JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengaudit peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) yang belum genap dua tahun berkiprah. Diharapkan audit terhadap lembaga otonom yang dibentuk pada zaman Jaksa Agung Basrief Arief itu dilakukan objektif tanpa tendensi apapun.

Audit itu dilakukan berdasarkan surat perintah audit kinerja PPA Kejaksaan RI oleh Jaksa Agung bernomor PRINT-012/A/JA/03/2015. Terdapat tim adhoc yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan (Jambin) Bambang Waluyo untuk mengaudit PPA. Sementara PPA berada di bawah tanggung jawab Jambin. Memang keberadaan PPA tupoksinya (tugas, pokok, dan fungsi) kerap berbenturan dengan jaksa eksekutor di Jampidsus dan Jamdatun.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis salah satu yang mempertanyakan alasan dikeluarkannya surat audit tersebut. Menurutnya, audit tersebut terkesan dipaksakan mengingat eksistensi unit kerja tersebut yang memiliki catatan prestasi untuk Kejaksaan itu sendiri.

"Belum lupa dari ingatan saya, ketika Jaksa Agung ‘melabrak’ PERJA dengan KEPJA. Sekarang melakukan audit yang seharusnya baru dilakukan dua tahun sekali. Ini aneh," kata Margarito dihubungi di Jakarta, Kamis (26/3).

Dikatakannya, audit tersebut harus memiliki dasar yang kuat. Dasar hukumnya adalah Peraturan Jaksa Agung (Perja) namun itu tidak tercantum. Sehingga perintah audit itu dilihat ada kejanggalan.

Apalagi jika disoroti kinerja unit PPA, justru membantu kejaksaan dalam mengurangi praktik ‘nakal’ oknum jaksa yang bermain-main alat bukti perkara maupun aset yang disita. Adanya audit pada PPA membuatnya seperti akan dikerdilkan peran dan fungsinya.

"PPA ini kan transparan dalam kinerjanya. Justru saat ini seperti dilumpuhkan, harusnya ditingkatkan performanya," bebernya.

Peneliti Indonesia Justice WatchFajar Trio Winarko menegaskan, yang seharusnya diaudit terlebih dulu adalah Jambin karena PPA di bawah Jambin. "Kalaupun ada kecurangan atau kekeliruan, maka Jambin-lah yang harus dimintai pertanggungjawaban terlebih dahulu," kata Fajar di Jakarta.

Ia mengatakan, jika Jaksa Agung membentuk tim ad hoc harusnya jangan Jambin sebagai ketuanya. Itu ibaratnya jeruk makan jeruk. "Saya kira ego sektoral masih mewarnai di internal kejaksaan. Nafsu mengejar jabatan dan bermain-main aset serta barang bukti sangat besar. Jaksa Agung sekarang harusnya lebih baik dari sebelumnya," jelasnya.

Anggota Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nelson ikut  berpendapat soal  peran PPA. Dia menilai bahwa keberadaan PPA dinilai punya nilai positif. Sebab sebelum adanya satuan unit kerja PPA, transparansi penyitaan aset atau barang rampasan di Kejaksaan tidak pernah dirasakan oleh masyarakat.

Nelson menduga sebelum ada PPA ada oknum jaksa yang sering bermain-main dalam hal barang bukti maupun aset. "Wajar ada ketakutan bagi oknum jaksa yang tak menginginkan adanya transparansi dalam sita aset dan barang bukti hasil kejahatan. Harusnya yang perlu diaudit adalah wilayah kejaksaan yang kerap melakukan permainan tersebut," kata Nelson.

Untuk itu, dirinya berharap Jaksa Agung Prasetyo bersikap tegas dan bijaksana dalam melakukan pemeriksaan ini. Jangan sampai ada tendensi atau titipan khusus dalam melakukan audit kinerja.

Sementara itu, Kepala Pusdiklat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Cris Kuntadi menjelaskan fungsi  pemeriksaan (audit) adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional. Jadi dalam hal ini, pemeriksa harus independen, objektif dan profesional agar hasil audit bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Jangan ada yang memiliki konflik kepentingan.

Staf yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan juga harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang disyaratkan. Jadi pemeriksa, baik pemerintah maupun akuntan publik, harus bebas baik dalam sikap mental maupun penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.

Pelaksanaan audit sebenarnya hal yang positif untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dan mewujudkan aparatur yang profesional, bersih dan bertanggung jawab. Akan tetapi, secara tidak langsung peningkatan kinerja aparatur sebenarnya dapat dilihat dari membaiknya tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan unit kerja di instansi pemerintah. "Salah satu wujud perbaikan tersebut adalah meningkatnya opini atas kewajaran laporan keuangan," kata Chris.

BACA JUGA: