JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pola pendidikan di pesantren mendapat perhatian dari para anggota dewan. Mereka beranggapan lembaga keagamaan ini mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan mencetak kader unggulan.

Pada masa Persidangan III tahun sidang 2017-2018, Badan Legislasi DPR RI pun memproses Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren. Anggota Baleg DPR RI Bachtiar Aly memastikan, penyusunan RUU ini akan mengedepankan pelestarian kekhasan atau keistimewaan kurikulum pendidikan pesantren. Terlebih lembaga pendidikan keagamaan ini telah banyak mencetak kader unggul yang berkontribusi untuk umat dan bangsa.

"RUU ini jangan sampai melakukan upaya fatal menyeragamkan, jadi kekhasan dari pesantren itu dari sejarah, kiainya dan sebagainya dengan kitab-kitab yang dipelajari di sana itu jangan dihapus," papar Bachtiar sesaat setelah rapat di ruang sidang Baleg, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/01) lalu.

Dia juga menyampaikan, RUU yang sedang dibahas saat ini akan memperhatikan asas kemanfaatannya. Selain itu akan berupaya tidak akan tumpang tindih dengan UU pendidikan yang sudah ada. RUU ini juga tidak akan ikut campur dalam ranah independensi lembaga keagamaan ini.

"Yang penting adalah kemanfaatannya, jangan sampai tumpang tindih. Independensi dan kemandirian pesantren yang sudah jalan, mestinya jangan sampai diintervensi," ujar politisi Partai NasDem ini.

Dia juga menyampaikan dalam penyusunan undang-undang ini akan melibatkan para pakar yang sudah bergelut dalam dunia pesantren, dengan tujuan memperkokoh pesantren agar bisa tumbuh dan berkembang.

"Agar pesantren lebih berkontribusi lagi untuk bangsa dan negara ini. Lebih dari pada itu dengan semangat kebangsaan kita indentitas dari pesantren itu tidak tercabik-cabik. Jadi saya setuju biarlah pesantren itu tumbuh berkembang, tapi diatur untuk memperkokoh," ungkapnya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebelumnya telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Pra-Munas dan Konbes pada Selasa (24/10) lalu di Gedung PBNU.

Dalam FGD tersebut, Koordinator Komisi Bahtsul Masail Munas dan Konbes NU, KH M. Mujib Qulyubi menjelaskan, RUU ini penting sebagai upaya memperkuat Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren dalam percaturan kebijakan nasional.

"RUU ini penting untuk memperkuat guru-guru di pesantren. Jujur saja, selama ini mereka belum terpikirkan secara sempurna seperti guru-guru di sekolah umum," jelas Kiai Mujib dikutip nu.or.id.

Saat ini, imbuhnya, kebijakan pendidikan keagamaan dan pesantren hanya bersifat vertikal di Kementerian Agama, sehingga pemerintah daerah itu takut khawatir mau memberikan anggaran untuk pendidikan keagamaan dan pesantren karena terbentur UU Otonomi Daerah.

"Upaya penguatan melalui kebijakan legislasi ini juga ada korelasinya dengan disahkannya hari santri. Jangan sampai hanya mengenang kejayaan masa lalu tanpa memikirkan pesantren di masa depan," ungkap Kiai Mujib.

Makna disahkannya hari santri, sambung Kiai Mujib, mesti mempunyai manfaat yang besar. Pengakuan negara terhadap hari santri, artinya pengakuan eksistensi santri beserta kiainya. Ini juga harus menjadi acuan dan pijakan untuk disahkan RUU LPKP ini.

Ia menjelaskan, PBNU akan terus mengawal disahkannya RUU ini untuk memperkuat eksistensi pesantren beserta perangkatnya, yaitu santri, kiai, dan lain-lain. Namun, peraturan ini dengan catatan tidak mengkungkung kergaman yang ada dalam setiap pondok pesantren.

Sehingga nomenklatur pesantren jangan hilang, kalau hanya lembaga pendidikan keagamaan, artinya pesantren akan hilang. Pesantren memang bagian dari lembaga pendidikan keagamaan, tetapi mempunyai ciri khas dan sejarah khusus bagi negara ini.

Kiai Mujib menerangkan, kalau dulu Gus Dur melarang pesantren untuk masuk GBHN, karena khawatir terikat dengan peraturan, sekarang malah akan masuk UU, tapi keberadaannya harus memperkuat dan manfaat untuk pesantren.

"Kelebihan dan identitas pesantren tidak perlu diubah seperti independensi, ruh-ruh pesantren, seperti tidak terikat terlalu dalam dengan peraturan-peraturan, lalu jangan sampai ada peraturan derivasi dari pesantren, seperti standar-standar yang akan menjadikan pesantren kecil menjadi hilang," jelas Katib Syuriyah PBNU ini.

"Pasal-pasal dalam RUU itu, jelasnya, tinggal pesantren didefinisikan secara jami’ mani’, akomodatif tetapi juga selektif, apa kriteria pondok pesantren itu," sambungnya.

Pembahasan RUU ini akan menjadi rekomendasi utama di Bahtsul Masail Qonuniyah Munas dan Konbes NU di Lombok. Rekomendasi ini bisa langsung disampaikan ke Presiden, DPR, dan Kementerian terkait. (mfb)

BACA JUGA: