JAKARTA, GRESNEWS.COM - Demi mengungkap ´pemain utama´ kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari PT Bank Mandiri (Tbk) kepada PT Central Stell Indonesia yang merugikan keuangan negara sebesar Rp350 miliar, Kejaksaan Agung akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lewat pengungkapan aliran dana dari kasus ini diharapkan, bisa ditelusuri siapa aktor utama pengucuran kredit kepada perusahaan yang belakangan diketahu bermasalah itu.

Sejauh ini, Kejaksaan Agung memang sudah menetapkan dua tersangka. Namun ditengarai, kedua tersangka tersebut hanyalah pelaku ´kelas teri´. Ada dugaan dana kredit itu digunakan pemegang saham PT CSI untuk membeli sejumlah properti. "Kita akan kesana. TPPU strategi untuk mengungkap larinya uang negara, istilahnya follow the money," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah, Kamis (30/3).

Pada Senin (27/3) Kejagung telah memeriksa pemegang saham PT Megatama Eletrik. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan alat-alat elektronik. Tim penyidik memeriksa Novita selaku Komisaris (Pemegang Saham) PT Megatama Elektrik. Ada dugaan dana kredit Bank Mandiri oleh pemilik dibelikan saham PT Megatama Elektrik.

Armin mengatakan, hingga kini proses penyidikan masih berlangsung. Dua orang telah ditetapkan tersangka. Mereka adalah Mulyadi Supardi alias Hua Ping alias A Ping (swasta) dan Erika Widiyanti Liong selaku Direktur PT CSI. Kredit bank Mandiri ke PT CSI tersebut diduga digunakan pihak lain.

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut penetapan dua tersangka kasus korupsi pemberian kredit Bank Mandiri ke PT Central Stell Indonesia (CSI) belum menyentuh pemain besarnya. "Kejar tersangka bosnya dan dari pihak Mandiri, Kejagung harus menerapkan pasal pencucian uang," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya kepada media.

Menurut Boyamin, uang dari kredit Mandiri sebesar Rp350 miliar sebagian besar tidak masuk PT CSI, justru dipakai untuk kepentingan pribadi pemegang saham beserta perusahaan lain milik pemegang saham. Kepentingan lain adalah untuk membeli properti mall di Tangerang, beli tanah di Jatim dan untuk membeli saham-saham perusahaan lainnya.

Akibatnya kredit PT CSI menjadi macet kreditnya, apalagi pada saat pengajuan kredit juga bermasalah. "Dengan dipakainya uang untuk kepentingan lain maka sudah termasuk pidana pencucian uang krn nyata bahwa proses mendapat kredit dan penggunaan uang diduga dengan cara-cara korupsi," kata Boyamin.

Di Gedung Bundar sendiri sejumlah kasus terkait penyelewengan kredit Bank Mandiri masih mangkrak menahun. Sejumlah tersangka tidak dibawa ke pengadilan. Diantaranya nasib dua tersangka yang merupakan debitor Bank Mandiri yakni mantan Direksi PT Arthabhama Texindo dan PT Artha Trimustika Texindo. Berkas tersangka Cornelis Andri Heryanto dan Hartanto Setiadi sudah dinyatakan lengkap (P21). Namun tanpa alasan, berkas itu tidak dilimpahkan ke pengadilan. Belakangan, diduga berkas acara pemeriksaan (BAP) sudah hilang.

Selain, berkas perkara PT Arthabhama Texindo, masih ada berkas perkara Bank Mandiri lainnya yang masih mandek dan tidak diketahui kapan penuntasannya, yakni berkas Lativi Media Karya, dengan tersangka Abdul Latif, Hashim Sumiana dan Usman Dja’far dan PT Great River International (Sunyoto Tanudjaja).

Kemudian penyalahgunaan kredit Bank Mandiri ke PT Cipta Graha Nusantara (PT CGN) senilai Rp160 miliar. Satu tersangka yakni Komisaris PT CGN Saipul hingga kini masih buron. Dalam kasus ini, kredit Bank Mandiri tersebut digunakan untuk mendirikan Metro TV Surya Paloh, pemilik Metro TV saat itu diperiksa penyidik Gedung Bundar.

MANDIRI-KEJAGUNG KERJASAMA - Soal kredit macet seperti menjadi masalah besar di Bank Mandiri. Apalagi ditemukan sejumlah kreditur nakal yang berpotensi melanggar hukum. Karenannya Bank Mandiri (Persero) Tbk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung melawan kemungkinan terjadinya fraud dunia perbankan, terutama kasus-kasus penipuan, yang menyebabkan pihak bank menjadi korban. Bank Mandiri mengaku kerap menjadi korban kejahatan ini.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan salah satu poin kesepakatan dengan Kejaksaan RI adalah penggunaan peran kejaksaan sebagai pengacara untuk melakukan penuntutan kepada nasabah yang tidak beritikad baik. "Peran kejaksaan sebagai pengacara negara kami butuhkan pada waktu menghadapi fraud," kata Kartika usai meneken nota kesepakatan bersama (MoU) dengan Jaksa Agung H.M. Prasetyo di Jakarta, Kamis (30/3).

Pria yang akrab dipanggi Tiko ini menjelaskan bahwa dari total rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), sekitar 2-3 persen terdapat indikasi awal pelanggaran hukum. "Itu yang sedang akan kami dalami apakah memang ada itikad tidak baik," kata dia.

Namun, apabila kredit macet tersebut disebabkan karena risiko bisnis, maka Mandiri tidak akan melakukan tindakan hukum. "Kalau ada indikasi penyelewengan penggunaan kredit, penggelapan, atau pelaporan keuangan yang dipalsukan, maka akan kami lakukan tindakan hukum," kata Tiko.

Selain kejahatan perbankan, Kejaksaan dan Bank Mandiri juga menjalin komitmen terkait pemulihan aset yang berasal dari tindak pidana, penegakan hukum terkait pidana korupsi dan pencucian uang, peningkatan efektivitas penanganan masalah hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia.

"Kejaksaan berkomitmen mengawal keberlangsungan peran perbankan dalam menopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Jaksa Agung Prasetyo.

BACA JUGA: