JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri keterlibatan pihak swasta dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Sejumlah pengusaha dari konsorsium yang menangani proyek tersebut diperiksa oleh tim penyidik.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan KPK memeriksa pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong dan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo. Pemeriksaan dilakukan ‎untuk mendalami peran keduanya.

Khusus untuk Andi Agustinus, Yuyuk mengakui adanya dugaan aliran dana yang diberikan terkait kasus e-KTP kepada sejumlah pihak. "Diperiksa sebagai saksi S (Sugiharto), pengusaha yang diduga ada aliran dananya dalam konsorsium proyek e-KTP," kata‎ Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/11) petang.

Saat ditanya apakah aliran uang dimaksud adalah Rp10 miliar yang diduga diberikan kepada mantan Dirjen Dukcapil Irman, Yuyuk enggan menjelaskannya. "Sedang didalami penyidik mengonfirmasi perannya seperti apa akan ada keterangan dan saksi-saksi lain dari konsorsium tersebut,"ujarnya.

Tak hanya itu, Yuyuk juga enggan berkomentar mengenai adanya kabar jika Andi Agustinus atau Andi Narogong merupakan salah satu yang tengah dibidik tim penyidik. "Mengenai materi pemeriksaan jadi kewenangan penyidik sedang didalami perannya tidak bisa menyimpulkan pasal mana karena sedang berlangsung pemeriksaan," terang Yuyuk.

Begitupun saat ditanya apakah pemeriksaan Andi menjadi pintu masuk untuk menjerat pihak lain dalam hal ini para anggota dewan, Yuyuk enggan mengutarakan hal tersebut karena merupakan salah satu strategi dalam proses penyidikan.

Pentingnya keterangan dari Andi Agustinus ini tentu menjadi kekhawatiran tersendiri apalagi jika ia bisa saja kabur keluar negeri. Yuyuk juga belum bisa memastikan apakah yang bersangkutan telah dicegah bepergian keluar negeri. "Besok aku cek dulu ya cegahnya," tutur Yuyuk.

PERAN ANDI - Nama Andi Agustinus atau Andi Narogong bukanlah hal baru dalam kasus e-KTP. Nama ini pada mulanya muncul dari keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Nazar, diketahui merupakan peniup peluit (Whistle Blower) dalam korupsi dengan anggaran senilai Rp6 triliun tersebut.

Pengacara Nazaruddin, Elza Syarief mengatakan jika posisi Andi Agustinus atau Andi Narogong adalah pelaksana yang memberi suap bersama dengan Andi Septinus. "Dari pelaksananya AN, terus AS, termasuk Nazaruddin juga terlibat. Terus GA, EG," kata Elza Syarief mengutip pernyataan kliennya, Nazaruddin, di Gedung KPK Jakarta, 27 Agustus 2013 lalu.

Elza juga menjabarkan kronologi rekayasa kasus e-KTP berdasarkan pengakuan kliennya;

· Rekayasa spesifikasi dan proses tender diatur oleh Andi Septinus. Andi kakaknya Dedi Priyono. Kantor Dedi di Ruko Graha Mas Fatmawati Blok B No 33-35 menjadi pusat operasional pengaturan spesifikasi antara rekanan dan pegawai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

· Pada 1 Juli 2010 - Februari 2011 dimulai pengaturan spesifikasi antara pemerintah dan rekanan. Semuanya telah disiapkan, spek maupun rekayasanya, antara Andi bersaudara dan konsorsium termasuk juga staf Kemendagri.

· PT Quadra dimasukkan sebagai salah satu peserta konsorsium karena perusahaan itu milik teman Direktur Jenderal Adiministrasi Kependudukan (Minduk) Kemendagri yaitu Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Dirjen Minduk punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa Rp2 miliar.

· Panitia tender mulai Juli 2010 - Februari 2011 beberapa kali menerima uang dari Andi Narogong dan konsorsium pada Juli 2010. Andi Narogong memberi uang Rp10 miliar kepada Irman sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).

· Pada September 2010 dia juga memberikan untuk persiapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia di Kemendagri karena anggaran sudah yang disepakati DPR akan diturunkan dan segera disahkan APBN 2011. Andi Septinus mengantar uang ke gedung DPR lantai 12 untuk dibagikan ke pimpinan Komisi II, Anggota Banggar Komisi II dan pimpinan Banggar sebesar 4 juta dolar AS.

· Pada Desember 2010, terjadi pertemuan di rumah (Setya) Novanto yang dihadiri oleh Khairuman Harahap, Andi Septinus, seluruh direktur utama konsorsium serta Nazaruddin untuk membicarakan finalisasi commitment fee.

· Pada Januari 2011, terjadi pertemuan di Equity Tower lantai 20 (kantor Novanto) yang dihadiri oleh Novanto, Andi Septinus, Paulus Tanos, Khairuman, Anas Urbaningrum, Nazaruddin, dan seluruh direktur utama konsorsium untuk membicarakan finalisasi commitment fee.

· Pada Desember 2010, untuk menyambut tahun baru, panitia tender meminta uang kepada Andi Septinus. Andi menyiapkan amplop dengan uang total hampir senilai US$700 ribu yaitu untuk anggota panitia (US$50 ribu), sekretaris panitia (US$75 ribu), Ketua Panitia Drajat Wisnu (US$100 ribu), PPK bernama Sugiarto (US$150 ribu), Plt Dirjen Irman (US$200 ribu), Sekjen Dian A. Seluruh uang itu diserahkan di Hotel Millenium di Tanah Abang, Jakarta.

· Setelah diputuskan kelompok konsorsiumnya, tujuh hari sebelum pengumuman, Andi Septinus dan Dedi Priyono memanggil PPK, ketua panitia dan sekretaris panitia untuk memfinalisasi rekayasa dan spesifikasi tender yang dihadiri oleh seluruh direktur utama konsorsium yaitu Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthapurtra. Saat panitia dan pimpinan proyek pulang, sudah disiapkan uang "angpao" sebesar 500 ribu dolar AS oleh Andi Septinus yang dikumpulkan dari seluruh anggota konsorsium.

· Semua konsorsium mempunyai peran masing-masing. PT PNRI mencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas bimbingan dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) dan PT Paulus Tanos mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.

· Salah satu peserta konsorsium, PT Sandipala, merupakan perusahaan yang baru dibeli seharga Rp15 miliar dari Harry Sapto oleh pengusaha bernama Paulus Tenos, yang merupakan teman akrab Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Sejak Gamawan masih Gubernur Sumatera Barat, Paulus sering menangani proyek listrik di Sumatera Barat.

· PT SAP semula perusahan yang biasa mencetak KTP, ijazah, visa, ATM, raport, dan passport. Karena selalu merugi dan tidak dapat lagi menerima order cetakan dari pemerintah karena sudah dihukum, maka pemiliknya bernama Hary Sapto menjual perusahaannya kepada Paulus Tenos seharga Rp 15 miliar.

· Saat konsorsium PT PNRI memenangkan tender e-KTP, maka perusahaannya sebagai perusahaan security printing yang beralamat di Jalan Narogong kilometer 15 Cibinong, Jawa Barat, sangat sibuk. Saat ini Direktur Utama PT SAP bersama putrinya bernama Catherina Tanos masuk dalam daftar buron di portal interpol dan diduga bersama keluarganya bersembunyi di Singapura.

· PT PNRI memenangkan tender dengan penawaran harga Rp 5,8 triliun. Para pesaingnya mengajukan penawaran antara Rp 4,7 triliun- Rp 4,9 triliun yaitu konsorsium Telkom dan konsorsium Solusindo.

· Putusan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (PKPU) menunjukkan adanya persekongkolan dengan bentuk: Horizontal yaitu kesamaan kesalahan pengetikan dokumen penawaran, kesamaan produk sekitar 70 persen, kesamaan jumlah produk yang ditawarkan oleh konsorsium PNRI dan Astra Graphia serta kesamaan isi dan nilai dari beberapa butir dalam kolom analisa, harga satuan peralatan per jam ke jam dari PT Pagar Siring Grup, PT Yala Persada Angkasa, PT Budindah Mulya Mandiri, PT Tanjung Nusa Persada.

· Persekongkolan dalam bentuk vertikal yaitu panitia tender, konsorsium PNRI dan Astra Graphia, melakukan tindakan post biding dan melakukan interaksi di luar jam kerja, pantia tender melakukan fasilitasi terlapor konsorsium PNRI sebagai pemenang terder. Putusan KPPU pun merekomendasikan Kemendagri memberikan sanksi kepada pejabat panitia tender E-KTP, memberikan putusan denda kepada PNRI sebesar Rp20 miliar dan Astra Graphia Rp4 miliar.

Johan Budi Sapto Pribowo yang ketika itu masih menjabat sebagai Juru Bicara KPK mengakui jika pihaknya telah menggeledah sejumlah lokasi termasuk rumah Andi di Central Park, Kota Wisata Cibubur, Jakarta Timur. "Penggeledahan berlangsung sejak Pukul 11.00, 24 April (2014) hingga saat ini," kata Johan kala itu.

BACA JUGA: