JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemeriksaan saksi mata dan saksi ahli dalam persidangan perkara Damo cs yang dituduh mencuri udang di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) membuka fakta mengejutkan. Selama sepuluh tahun berselang, tidak ada batasan yang jelas antara kawasan konservasi dan non konservasi. Bahkan Ketua Tim Patroli Polisi Hutan (Polhut) mengakui tidak pernah melaporkan hal ini kepada instansi terkait.

Setelah Nota Keberatan kasus Damo cs, nelayan miskin ujung kulon tidak diterima majelis hakim dalam sidang putusan sela yang berlangsung pada tanggal 16 Desember 2014. Sidangpun dilanjutkan pada pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan digelar pada tanggal 23, 30 Desember 2014 dan 6 Januari 2014.

"Ketua Tim Patroli Polhut, Abud yang statusnya diperiksa sebagai saksi ahli menyatakan memang tidak ada tanda-tanda batas wilayah TNUK yang jelas khususnya di wilayah perairan," jelas Kuasa Hukum terdakwa Ahmad Hardi kepada Gresnews.com, Selasa petang (6/1).

Persidangan yang baru selesai pukul 21.00 WIB, Selasa (6/1) malam menghadirkan saksi ahli Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang juga menyatakan tata batas wilayah TNUK tidak jelas. Ketidakjelasaan ini diakibatkan pihak TNUK yang tidak memberikan tanda atau pemagaran  konservasi. Serta tak adanya sosilisasi kepada masyarakat akan adanya  batasan ataupun larangan-larangan kegiatan dan perlindungan berbagai makhluk hidup dikawasan TNUK.

"Saksi ahli pemetaan zonasi dan biota laut mengakui tanpa GPS dan kompas mereka tak tahu batasan wilayah konservasi TNUK," jelasnya.

Ia menyayangkan aksi petugas TNUK yang seakan sengaja ingin menjebak dan mengkriminalisasi para nelayan kecil. "Bahkan kami tak pernah diberi tahu mana batas konservasi, mana wilayah larangan, mana biota yang dilarang. Tidak sama sekali," ujar Khaerudin, Kepala Desa yang juga menjadi saksi pengadilan.

Damo cs, mengaku menangkap biota di tengah laut, di luar kawasan TNUK. Saat sedang beristirahat dan bersandar di blok Jamang yang memang merupakan kawasan TNUK tiba-tiba mereka ditangkap. Hasil masakan yang harusnya menjadi santapan setelah berhari-hari melaut pun digasak para Polisi Hutan.

Saat persidangan, barang bukti hasil tangkapan pun direkayasa. Pada saat Hakim Ketua Yunto Tambupolon mengonfirmasi barang bukti, ternyata udang yang ada dipersidangan bukanlah udang yang ditangkap terdakwa. "Terdakwa memiliki kebiasaan untuk memberikan tanda atas setiap hasil tangkapanya," ungkap Kuasa Hukum lainnya, Hendra Supriyatna kepada Gresnews.com, Rabu (7/1).

Dalam persidangan kemarin, para kuasa hukum lebih banyak menggali kemungkinan terdapatnya biota laut yang dituduhkan berada di luar wilayah konservasi. Hasil yang didapat dari para saksi menyatakan lobster, kerang, dan hasil tangkapan terdakwa lainnya dapat dijumpai di wilayah mana saja dan bukan merupakan binatang khusus konservasi.

"Sehingga masuk akal terdakwa menyatakan menangkap di tengah laut," kata Hardi.

Perkara ini menurutnya bukanlah hanya perkara Damo cs saja. Tapi juga perkara seluruh nelayan miskin di Ujung Kulon. Sehingga dukungan besar pun selalu diberikan masyarakat, selalu di tiap persidangan tiga mobil besar datang tanpa diminta.

"Jangan sampai ada nelayan yang dikriminalisasi lagi, semoga putusan hakim bisa jadi presenden baik bagi kita semua," katanya.

Persidangan selanjutnya akan digelar dengan menghadirkan ahli dari konservasi dan ahli sosial budaya di masyarakat Ujung Kulon.

BACA JUGA: