JAKARTA, GRESNEWS.COM – Nasib mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino seperti tengah "digantung" oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) yang mendudukkan Lino sebagai tersangka tak juga dituntaskan meski sudah berjalan selama satu tahun.

KPK sendiri membantah sengaja menggantung kasus Lino ini. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK sama sekali tidakmenelantarkan perkara dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) itu. Febri mengatakan, penyidikan masih terus berjalan dan lembaga antirasuah itu, saat ini masih terus mengumpulkan bukti tambahan untuk melengkapi berkas RJ Lino.

Febri mengakui ada beberapa kesulitan dalam menangani perkara ini sehingga berimbas pada belum rampungnya berkas RJ Lino. Alasan itulah yang menjadi penyebab Lino hingga saat ini masih belum mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK.

"KPK masih mematangkan dan memperkuat bukti-bukti yang ada. Kami masih butuh dua hal, perhitungan kerugian keuangan negara dan ada beberapa bukti yang tidak ada di dalam negeri yang masih perlu ditelusuri lebih lanjut," kata Febri di kantornya, Rabu (22/3).

Karena itu, KPK sampai saat ini masih belum melakukan penahanan terhadap Lino. Sebagai informasi, masalah penahanan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bab V bagian kedua mulai dari Pasal 20 hingga 31. Penyidik hanya mempunyai waktu 20 hari menyelesaikan berkas penyidikan dan jika dalam waktu tersebut belum rampung, maka ada perpanjangan penahanan selama 40 hari.

Sehingga total masa penahanan dalam proses penyidikan hanyalah 60 hari. Kemudian jika dalam proses tersebut berkas juga belum selesai, maka tersangka dapat dibebaskan dari tahanan demi hukum.

Jangankan untuk melakukan penahanan, bahkan hingga saat ini KPK pun belum mempunyai rencana untuk meminta keterangan dari Lino. Alasannya hingga saat ini penyidik masih fokus mengumpulkan barang bukti dan melakukan penghitungan kerugian keuangan negara yang memakan waktu tidak sedikit.

Meski begitu, KPK, kata Febri sama sekali belum menyerah dalam menangani kasus ini. "KPK terus menangani kasus ini, kami harap ada perkembangan. Kami masih proses penyidikan untuk tersangka RJL (RJ Lino)," terangnya.

Ia pun menambahkan, lamanya waktu penyidikan bukan hanya terjadi pada perkara ini. Febri mencontohkan kasus lain yaitu proyek penanganan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang memakan waktu cukup lama dan baru masuk ke persidangan pada 9 Maret 2016 lalu.

"Untuk beberapa perkara ada kebutuhan yang realistis soal waktu dan kecukupan bukti. Misal ketika menangani korupsi KTPE sejak tersangka pertama (Sugiharto) kita proses sejak April 2014, kemudian dapat kerugian negara pertengahan 2016 baru kita tetapkan tersangka kedua (Irman) dan tidak lama awal (Februari) 2017 pelimpahan ke pengadilan," tutur Febri.



UNGKIT JASA - Sementara itu, pada Rabu (22/3), RJ Lino dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung RI sebagai saksi untuk terdakwa Haryadi Budi Kuncoro yang tak lain adalah adik mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto, dalam kasus korupsi pengadaan korupsi 10 unit mobile crane di PT Pelindo II. Usai menjalani pemeriksaan, Lino menyempatkan diri menjawab pertanyaan wartawan mengenai kasus yang membelitnya yang ditangani KPK.

"Saya ngikut aja, saya warga negara yang baik," kata Lino saat ditanya mengenai kasusnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat.

Saat ditanya mengenai tanggapan jika seolah KPK menggantung nasibnya, Lino mengaku telah berusaha yang terbaik untuk negara. Ia mengklaim, saat menjadi Direktur Utama Pelindo II pada 2009 aset perusahaan BUMN tersebut hanya sebanyak Rp6,5 triliun. Namun jumlah tersebut berlipat semenjak dirinya memimpin perusahaan tersebut.

"I do my best for my country. Kalian lihat dimana saya masuk ya, aset pelindo itu hanya Rp6,5 triliun. Saya berhenti Rp45 triliun. Coba 6 kali lebih punya uang di bank Rp16 triliun cash. Kerugian negara nggak ada," tutur Lino.

Menurut Lino, saat ini ia menjalani sisa hidupnya selagi menunggu proses hukum yang dilakukan KPK. Statusnya sebagai tersangka, kata Lino sama sekali tidak mengganggu kehidupannya. Bahkan, dimasa rehatnya tersebut Lino bisa lebih bebas menghubungi para koleganya.

"Sibuk di kampung saya kan. Saya nggak malu ketemu anda. Tadi liat tadi saya ngomong blak-blakan. Enggak saya nggak merasa terganggu. Malah sekarang saya ditelepon siapa aja bisa diterima," ujarnya.

Menyinggung kesaksiannya hari ini, Lino membela para mantan anak buahnya tersebut. Ia menyatakan, Haryadi sama sekali tidak bersalah dalam kasus pengadaan mobile crane yang ditangani Badan Reserse dan Kriminal Polri beberapa waktu lalu. "Mereka itu nggak salah, kasian. Kalo ini dibiarin ya yang susah semua orang. Orang itu nggak bisa buat apa-apa. Negara ini jadi nggak maju. Mau bikin ini jadi begini bikin ini jadi begini," keluh Lino.

Lino ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan 3 unit QCC pada 2010. QCC ialah derek yang dipasang di bibir pelabuhan untuk bongkar-muat kontainer dari kapal. Sementara yang dimaksud dengan QCC jenis twin lift adalah derek yang bisa mengangkat dua kontainer sekaligus.

Dia diduga telah melakukan perlawanan hukum dan menyalahgunakan wewenang dengan melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane kepada perusahaan asal China, Wuxi Huangdong Heavy Machinery. Atas perbuatannya Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: