JAKARTA, GRESNEWS.COM - "Peperangan" antara Komisi Pemberantasan Korupsi versus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto masih terus berlanjut. Gagal di jilid pertama lantaran "Papa" Setnov menang praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK, tak membuat para penyidik KPK menyerah. KPK pun kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik alias E-KTP.

KPK telah menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk membuka penyidikan baru atas nama tersangka Setya Novanto per 31 Oktober lalu. "Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari Selasa, tanggal 31 Oktober, telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) tahun 2011 sampai dengan 2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto," demikian penggalan SPDP tersebut.

"Bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustius alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Ir Sugiharto, MM selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan kawan-kawan," sambungan penggalan SPDP tersebut.

Terkait penetapan kembali Setnov sebagai tersangka, Sekjen Golkar Idrus Marham mengaku belum tahu-menahu. "Saya nggak bisa menanggapi kalau saya belum tahu. Saya ndak bisa. Saya ndak menanggapi, saya ndak memahami itu, tetapi kalau ada proses-proses seperti itu, kita hargai proses itu, tapi saya belum tahu sampai sekarang," ujar Idrus di DPR, Senin (6/11).

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, juga mengaku belum tahu soal penetapan kembali kliennya menjadi tersangka di KPK. Fredrich mengaku belum menerima surat dari KPK.

"Saya tidak tahu-menahu karena kita tidak terima. Kalau kita terima pun masak kita edarkan ke wartawan, kan nggak make sense. Berarti ini kan permainan oknum KPK sendiri, yang sengaja membikin isu bikin heboh masyarakat, kan mereka selalu ingin jadi pemain sinetron," kata Fredrich.

Fredrich malah menuding ada oknum di KPK yang sengaja menyebarkan isu tersebut. Dia menyebut surat dimulainya penyidikan atas Novanto itu hoax. "Kalau kita terima pun, masak kita edarkan ke wartawan, kan nggak make sense. Berarti ini kan permainan oknum KPK sendiri yang sengaja membikin isu, bikin heboh masyarakat, kan mereka selalu ingin jadi pemain sinetron," kata Fredrich.

"Saya belum terima, apa yang harus saya ambil langkah? Ini kan hoax, isu kan, kan saya belum tahu," imbuh Fredrich.

Fredrich pun mengaku belum akan mengambil langkah hukum apa pun. Namun, bila dia telah menerima surat resmi, langkah hukum pasti akan diambil. "Kalau terima kan kita ambil langkah hukum. Kalau belum terima, mau ngambil apa, masak saya berdasar fotokopi WA (WhatsApp), terus saya bisa tuntut orang. Ya nggak luculah," ucap Fredrich.

Dalam penyidikan terbaru ini, Setnov pun terksesan memainkan "jurus" lama yaitu menolak panggilan pemeriksaan oleh KPK. Senin (6/11) kemarin, seharusnya, Setnov diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo). Namun Setnov mangkir.

"Pagi ini sekitar pukul 08.00 WIB bagian persuratan KPK menerima surat dari Setjen dan Badan Keahlian DPR RI terkait dengan pemanggilan Ketua DPR-RI, Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudihardjo) dalam kasus E-KTP," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (6/11

Setya Novanto kembali mangkir dari panggilan penyidik KPK dengan alasan, KPK harus izin ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) bila ingin memanggilnya terkait kasus korupsi e-KTP. Ketua DPR itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014.

Saat itu, MK mengubah izin pemeriksaan anggota MPR, DPR, dan DPD dari Majelis Kehormatan Dewan (MKD) ke tangan presiden. Namun tidak semua kejahatan yang disidik harus mendapat restu presiden terlebih dahulu. Untuk pidana khusus, penegak hukum tak perlu meminta izin presiden untuk memanggil wakil rakyat.

Sikap Setnov ini memang membingungkan, mengingat dia cukup rajin hadir sebagai saksi di persidangan. Pada Jumat (3/11), Novanto memenuhi panggilan menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sementara untuk panggilan KPK dalam proses penyidikan, Novanto selalu absen.

Padahal, dalam aturan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tak ada larangan penegak hukum memanggil anggota DPR dalam pidana khusus. Selama ini sejumlah anggota DPR yang dipanggil KPK juga hadir jika tak ada halanga

JANGAN SERET PRESIDEN - KPK sendiri menanggapi keinginan Setnov agar terlebih dahulu mengajukan izin ke presiden untuk memeriksa Setnov, dengan dingin. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, sebaiknya Setnov tidak membawa-bawa presiden dalam perkara ini.

"Bagi KPK sebenarnya pelaksanaan tugas yang kita lakukan sebaiknya tetap diletakkan di koridor hukum, dan Presiden saya kira punya tugas yang jauh lebih besar. Jadi jangan sampai kemudian ketika itu tidak diatur Presiden juga ditarik-tarik pada persoalan ini," ujar Febri.

Dia juga meminta agar semua pihak tidak mempersulit penanganan perkara E KTP, termasuk DPR. Hal ini diungkapkan, menanggapi adanya surat yang mengatasnamakan Kesetjenan dan Badan Keahlian DPR terkait mangkirnya Setnov dari panggilan penyidik KPK. Surat itu, intinya menyatakan KPK harus mengantongi izin Presiden sebelum memanggil Novanto.

Surat tersebut ditandatangani oleh Pelaksana tugas (Plt) Sekjen DPR Damayanti, bukan oleh Novanto sendiri. "Sejauh ini kita berharap semua pihak tidak mempersulit penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK. Itu kita sampaikan kepada semua pihak. Apalagi undang-undang sebenarnya sudah cukup jelas mengatur hal tersebut," tutur Febri.

Dibuatnya surat oleh DPR disebut Febri merupakan salah satu hal yang dicermati KPK. Sebab menurut catatan KPK, surat surat izin yang pernah disampaikan oleh Novanto atas ketidakhadirannya selain pernah dibuat oleh DPR, juga pernah dibuat oleh Novanto sendiri, bahkan keluarganya.

"Karena sebelumnya memang ada juga surat-surat dari kesekretariatan jenderal. Namun ada juga surat yang ditandatangani sendiri oleh saksi. Namun ada juga surat dari keluarga dan kuasa hukum dalam proses pemanggilan saksi-saksi yang lain itu tentu perlu kita cermati," kata Febri.

Terkait kasus e-KTP, alasan itu sendiri baru pertama kali dilontarkan pihak Novanto. Padahal sebelumnya Novanto sudah dipanggil 8 kali, baik sebagai saksi maupun tersangka. Pada pemanggilan terakhir sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo yakni Senin (30/11) lalu, Novanto menyampaikan izin sedang bertemu dengan konstituen dalam masa reses.

Bahkan dirinya sendiri yang menandatangani surat itu. "Dan saat ini alasannya adalah karena putusan MK dan UU MD3 mengatakan harus ada izin Presiden," ucap Febri.

Febri mengatakan, komisi antirasuah saat ini sedang mempelajari surat dari DPR tertanggal 6 November 2017 itu, termasuk konsekuensi hukum berikutnya. Terutama terkait kasus dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo yang saat ini sedang diproses di penyidikan.

Sementara itu, Idrus Marham mengatakan, pada waktunya Novanto akan memenuhi panggilan KPK. Idrus mengaku berbincang dengan Novanto melalui sambungan telepon pada Sabtu (4/11) lalu. Pembicaraan keduanya soal panggilan Novanto hari ini. Idrus saat itu sedang berada di Jawa Barat, sedangkan Novanto di Probolinggo. "Saya memang sempat tanya, informasinya karena tentu yang diurus oleh lawyer-nya, kan ada panggilan hari Senin," ujar Idrus.

"Lalu kemudian Pak Nov mengatakan, ´Karena ini masa reses, saya akan lanjutkan pengabdian saya kepada rakyat dan pasti saya akan pada waktunya nanti pasti saya akan mengikuti dan memenuhi panggilan KPK´," tutur Idrus menirukan ucapan Novanto.

Soal alasan Novanto memilih tak menghadiri panggilan KPK karena harus ada izin dari Presiden Joko Widodo, Idrus mengaku tidak tahu-menahu. Menurutnya, persoalan itu sepenuhnya ada di kuasa hukum Ketua DPR tersebut. Golkar, kata Idrus, tak mencampuri perihal ini.

"Itu yang saya kira silakan ditanya pada penasihat hukum, tim hukum. Ndak, kita tidak bicara (soal alasan izin presiden) karena kita sudah percaya kepada penasihat hukum yang ada," tuturnya. (dtc)

BACA JUGA: