudah sepantasnya unit rumah tersebut harus dikembalikan kepada Mujahidin Nurhasyim.

5. Terkait barang bukti polis asuransi AXA Mandiri atas nama Neneng dan nama tertanggung M Syarif Hidayatullah.

Efektif polis 9 Juli 2009, saldo investasi per Februari 2005. Mengingat tempus delicti (waktu terjadinya suatu kejadian) polis tersebut sebelum Nazar dilantik sebagai anggota DPR, maka beralasan hukum untuk dikembalikan.

6. Terkait barang bukti satu buah jam tangan dalam keadaan kaca pecah. Karena merupakan warisan dari almarhum orang tua Nazaruddin, maka sudah sewajarnya lah dikembalikan kepada Nazaruddin.

Berdasarnya pertimbangan hukum di atas maka majelis berpendapat cukup beralasan permohonan Nazar agar beberapa asetnya dikembalikan. Karena aset-aset tersebut merupakan harta warisan dari orang tuanya yang dikembangkan dalam bentuk investasi dan usaha.

Sedangkan aset-aset dan harta benda yang pada awalnya atas nama Nazaruddin kemudian dipindahnamakan kepada pihak lain, majelis sependapat dengan penuntut umum agar disita dan dirampas untuk negara. Sebab aset tersebut didapat dari hasil korupsi dari fee proyek saat ia menjadi anggota dewan.

"Demikian pula saham-saham PT Garuda, PT Mandiri, PT Krakatau Steel, PT Gudang Garam, dan uang-uang dalam rekening grup perseroan terbatas di bawah kendali terdakwa dinyatakan dirampas untuk negara," tutur Hakim Sofiyaldi.

Saat diminta tanggapan oleh majelis hakim mengenai putusan ini, Nazar langsung menerima. Ia berkata tidak akan melakukan langkah hukum selanjutnya berupa banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sebab ia pun mengakui bahwa sebagian harta-harta tersebut memang bukan diperoleh dari jalan yang benar.

"Saya ikhlas, seikhlas-ikhlasnya. Saya menerima apa pun keputusan majelis, saya gak niat banding atau pun memprotes putusan," tutur Nazar.

Sedangkan penuntut umum KPK yang diwakili Kresno Anto Wibowo memilih pikir-pikir selama 7 hari. "Kami akan melakukan tenggat waktu ini untuk pikir-pikir," tutur Kresno.

Usai sidang, Kresno memperkirakan bahwa harta Nazar yang disita untuk negara dipastikan jumlahnya cukup banyak meskipun beberapa asetnya dikembalikan majelis hakim. Saat ditanya apakah jumlahnya lebih dari Rp550 miliar, Kresno mengamininya walaupun pihaknya belum melakukan penghitungan secara langsung.

"Kami memang belum menghitung dan mendapatkan jumlah pasti. Tapi perhitungan secara kasar sekitar itu," ujar Jaksa Kresno.

Total harta kekayaan yang dituntut KPK untuk dirampas ke negara dari tangan Nazaruddin mencapai Rp600 miliar. Menurutnya, sekitar Rp50 miliar lagi harta kekayaan dikembalikan kepada Nazaruddin. Ia menjelaskan, jumlah harta yang disita untuk negara itu akan dihitung oleh Satgas Barang Bukti KPK. Nantinya, proses eksekusi harta yang dirampas untuk negara akan dihitung secara rinci.

BACA JUGA: