JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gugatan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) soal kewenangan rekrutmen hakim oleh Komisi Yudisial (KY) dianggap tidak ada hubungannya dengan dinasti pengadilan. Istilah dinasti pengadilan merujuk pada anak-anak hakim yang mengikuti jejak orangtuanya sebagai hakim. Mereka yang menjadi hakim selama ini dinilai lolos menjadi hakim karena kemampuannya sendiri dan bukan karena ada jaringan seperti keberadaan orangtua yang meloloskan dirinya menjadi hakim.   

Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Suhadi mengatakan di Indonesia memang ada budaya rasa kekaguman terhadap orangtua. Sehingga ada keinginan untuk mengikuti jejak karir orangtua. Ia mengatakan di segala lini keinginan mengikuti karir orangtua terjadi tidak hanya pada profesi hakim tapi juga di kepolisian dan kejaksaan.

"Anak hakim menjadi hakim, itu hal yang biasa. Ada kekaguman terhadap orangtuanya. Dia mempelajari masuk fakultas hukum kemudian jadi hakim. Itu usahanya dia sendiri," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Senin (25/5).

Ia mencontohkan Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah menjadi tentara, anaknya menjadi tentara. Lalu Ketua Mahkamah Agung yang pertama Kusuma Atmadja, anaknya menjadi hakim agung, dan cucunya juga menjadi Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat. Menurutnya hal seperti itu sudah biasa dan tidak menutup kesempatan bagi orang lain yang tidak memiliki keturunan hakim untuk menjadi hakim.

"Saya anak petani, tidak ada keturunan saya dari hakim. Kok saya bisa menjadi hakim. Silakan diteliti, hakim yang keturunannya di luar dari pengadilan banyak," lanjutnya.

Menurutnya kuota penerimaan calon hakim sama dengan penerimaan sebagai calon pegawai negeri sipil. Penerimaannya pun sama mekanismenya dengan instansi lainnya misalnya ada tes dan kerjasama dengan perguruan tinggi. Ia menilai kalaupun ada anak hakim menjadi hakim, maka yang bersangkutan pasti benar-benar belajar untuk bisa lolos seperti yang lainnya.

Terkait hal ini, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi PKS Nasir Jamil mengatakan adanya tudingan dinasti pengadilan menunjukkan sistem rekrutmen hakim yang belum terbangun. Menurutnya, tudingan tersebut sebenarnya bisa ditepis melalui regulasi dan pengawasan terhadap rekrutmen hakim.

"Dengan adanya tudingan seperti itu menunjukkan KY dan MA belum mampu membangun sistem. Agar tudingan tersebut tidak terjadi. Dan jangan karena perseteruan lalu sejumlah alasan dimunculkan," ujar Nasir pada Gresnews.com, Senin (25/5).

Untuk diketahui, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Diantaranya Pasal 14 A ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam berkas tersebut, ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim tersebut digugat karena dianggap Mahkamah Agung (MA) yang paling berwenang merekrut hakim sebagai lembaga yang merdeka menurut UUD 1945.

Terkait hal ini, sebelumnya pengamat hukum Asep Irawan menuding keberatan para hakim yang menolak keterlibatan KY dalam seleksi hakim lantaran khawatir anak-anak para hakim tidak bisa menjadi hakim. Sehingga keterlibatan KY akan membatasi dinasti pengadilan.

BACA JUGA: