JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komite Nasional Keselamatan untuk Instalasi Listrik (Kounsil) menegaskan tak ada pungutan liar dalam pemeriksaan Instalasi listrik. Beban biaya yang ada adalah biaya pemeriksaan termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Biaya ini resmi lantaran atas persetujuan Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Biaya tersebut merupakan hasil kesepakatan antara pemegang izin usaha ketenagalistrikan untuk
kepentingan umum, yakni  PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan lembaga inspeksi teknik tegangan rendah. Biaya ini berlaku di seluruh Indonesia.

Penghitungan beban biaya berdasarkan besaran tegangannya. Sambungan tenaga listrik dengan daya 450 VA sampai dengan 2.200 VA; 60.000 untuk 450 VA; 70.000 untuk 900 VA, 85.000 untuk 1.300 VA; dan 92.000 untuk 2.200 VA. Misalnya, untuk sambungan tenaga listrik dengan daya di atas 2.200 VA sampai dengan 197 KVA dihitung per VA, yakni mulai dari Rp30,00 per VA.

"Dalam melaksanakan kegiatannya, Kounsil bersifat nirlaba, profesional, dan mandiri yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Pasal 21 ayat (7)," jelas Ketua Kounsil HM. Djamil Baridjambek di sidang lanjutan pengujian UU Ketenagalistrikan, di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/11).
 
Hal itu disampaikan Djamil menanggapi penyataan Ibnu Kholdun yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 54 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan). Menurut pakar kelistrikan ini, ketentuan ini menimbulkan kerugian konstitusional, baik sebagai konsumen maupun sebagai pekerja listrik. Sebab ketentuan yang berisi kewajiban konsumen listrik memiliki SLO, memunculkan pungutan liar.
 
Djamil mengungkapkan, proses penerbitan SLO diawali pemeriksaan instalasi. Dalam melaksanakan pemeriksaan instalasi untuk pemanfaatan tenaga listrik tekanan rendah milik pelanggan, Kounsil mengawalinya dengan menerima permohonan pemeriksaan dari pemilik instalasi. Data yang diisi pemohon antara lain identitas pemilik instalasi, lokasi instalasi, jenis dan kapasitas instalasi, gambar instalasi yang terpasang, dan peralatan yang dipasang. Hal ini, sesuai Pasal 22 ayat (1), Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2014.
 
Kemudian, dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memastikan apakah instalasi yang dimohonkan tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Antara lain material yang terpasang sesuai dengan standar SNI dan pemasangan instalasi sesuai dengan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) yang dituangkan dalam suatu Berita Acara berbentuk Laporan Hasil Pemeriksa (LHP).
 
Hasil pemeriksaan itu selanjutnya diverifikasi oleh verifikator dan divalidasi oleh validator yang dijabat oleh kepala Konsuil area. Apabila telah sesuai, maka dapat diterbitkan SLO. Sebaliknya jika tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan, maka instalasi tersebut dinyatakan Tidak Layak Operasi (TLO). Kemudian, instalatir yang melaksanakan pemasangan instalasi tersebut harus memperbaikinya kembali.

"Setelah diperbaiki oleh instalatir, Konsuil kembali melakukan pemeriksaan tanpa dipungut biaya," tutur Djamil.

Sedangkan penetapan Konsuil sebagai Lembaga Pemeriksa Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Konsumen Tegangan Rendah, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2187K/20/MEM/2013 tanggal 21 Maret 2013.

Seperti diketahui, pengujian ini dimohonkan oleh Ibnu Kholdun. Ia meminta MK membatalkan Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 54 UU Ketenagalistrikan. Alasannya, ketentuan yang berisi kewajiban bagi konsumen baru PLN maupun tambah daya ini dianggap merugikan konsumen lantaran diberi sanksi pidana bagi yang tidak melaksanakannya.

Ia berpendapat, ketentuan itu  telah mengesahkan secara hukum, perbuatan, kegiatan, aktivitas, kewenangan dan fungsi, akan adanya pungutan terhadap konsumen. Biaya penerbitan SLO yang dikeluarkan Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) dan Konsuil, dianggapnya tidak memiliki dasar hukum. Sebab di dalam SLO itu, mencakup biaya PPN sebesar 10 persen. PPN ini diterapkan kepada badan usaha, sementara Konsuil merupakan lembaga independen nirlaba dan merupakan bukan badan usaha.
 
"Seharusnya tidak ada pungutan PPN," tuturnya saat sidang perdana pengujian UU Ketenagalistrikan  beberapa waktu lalu.

Ketentuan Pasal 44 ayat (4) UU mewajibkan penggunaan SLO bagi konsumen baru PLN maupun tambah daya. Aturan ini dianggap semakin merugikan konsumen lantaran diberi sanksi pidana bagi yang tidak melaksanakan. Pasal 44 ayat (4) menyebutkan, setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi. Sementara sanksi pidana disebutkan dalam Pasal 54, yakni pidana penjara maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta.

Ketentuan dua pasal tersebut dianggap Ibnu, bertentangan dengan Pasal 28 huruf g UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hak asasi manusia. Karena alasan itu, Ibnu meminta MK membatalkan Pasal 44 Ayat (4) dan Pasal 54 UU Ketenagalistrikan.

BACA JUGA: