JAKARTA, GRESNEWS.COM - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menggugat sejumlah pasal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mereka memberikan kuasa hukum kepada Refly Harun.

Salah satu pasal yang digugat adalah Pasal 88 UU No 32/2009 yang berbunyi: Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Menurut Refly, ketentuan di atas bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. "Setiap norma hukum harus berlandaskan pada supremasi dan kepastian hukum yang berkeadilan. Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan agar norma hukum harus mengakomodasi prinsip kepastian hukum yang berkeadilan (fair legal certaintly)," ujar Refly Harun sebagaimana dikutip dari website MK, Senin (29/5).

Frase ´bertanggung jawab mutlak atau strict liability´ dinilai pemohon merugikan hak konstitusional mereka. Mereka berdalih pasal itu tidak didasarkan pada doktrin pertanggungjawaban (liability based on fault) yang mempersyaratkan adanya kesalahan (negligence atau fault).

"Dalam menjalankan usaha pemanfaatan hutan dan usaha perkebunan, para pemohon secara hati-hati (precauntionary principles) telah mengupayakan dengan segala sumber daya (resources) guna melindungi areal kerjanya dari praktik pembakaran hutan dan lahan. Namun demikian, praktik pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan celah hukum pada Pasal 69 Ayat 2 UU 32/2009, seringkali menyebabkan api menyebar tanpa terkontrol, yang pada akhirnya memasuki areal kerja para pemohon," papar Refly.

Meskipun secara faktual kebakaran hutan dan lahan tidak disebabkan pemohon, tetapi berdasarkan Pasal 88 UU Nomor 32/2009, pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan hidup dan sanksi hukum tetap dibebankan kepada para pemohon. "Baik secara pidana maupun perdata," dalih pemohon.

Pasal 88 itu bertentangan dengan Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi: Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang ditemukan.

"Pertanggungjawaban mutlak (strict liability) tanpa adanya pembuktian merupakan ketentuan yang inkonstitusional," cetus Refly.

Oleh sebab itu, pemohon meminta MK memberikan tafsir bersyarat terhadap Pasal 88 itu. Sehingga berbunyi: Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh orang yang bersangkutan.

DAMPAK PASAL 88 UU N0 32/2009 - Pasal 88 itu digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat menggugat PT Waringin Agro Jaya (WAJ). Di mana PT WAJ memiliki konsensi lahan sawit seluas 26 ribu hektare di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Berdasarkan analisa satelit NASA, Amerika Serikat, terdeteksi hotspot di areal perkebunan PT WAJ pada 7 Juli 2015 hingga 30 Oktober 2015. Berdasarkan penelitian lapangan, api melalap lahan seluas 1.626 hektare.

Atas fakta di atas, maka KLHK mengajukan sejumlah gugatan ke PT WAJ. Yaitu kerugian materil berupa:

1. Pembuatan reservoir sebesar Rp 103 miliar.
2. Biaya pemeliharaan reservoir sebesar Rp 1,5 miliar.
3. Pengaturan tata air sebesar Rp 48 juta.
5. Pengendalian erosi sebesar Rp 1,9 miliar.
6. Pembentukan tanah sebesar Rp 81 juta.
7 Pendaur ulang unsur hara sebesar Rp 7,4 miliar.
8. Pengurai limbah sebesar Rp 707 juta.
9. Kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati sebesar Rp 4,3 miliar.
10. Kerugian akibat hilangnya sumber daya genetika sebesar 666 juta.
11. Kerugian akibat lepasnya karbon ke udara sebesar Rp 988 juta.
12. Perosot karbon sebesar Rp 121 miliar.
13. Kerugian ekonomis sebesar Rp 173 miliar.
14. Biaya-biaya sebesar Rp 584 miliar.

Dalam gugatannya, KLKH menggunakan dalih Pasal 88 di atas. Lantas bagaimana hasilnya? Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan KLHK tersebut. PT WAJ dihukum lebih dari Rp 466 miliar!

"Menyatakan, gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip strict liability. Menghukum tergugat ke kas negara membayar kerugian materil sebesar Rp 173 miliar. Menghukum Tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan hidyp dengan biaya Rp 293 miliar," putus majelis PN Jaksel sebagaimana dikutip dari website MA, Senin (29/5).

Duduk sebagai ketua majelis Prim Haryadi dengan anggota Achmad Guntur dan Ratmanto. Ketiganya menyatakan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) cukup dibuktikan dengan pembuktian penyebab faktual secara sederhana.

"Maksud pembuktian sederhana adalah pengadilan tidak peru membuktikan penyebab faktual dengan cara yang hipotesis atau counterfactual. Pertanyannya apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh tergugat, menjadi tidak relevan dalam konteks pertanggungjawaban mutlak. Karena pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan dalam konteks pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan atau perbuatan melawan hukum," papar majelis dalam pertimbangannya itu.

"Jadi di dalam dasar pertanggungjawaban mutlak, pembuktian penyebab faktual difikuskan pada pertanyaan sederhana: apakah kerugian yang terjadi disebabkan secara faktual oleh kegiatan yang dilakukan tergugat?" kata majelis menegaskan.

Menurut majelis, pengetahuan Tergugat mengenai resiko usaha diperlukan untuk melihat apakah tergugat telah melakukan upaya kehati-hatian dalam melakukan usaha kegiatannya.

"Namun dalam konteks pertanggungjawaban mutlak (strict liability), dilakukan atau tidak dilakukan upaya hati-hati oleh tergugat, bukan merupakan hal yang dipertimbangkan. Maka dari itu, ukuran yang digunakan untuk mengetahui foreseeability resiko usaha tergugat, adalah pengetahuan umum yang ada di masyarakat, bukan lagi pengetahuan subjektif," cetus majelis pada 7 Februari 2017.

Kini, ´Pasal Strict Liability´ digugat ke MK. APHI dan GAPKI memberikan kuasa hukum kepada Refly Harun dkk. Pemohon meminta MK memberikan tafsir bersyarat terhadap pasal 88 itu. (dtc)

BACA JUGA: