JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kuasa hukum Virgiawan Amin alias Awan, tersangka kasus kekerasan seksual terhadap seorang murid TK Jakarta International School, mengajukan bukti baru bahwa klien mereka Awan bukanlah pelaku kekerasan seksual seperti yang dituduhkan. Salah satu kuasa hukum Awan, Patra M Zen mengatakan, bukti baru itu adalah hasil pemeriksaan dari seorang ahli mikrobiologi yang membuktikan tidak adanya penyakit herpes yang diderita korban.

Ini, kata Patra, memperkuat bukti bahwa Awan tidak pernah melakukan kekerasan seksual seperti yang dituduhkan jaksa penuntut umum. Terdakwa Awan, kata Patra, pernah diperiksa di laboratorium Bio Medika pada tanggal 3 Maret 2014 dengan nomor registrasi pemeriksaan 140410934B. "Hasilnya negatif, artinya tidak ditemukan infeksi baru virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2)," kata Patra kepada Gresnews.com, Sabtu (22/11).

Padahal dalam dakwaan disebutkan, korban berinisial AMK menderita penyakit herpes dari virus HSV-2 akibat perbuatan Awan dan keempat terdakwa lainnya. Pemeriksaan medis terhadap Awan sendiri, kata Patra dilakukan atas inisiatif penyidik. "Awan diantar oleh penyidik sebelum dilakukan pemeriksaan (BAP)," ujar Patra.

Patra juga mempertanyakan langkah penyidik yang tidak memasukkan hasil pemeriksaan atas Awan itu dalam berkas perkara. "Berhubung hasil laboratorium Bio Medika hasilnya negatif maka penyidik membuang hasil tersebut sehingga tidak dimasukkan dalam berkas perkara," ujarnya.

Lagipula, kata Patra, dari hasil pemeriksaan atas korban tanggal 22 Maret 2014, diketahui hasil positif HSV-2 tidak menunjukkan korban terinfeksi penyekit menular tersebut. "Tes tersebut terbukti sangat tinggi nilai ketidakpercayaannya pada hasil diagnosis terhadap penyakit menular seksual HSV-2," ujarnya.  

Patra merujuk pada hasil penelitian dari Pusat Pemberantasan Penyakit Menular di Amerika Serikat yang mengungkapkan,  hasil HSV-2 positif tidak dapat digunakan untuk menyatakan diagnosis. Test Ig.M pada HSV-2 telah memiliki frekuensi tinggi terhadap hasil "positif palsu" dan oleh karena itu tidak dapat dipakai untuk mendiagnosis adanya penyakit menular seksual  HSV-2.

Menurut Patra, dari hasil pemeriksaan itu diketahui, bakteri/kuman yang diperiksa dari alat kemaluan dan lubang pelepasan korban adalah hal yang umum dan normal ditemukan pada orang sehat lainnya. "Itu tidak memperlihatkan adanya suatu penyakit ataupun penyakit menular seksual dan lainnya," ujarnya.  

Selain itu, kata Patra, hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium terhadap korban, di laboratorium SOS Internasional menunjukkkan tidak adanya bukti nyata terhadap terjadinya kekerasan seksual maupun kontak seksual. Karena itu, kata dia, laporan dari RS Pondok Indah terkait luka lecet pada lubang anus korban tidak bisa dijadikan dasar untuk mendakwa Awan.

Laporan itu, kata Patra, tidak menjelaskan lokasi luka, umur luka dan periode terjadinya luka serta ada atau tidaknya penyembuhan luka dan kedalaman serta ukuran luka. "Dalam bidang medis, penyebab paling umum luka lecet pada anus adalah trauma yang bukan penetratif atau perbuatan sodomi," ujarnya.
 
Karena itu, kata Patra, dakwaan atas Awan seharusnya dibatalkan demi hukum. "Dakwaan dibuat secara tidak cermat karena itu harus batal demi hukum," ujarnya.

Sebelumnya, Andi Asrun, pengacara pihak korban menyatakan ketidakyakinannya atas hasil visum yang didapatkan pengacara tersangka. Ia menilai, data yang diajukan pihak tersangka tidak berdasar.

"Ngawur mereka itu, mana bisa hasil visum didapat seenaknya. Hasil visum itu sifatnya pribadi dan hanya boleh diakses oleh penyidik. Jika memang mereka mendapat hasil visumnya, bisa dikatakan perbuatan kriminal," ungkapnya kepada Gresnews.com, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: