JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengembangkan dugaan korupsi pengadaan mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II ke Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Untuk penyelidikan pidana pencucian uang ini, Bareskrim telah menggandeng PPATK untuk menelusuri aliran dan transaksi dari proyek tersebut.

Sebelumnya Bareskrim menyidik PT Pelindo II terkait proses pengadaan 10 unit mobile crane pada anggaran 2012 sebesar Rp54 miliar karena pengadaannya dinilai tak wajar. Sebab dalam proses pengadaan diketahui harga satuan mobile crane sesuai spesifikasi yang dibeli Pelindo II hanya sekitar Rp2,4 miliar. Jika dibelikan 10 unit maka nilainya Rp45 miliar. Ada lebih Rp10 miliar.

Penyidik meyakini dalam proses pengadaan itu  telah terjadi pelanggaran ketentuan sehingga negara dirugikan. Oleh karenanya penyidik Bareskrim juga mulai menelisik dugaan aliran dana dari proyek ini ke sejumlah pihak.

Kepala Sub Direktorat Money Laundring Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Golkar Pangarso mengatakan dalam penyelidikan pidana pencucian uang itu pihaknya bekerja sama dengan PPATK, untuk tengah menelusuri aliran dana pihak terkait, termasuk tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini, yaitu Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II, Ferialdy Noerlan.

"Iya kita sedang telusuri aliran dana, termasuk ke tersangka," kata Golkar saat dihubungi gresnews.com Rabu (25/11).

Pada pemeriksaan Ferialdy Senin (23/11), penyidik memastikan terkait fungsi dan tugasnya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan mobile crane tersebut. Ferialdy diperiksa perdana sebagai tersangka kasus ini. Bareskrim menyatakan selain Ferialdy, penyidik bakal menetapkan tersangka lain dalam kasus pengadaan.

Sebelumnya, penyidik telah dua kali memeriksa Direktur Utama Pelindo II RJ Lino. Namun penyidik enggan mengungkapkan detil materi pemeriksaan. Lino usai diperiksa penyidik mengaku sempat ditanya soal kewenangannya sebagai Dirut dalam kasus ini.

Disinggung mengenai apakah penelusuran juga dilakukan terhadap keuangan RJ Lino, Golkar enggan menyebutkan. Meski demikian dirinya meyakinkan semua pihak terkait akan ditelusuri aliran dananya. "Kita lihat nanti, tunggu penyelidikannya," kata Golkar.

PENGADAAN WEWENANG PUSAT - Namun Pihak Pelindo II menegaskan pengadaan 10 mobile crane telah sesuai prosedur. Sangkaan pengadaan ini tidak sesuai kebutuhan pelabuhan cabang juga dinilai tidak tepat. Sebab soal kebutuhan alat bongkar muat pelabuhan merupakan kewenangan direksi bukan pejabat pelabuhan.

"Yang bilang tidak membutuhkan siapa? Yang menentukan kan direksi, cabang tidak punya wewenang," kata kuasa hukum Pelindo II Fredrich Yunadi beberapa waktu lalu.

Sementara Ferialdy usai diperiksa memilih bungkam. Fieraldy mengaku dirinya hanya sebagai petugas teknis dalam pengadaan mobile crane tersebut. "Jangan tanya saya, saya enggak tahu, saya hanya petugas teknis. Tanya pengacara saja," kata Fieraldy yang keluar di Bareskrim didampingi beberapa kuasa hukumnya termasuk Fredrich.

Mantan kuasa hukum Komjen Budi Gunawan ini enggan membeberkan materi pemeriksaan atas kliennya. Dia hanya menyebutkan ada 18 pertanyaan yang ditanyakan kepada Ferialdy seputar pengadaan mobile crane dan struktur organisasi di Pelindo II.

Lino sendiri dalam sejumlah kesempatan mengatakan bahwa pengadaan 10 unit mobile crane telah  sesuai  prosedur  sejalan dengan bisnis perusahaan. Bahkan, sebelumnya Pelindo juga telah melaksanakan rekomendasi, sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.

Menurut Lino pengadaan itu berawal pada 2011. Pelindo mengadakan lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit mobile crane dengan anggaran Rp 58,9 miliar. Pengadaan itu, menurutnya, dalam rangka meningkatkan produktivitas, khususnya kecepatan penanganan barang di pelabuhan.

"Pengadaan mengikuti SK Direksi Pelindo tentang prosedur dan tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pelindo. Dasar penggunaan SK Direksi adalah PP Nomor 45 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor 5 Tahun 2008," kata RJ melalui  rilisnya  di Bareskrim, Senin, (9/11).

Lelang pertama, disebutkan dilakukan pada Agustus 2011. Lelang itu diikuti  lima perusahaan, yakni PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa, dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd. Namun lelang itu dianggap gugur, karena penawaran harga vendor untuk  alat tertentu (khusus kapasitas 65 ton) masih lebih tinggi dibandingkan harga perkiraan sendiri (HPS).

Sehingga diadakan lelang kedua,  pada November 2011  diikuti enam peserta, yaitu PT Altrax 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa, Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd., dan PT Ifani Dewi. Tapi hanya tiga perusahaan yang hadir pada tahap berikutnya. Hasil rekapitulasi, evaluasi dan penelitian dokumen administrasi serta teknis dinyatakan hanya Guanxi Narishi yang lulus dan Ifani Dewi tidak.

Karenanya Guanxi Narishi yang dinyatakan sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran setelah pajak pertambahan nilai (PPN)  Rp 45,9 miliar. Setelah negosiasi, harga turun menjadi Rp 45,6 miliar. Harga ini 23 persen lebih rendah dari anggaran RKAP dan masih di bawah HPS.

Soal penempatan mobile crane yang tidak sesuai dengan rencana investasi sebagaimana  dinyatakan BPK dalam auditnya, dijelaskan  Lino, karena ada perubahan kebutuhan sejalan  perkembangan bisnis perusahaan.

Namun persoalan inilah yang kemudian menyeret Pelindo diperiksaan Bareskrim. Penyidikan berlangsung sejak  Agustus lalu. Menurut penyidik pengadaan mobile crane diduga tak sesuai  perencanaan sehingga menyebabkan kerugian negara. Modus pelanggaran itu dilakukan dengan  penggelembungan anggaran. Dalam kasus ini penyidik telah memeriksa lebih 45 orang saksi termasuk penetapam Direktur Teknik Pelindo Ferialdy Noerlan sebagai tersangka.


LINO BERTANGGUNG JAWAB - Dalam kasus ini orang yang dinilai paling bertanggung jawab adalah RJ Lino. Sebagai Dirut Lino dinilai tidak melakukan proses lelang sesuai prosedur. Penunjukan langsung vendor Guangxi Narishi Century Equipment Co, Ltd mendapat perlakuan khusus. Padahal Guangxi tidak memenuhi syarat regulasi pengadaan barang dan jasa. Guangxi baru dua tahun berkecimpung di bidang pengadaan crane. Karena menurut ketentuan yang berlaku minimal lima tahun.

Kasus yang sempat membuat gaduh ini diyakini akan membuka korupsi besar di Pelindo II. DPR RI langsung merespon cepat kasus Pelindo ini dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengungkap korupsi Pelindo II.

Selain kasus mobile crane, kasus lain yang diduga menyeret Lino adalah dugaan korupsi privatisasi anak usaha Pelindo II yakni PT Jakarta Internaional Container Terminal (JICT). Lino diduga terlibat korupsi dalam perpanjangan JICT dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holding. Serikat Pekerja JICT menuding perpanjangan konsesi tersebut melanggar aturan dan tidak transparan.


BACA JUGA: