JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Kapolri Tito Karnavian membentuk Densus Tipikor untuk mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia menimbulkan polemik. Sejumlah kalangan menilai tak perlu ada pembentukan Densus Tipikor dalam penanggulangan korupsi, karena sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun Tito punya jawaban terhadap orang yang meragukan pembentukan Densus Tipikor. "Persoalannya mampu nggak ditangani oleh teman-teman KPK yang jumlahnya 1.000 orang? Saya berpendapat dengan adanya Densus ini, teman-teman KPK bisa fokus ke masalah yang besar sedangkan Densus bisa fokus kepada wilayah-wilayah, sampai ke desa," ucap Tito di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10)

Tito mengatakan akan mengerahkan 3.560 anggota untuk memerangi korupsi secara masif hingga ke desa-desa. Ia menyebut akan berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk dengan kejaksaan.

Sementara itu, Kejaksaan Agung menolak untuk ikut bergabung dengan Densus Tipikor. Jaksa Agung M. Prasetyo khawatir anggapan masyarakat mengenai Densus Tipikor yang dibuat untuk menyaingi KPK

Menurut Prasetyo, ada beberapa hal yang membuat pihaknya tidak dapat bergabung dengan Densus Tipikor. Salah satunya kata dia ialah soal pijakan hukum. "Karena untuk menyatukan diri dengan Densus yang ada, terutama terkait independensi dan juga belum ada UU-nya sebagai dasar penyatuan itu," ucap Prasetyo, Rabu (11/10).

"Di samping itu, saya ingin menyampaikan menghindari ada anggapan nanti ini dianggap saingan KPK," imbuh Prasetyo.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut pembentukan Densus Tipikor Polri sudah tepat. Fahri menyebut pembentukan Densus Tipikor Polri dipicu KPK.

"Jangan lupa, lho, lahirnya Densus karena di-trigger oleh KPK karena semua pengin juga memberantas korupsi. Semua semangat memberantas korupsi. Ya artinya semangat sudah ada dan sudahlah," ujar Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/10).

Fahri menyebut Densus Tipikor berbeda dengan KPK. Densus Tipikor dibentuk polisi yang sifat kelembagaannya permanen, sedangkan KPK ad hoc. Lebih lanjut, dia ingin KPK segera purnatugas seiring dengan lahirnya Densus Tipikor.

"Makanya saya bilang, istilah trigger itu menyebabkan dia (Densus Tipikor) nggak perlu permanen. Karena itulah menurut saya sudah purnalah tugas KPK ini," imbuh Fahri.

Fahri memandang Densus Tipikor dibentuk bukan untuk menandingi KPK. Menurut Fahri, bahaya korupsi memang harus diberantas secara masif. Polisi yang tersebar di seluruh Indonesia, kata Fahri, sangat cocok diberi tugas itu.

"Bahaya korupsi sebagai satu persoalan dalam sistem pemerintahan hanya bisa ditegakkan dengan lembaga yang kerjanya di seluruh Indonesia dan itu hanya bisa dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan sebagaimana mandat UU KPK juga," ungkap Fahri.

"Dalam UU KPK disebutkan, yang memberantas korupsi adalah tugas kepolisian dan kejaksaan. Tetapi karena ini dianggap belum maksimal, ditarik trigger-nya," sambung dia.

Menurut Fahri, anggaran Densus Tipikor yang mencapai Rp 2,6 triliun merupakan hal yang wajar. Jumlah personel Polri yang lebih dari KPK, kata dia, mengharuskan DPR menganggarkan dana lebih besar. Fahri mendukung penganggaran Densus.

"Kalau KPK membiayai 1.000 pegawai, kalau Polri 400 ribuan pegawainya. Sebanyak 400 ribu dengan 1.000 itu jauh banget bedanya. Jadi kalau KPK itu Rp 1 triliun dan cuma satu kantor, polisi ini ada di 6.000 tingkat kecamatan," pungkasnya.

BATALKAN PEMBENTUKAN DENSUS TIPIKOR - Menanggapi wacana pembentukan Densus Tipikor, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar pemberantasan korupsi tetap berada di tangan KPK. JK mengatakan pembentukan Densus Tipikor tidak diperlukan.

"Jadi cukup biar KPK dulu, toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu. Tim yang ada sekarang juga bisa," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (17/10).

JK mengatakan dengan adanya Densus Tipikor akan menimbulkan ketakutan pada berbagai pihak. Dirinya khawatir banyak pejabat yang kinerjanya terganggu dengan adanya densus tersebut.

"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai Kapolres, Kapolsek bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya juga. Kalau semua pejabat takut ya sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan," ujarnya.

Senada dengan JK, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan pembentukan densus tersebut. Dahnil menganggap Densus Tipikkor akan melemahkan kerja dari KPK.

"Niat Kepolisian untuk melakukan akselerasi pemberantasan korupsi melalui Densus Tipikor perlu diberikan apresiasi, dan saya menghormati niatan tersebut. Namun, bila Densus Tipikor dibuat sebagai upaya untuk menegasikan KPK bahkan diduga sebagai upaya sistematik melemahkan dan mempreteli fungsi KPK, agaknya hal ini perlu ditolak," kata Dahnil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/10).

Dahnil justru meminta anggota kepolisian ditarik dari KPK. Menurutnya, dengan ditariknya polisi dari KPK akan memberikan manfaat. Pertama adalah kualitas satuan Tipikor akan semakin baik dan tidak ada lagi loyalitas ganda yang sering mengganggu kinerja KPK.

"Dengan menarik anggota kepolisian dari KPK maka negara memperoleh dua keuntungan sekaligus. Pertama, kualitas satuan Tipikor kepolisian akan semakin kuat dan efektif karena diperkuat oleh anggota kepolisian yang sudah berpengalaman di KPK. Kedua, KPK akan bisa lebih kuat, karena tidak terjadi loyalitas ganda yang seringkali mengganggu kinerja KPK selama ini menangani kasus-kasus korupsi besar," paparnya. (dtc)

BACA JUGA: