JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wawan Triatno tentu tak bakal menduga kalau perjalanan sang ibu mertua Surini bersama anggota keluarganya yang lain untuk pergi ke sebuah undangan perkawinan berujung duka nestapa. Hanya lantaran mencoba menghindari razia yang dilaksanakan pihak kepolisian di Jl Yos Sudarso, Lubuklinggau, Sumatera Selatan, mobil Surini yang juga ditumpangi oleh cucunya, ditembak polisi.

Belakangan diketahui, sang sopir khawatir dicegat lantaran tak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Pajak mobil juga telat dibayar. Surini pun meninggal dunia akibat luka tembak ketika mencoba melindungi sang cucu. Sementara, sang cucu yang baru berusia tiga tahun Genta Wicaksono, mengalami luka yang diduga akibat terserempet peluru.

"Ada luka di dada, perut, dan paha," kata Wawan di RSUD Sobirin Lubuklinggau, Rabu (19/4). Istri Wawan, Novianti, juga jadi korban. Beruntung, ia selamat dengan luka tembak di pundak. Wawan sendiri tak ikut dalam mobil itu. "Rencana (rombongan keluarga) mau kondangan (resepsi) nikah tempat saudara di Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas," kata Wawan.

Aksi koboi polisi Lubuk Linggau ini pun menuai kutukan dari berbagai pihak. "Ini menunjukkan bahwa mindset polisi tidak berubah dan layak dipecat tidak hormat," tegas Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil kepada wartawan, Rabu (19/4).

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Kapolri Tito Karnavian agar segera mencopot Kapolda Sumsel dan Kapolres Lubuk Linggau. Menurutnya, pencopotan merupakan sebuah bentuk tanggungjawab struktural dan moral Kapolri utk menyelamatkan jargon profesionalisme, modern dan terpercaya. "Para korban diperlakukan seperti teroris, padahal mereka akan pergi ke undangan. Ini sejarah kelam dan gelap dunia kepolisian kita," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agus Hermanto melihat kemungkinan adanya kesalahan prosedur dalam peristiwa itu. "Soal penembakan yang terjadi di Sumatera Selatan memang ada sesuatu, barangkali kesalahan prosedur. Kalau toh memang tindakannya mengejar, tindakannya untuk meminta keterangan, memberhentikan kendaraan yang disetop tidak jalan barangkali itu juga bisa dilakukan," ujar Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4).

Namun menurutnya upaya pemberhentian tentu saja tidak dibenarkan dengan penembakan semacam itu. Apalagi hingga menelan korban. "Tetapi tidak bisa langsung mengejar dengan menembakkan kepada sasaran tersebut," imbuhnya.

Agus juga meyakinkan bahwa kasus ini telah ditangani pihak kepolisian. Jadi percayakan saja prosesnya pada hukum yang berlaku. "Tentu semuanya ini sekarang sudah diatasi dan diselesaikan oleh Propam Sumatera Selatan," tuturnya.

Komisi III DPR telah bersuara dengan mengagendakan pemanggilan Kapolri pekan depan. Disuga ada pelanggaran prosedur yang sangat fatal dan kekurangcermatan terhadap sasaran. Komisi III juga meminta oknum polisi penembak ditindak tegas. "Ya kita sudah jadwalkan pekan depan," ujar Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/4).

DIUSUT TUNTAS - Pihak kepolisian sendiri sudah memastikan akan mengusut kejadian itu. Polisi penembak mobil, Brigadir K, telah diperiksa Propam Polda Sumsel. "Kami sangat berduka atas insiden ini. Selain mengusut, kami akan bantu biaya pengobatan korban," kata Kapolres Lubuklinggau AKBP Hajat Mabrur Bujangga.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyesalkan insiden tertembaknya satu keluarga penumpang mobil Honda City di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Kapolri berjanji akan mengevaluasi anggota dalam melakukan diskresi kepolisian.

Tito menjelaskan, kewenangan menembak adalah diskresi yang melekat kepada anggota polisi di seluruh dunia. Namun, tentunya anggota harus memiliki kemampuan dalam menilai yang tepat sebelum mengambil langkah diskresi tersebut.

"Kewenangan diskresi itu melekat kepada seluruh polisi, tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Artinya setiap polisi seluruh dunia harus punya kemampuan untuk mampu menilai secara subjektif dan mengambil tindakan yang tepat dalam rangka melindungi keselamatan publik dan petugas itu sendiri," terang Tito kepada wartawan di Lapangan Bhayangkara, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (19/4).

Kapolri akan mengevaluasi kembali kemampuan anggota dalam mengambil langkah diskresi. Anggota akan ditingkatkan kemampuannya agar dalam mengambil keputusan diskresi dilakukan secara tepat dan tidak bertindak berlebihan.

"Ini yang akan kita evaluasi agar anggota kita lebih banyak lagi drill-drill di tingkat pendidikan dan kemudian drill-drill saat di lapangan, saat sudah bertugas, coaching clinic dibuat skenario sebanyaknya peristiwa-peristiwa dan dilatih untuk menilai peristiwa itu agar tidak terjadi tindakan berlebihan, kekuatan berlebihan/ excessive use of force," sambungnya.

Anggota juga diharapkan tidak bertindak yang kurang tepat dalam menilai suatu kejadian. "Atau justru tindakan yang kurang tepat dilaksanakan karena ancaman tidak seketika, misalnya tidak berani bertindak ketika--karena setiap ada warga yang sudah mau dibacok misalnya--kemudian anggota lambat bertindak sehingga terjadi pembiaran. Nah ini juga bisa jadi masalah. Bertindak berlebihan tidak boleh, bertindak terlalu kurang juga bisa jadi masalah," paparnya.

Lebih jauh Kapolri mengatakan, tugas polisi memang berisiko. Namun hal ini dapat dicegah apabila anggota memiliki kemampuan menilai yang tepat dalam mengambil keputusan di lapangan.

"Itulah yang disebut polisi itu kakinya dua, kaki kanannya di kuburan, kaki kirinya di penjara. Coba seandainya itu betul-betul pelaku kejahatan dan kemudian melakukan tembakan seperti di Tuban, ya dia bisa menjadi korban. Tapi kalau dia salah melakukan tindakan ya risiko dia kena proses hukum," pungkas Tito. (dtc)

BACA JUGA: