JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung dijadwalkan akan kembali memanggil Direktur Utama PLN Nur Pamudji. Pemeriksaan terhadap Nur Pamudji terkait sejumlah kasus korupsi baru yang kini kembali ditangani Kejaksaan. Pemanggilan terhadap  Nur Pamudji untuk mengetahui peran dan posisinya dalam proyek-proyek tersebut. Sebagai Dirut, Nur Pamudji dinilai bertanggung jawab atas semua proyek tersebut.

Kasus dugaan korupsi terbaru yang tengah disidik kejaksaan adalah kasus dugaan korupsi PLTU Air Anyir Bangka Belitung dengan anggaran senilai Rp1 triliun. Dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung juga memanggil Nur Pamudji. Kemudian kasus revitalisasi gedung-gedung PLN Yogyakarta tahun 2012 sebesar Rp22 miliar.

Ada juga kasus kegiatan pembangunan gardu induk unit pembangkit jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggaran tahun 2012 dan 2013 yang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Proyek ini nilai anggarannya mencapai Rp1 triliun. Serta kasus dugaan korupsi gas turbin PLTGU Belawan Medan yang beberapa waktu ini tengah dikebut penyidikannya oleh Kejaksaan.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejagung Sarjono Turin mengatakan  koordinasi dan supervisi kasus-kasus PLN terus dilakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Ia mengakui kasus  korupsi di PLN yang ditangani Kejaksaan jumlahnya cukup banyak. Bahkan, Kejaksaan juga sedang menyelidiki kasus lain PLN di daerah Kolaka. "Kita sedang agendakan untuk memanggil kembali Dirut PLN untuk diperiksa," kata Turin ditemui di Kejagung, Kamis (23/10).

Pemanggilan terhadap Nur Pamudji telah beberapa kali dilakukan. Terakhir ia dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk kasus korupsi gas turbin PLTGU Belawan. Kasus ini sebagian berkas dan tersangkanya telah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.

Kejagung sendiri, kata Turin, terus memantau penanganan kasus PLN di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dala kasus ini telah ditetapkan sembilan orang tersangka. Bahkan penanganan kasusnya sempat merebak isu suap yang melibatkan petinggi Kejati DKI.

Dalam kasus korupsi pembangunan gardu induk jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara sebagian berkasnya juga telah dalam proses persidangan. Namun Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta masih terus mengembangkan kasusnya. Bahkan Penyidik telah terbang ke Bali untuk penyidikan lebih lanjut kasusnya. "Kemarin tim penyidik perkara gardu induk berangkat ke Bali, ada dua pembangunan gardu induk," kata Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman ditemui di Kejagung, Jakarta, Rabu (22/10) kemarin.

Mantan Kapuspenkum Kejagung itu mengungkapkan tim yang dikirimnya sebanyak 5 orang dipimpin langsung Asisten Intelijen Kejati DKI Jakarta Firdaus Dewilmar. Menurutnya, ada 2 pembangunan Gardu Induk di wilayah Bali berada di dua tempat. Penyidik langsung ke Bali melihat secara riil pembangunan fisiknya dalam rangka penyidikan.

Dalam kasus ini Kejaksaan sudah menetapakan 9 orang tersangka. Para tersangka tersebut diantaranya Yusuf Mirand selaku General Manager Ikitring Jawa Bali Nusa Tenggara Selaku  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia dijadikan tersangka dengan Surat  Perintah Penyidikan Kepala Kejati DKI Jakarta Nomor : Print- 913/0.1/Fd.1/06/2014, tanggal 19 Juni 2014.

Lalu, Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri Ferdinand Rambing Dien ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 912/0.1/Fd.1/06/2014, tanggal 19 Juni 2014. Ferdinand selaku Penyedia Barang dan Jasa.

Sementara 7 tersangka lainnya, Totot Fregatanto selaku ketua merangkap anggota Panitia Pemeriksa  Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk Gardu  Induk Jatiluhur dan Jatirangon II, Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali ( JJB)  IV Region Jawa Barat, Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali( JJB)  IV  Region DKI Jakarta  dan Banten.

Kemudian I Nyoman Sardjana selaku Manajer Kontruksi dan Operasional Ikitring Jawa Bali, Nusa Tenggara, Egon selaku Dirut PT  Arya Sada Perkasa  yang menjadi pelaksanaan untuk pembangunan Gardu Induk New Sanur, Tanggul Priamandaru selaku kuasa Direksi  PT Arya Sada Perkasa  yang mengerjakan Gardu Induk New Sanur Bali, dan Wiratmoko Setiadji selaku  Kuasa Direksi PT ABB Sakti Industri yang melakukan pembangunan untuk Gardu Induk Kadipaten, Cirebon Jawa Barat.

Para tersangka dijerat dengan pasal 2, pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor  31 Tahun 1999 jo Undang-undng Nomor : 20  Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo pasal 55 ayat  (1) ke- 1 KUHP.

Kasus ini bermula saat PT PLN (Persero) melakukan kegiatan pembangunan sebanyak 21 Gardu Induk pada unit pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara yang dananya bersumber dari APBN sebesar Rp 1 triliun untuk anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013.

Sementara waktu pelaksanaan kontrak dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Juni 2013 dengan lingkup pekerjan pengadaan pemasangan dan transportasi pekerjaan elektromekanikal dan pengadaan pemasangan dan transportasi pekerjaan sipil.

Pada saat pelaksanaan penandatangan kontrak terhadap Kegiatan Pembangunan Gardu  Induk tersebut, ternyata belum ada penyelesaian pembebasan tanah yang akan digunakankan Pembangunan Gardu  oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul.

Kemudian, setelah dilakukan pembayaran pencairan uang muka dan termin satu, ternyata mereka  tidak melaksanakan pekerjaan sesuai progress fisik yang dilaporkan alias fiktif. Misalnya untuk kegiatan pembangunan gardu induk 150 KV Jati Rangon 2 dan Jati Luhur sebesar Rp36,5 miliar.

Senior Manager Komunikasi Korporat Bambang Dwiyanto mengatakan telah menyerahkan kasus ini kepada penegak hukum. PLN akan kooperatif dalam rangka pemberantasan korupsi. Sebab hal itu sesuai semangat PLN yang menggagendakan progam PLN Bersih. "Tak ada upaya menghalangi pemberantasan korupsi, kita serahkan pada proses hukum," jelas Bambang beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: