JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik di Kementerian Badan USaha Milik Negara (BUMN) akhirnya benar-benar menjerumuskan mantan Menteri (BUMN) Dahlan Iskan sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap Dahlan terjadi setelah putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan bahwa Dasep Ahmadi bersama-sama Dahlan melakukan tindak pidana korupsi.

"Sudah jadi tersangka sejak 26 Januari lalu, (Dahlan) akan segera diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Kamis (2/2).

Dahlan sendiri saat ini telah menjadi pesakitan kasus penjualan aset milik BUMD Pemprov Jawa Timur oleh PT Panca Wira Usaha (PWU) di Pengadilan Tipikor Surabaya. Dimana di perusahaan itu Dahlan duduk sebagai direktur utama.

Penetapan tersangka Dahlan Iskan telah diisyaratkan Jaksa Agung   M Prasetyo beberapa waktu lalu. Prasetyo memerintahkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Armimsyah untuk menindaklanjuti putusan MA yang memutus kasasi Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, menyatakan bahwa Dasep bersama-sama Dahlan melakukan tindak pidana korupsi.

"Ini saya minta kepada JAM Pidsus. Ya (dia belum tersangka), dia sakit-sakitan terus katanya. Bahkan begitu pandainya membentuk opini ketika ditaruh sementara di Madaeng, dia menyebar foto-fotonya tidur di lantai. Untuk apa tidur di lantai dia pakai sarung," ujarnya.

Seperti diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan mobil listrik hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Dasep 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, dan diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp17,1 miliar atau diganti hukuman penjara 2  tahun.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Dasep dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti Rp28,9 miliar subsider 2 tahun kurungan.

TERANG BENDERANG - Ketua Tim Penyidik Pidana Khusus Kejagung dalam kasus mobil listrik, Victor Antonius menyebut dugaan keterlibatan Dahlan sudah terang benderang. Dari fakta persidangan ada peran penting Dahlan hingga terjadi korupsi dalam pengadaan mobil listrik.

Victor menyebut, perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan Dahlan adalah penunjukan langsung perusahaan milik Dasep Ahmadi, untuk melaksanakan proyek senilai Rp32 miliar untuk pembuatan 16 mobil listrik. PT Sarimas Ahmadi Pratama, perusahaan Dasep adalah salah satu kelompok binaan Dahlan dalam kelompok Pandawa Putra Petir.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah juga menilai kasus mobil listrik ini telah terang pelanggaran hukumnya. Dari proyek gagal mobil listrik, Armin berkeyakinan ada unsur kesengajaan untuk mengerjakan proyek ini.

"Ya sengaja dia. Waktu dia bikin mobil listrik dia kan mau pamer supaya dilihat hebat. Dia tahu ini nggak bener, negara bisa rugi, tapi bodo amat yang penting ngetop, masa bodo negara rugi," kata Armin.

Dalam kasus ini, Kejagung sebelumnya menetapkan dua tersangka yakni Dasep Ahmadi dan Kepala Bidang Kemitraan Bina Lingkungan BUMN, Agus Suherman. Namun berkas perkara Agus dihentikan karena alasan tidak diketemukan bukti keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Perkara korupsi mobil listrik ini sendiri berawal saat mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menunjuk langsung Dasep Ahmadi sebagai pelaksana pengadaan 16 mobil listrik untuk keperluan persiapan Konferensi Ekonomi Asia Pasifik (APEC) pada 2013. Dahlan mengusulkan hal itu pada rapat kabinet yang dihadiri mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Agar tidak membebani negara, Dahlan menawarkan pendanaan proyek itu dari dana yang berasal patungan sejumlah BUMN. Akhirnya ada tiga BUMN yaitu PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina yang siap merogoh kocek senilai Rp32 miliar untuk membiayai proyek ambisius tersebut.

Menurut Dahlan, saat itu yang mampu membuat kendaraan listrik di Indonesia adalah terdakwa Dasep Ahmadi selaku Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama sekaligus salah satu kelompok Pandawa Putra Petir binaan Dahlan Iskan. Sekitar awal Januari 2013, Dahlan memerintahkan Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman dan Deputi Restrukturisasi Kementerian BUMN Fadjar Judisiawan untuk melakukan penjajakan partisipasi PT BRI dan PT Perusahaan Gas Negara dalam kegiatan pengembangan mobil listrik untuk kegiatan KTT APEC 2013.

Kemudian sekitar Februari 2013, Agus Suherman selaku Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)/Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Kementerian BUMN mengundang rapat PT BRI dan PT PGN sebagai penyedia dana.

Mobil listrik tersebut diketahui bukan hasil buatan terdakwa tapi hasil modifikasi badan bus yang dibeli dari karoseri PT Aska Bogor dan PT Delima motor untuk chasis (rangka yang berfungsi sebagai penopang berat dan beban kendaraan, mesin serta penumpang) membeli merek HYNO sedangkan untuk mobil eksekutif listrik.

Dasep membeli mobil Toyota Alphard tahun 2005 (harga sekitar Rp300 juta) kemudian dimodifikasi oleh PT Rekayasa Mesin Utama (Bogor) dan transmisi dimodifikasi oleh Dasep sendiri di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dasep tidak memiliki sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum punya hak cipta serta belum pernah membuat mobil listrik model executive car.

Padahal dalam kesepakatan, PT Sarimas Ahmadi Pratama menyanggupi keseluruhan mobil dibuat terdakwa sebanyak 16 unit dan harus dapat digunakan untuk mendukung transportasi APEC XXI tahun 2013 di Bali. Berdasarkan hasil inspeksi tim Institut Teknologi 10 November dengan ketua Dr Muhammad Nur Yuniarto, diketahui 4 mobil listrik memiliki komponen utama yang lengkap dan terpasang, 7 bus listrik memiliki komponen utama yang lengkap.

Tapi BMS belum terpasang dan dapat dijalankan sedangkan 6 unit bus tidak lengkap komponen utama sehingga tidak dapat dijalankan. Enam bus listrik lainnya tidak memiliki komponen utama yang lengkap, dan 2 bus listrik hanya memiliki 1 motor listrik. Sementara kualitas bodi dan chasis pada mobil dan bus listrik diketahui semua unit mobil menggunakan platformToyota Alphard tahun 2003 dengan body repair dan dimodifikasi.

Chasis bus listrik menggunakan chasis truk Hino baru dengan pengerjaan bodi yang sudah ada dan berkarat sehingga menunjukkan bodi merupakan hasil reparasi. Akibatnya mobil tidak dapat dioperasikan sebagaimana kendaraan umum lainnya yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

BACA JUGA: