JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bebasnya mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti di Pengadilan Tipikor Jakarta, menjadi tamparan keras bagi institusi Kejaksaan. La Nyala yang diseret Kejaksaan Jawa Timur ke pengadilan dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur dinyatakan tak terbukti oleh Majelis Hakim.

Namun kejaksaan meyakini masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh untuk menjerat La Nyala. Seraya meyakini kekalahannya di pengadilan tingkat pertama ini bukan akhir dari segalanya.   

Ini untuk yang kesekian kalinya jaksa tidak bisa meyakinkan hakim pengadilan Tipikor menjerat terdakwa. Belajar pada dua perkara sebelumnya dengan terdakwa Handoko Lie,  kasus pencaplokan lahan milik PT KAI di Medan untuk dibangun kawasan Center Point, Medan dan mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur patut mempertimbangkan untuk menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung.

"Kita pikir-pikir, ada waktu untuk meneliti dan menyiapkan memori kasasi," kata Kajati Jatim Maruli Hutagalung menanggapi kekalahan kali ini, Selasa (27/12).

Maruli mengaku jauh-jauh hari khawatir dengan putusan ini. Menurut mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung ini, yang dilawannya adalah orang yang punya pengadilan. Maruli seperti menyinggung siapa lawan yang dihadapinya saat bertemu dalam gugatan praperadilan. Kejati Jatim selalu kalah. Seperti diketahui La Nyala disebut-sebut memiliki hubungan kekerabatan dengan Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali.

Menurut Maruli dalam kasus ‎dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur, jelas ada bukti aliran dana yang besarnya di atas Rp1 miliar ke La Nyalla. Hal itu juga dibuktikan dengan pendapat dua hakim lain yang menyatakan La Nyalla bersalah.

Seperti diketahui, vonis Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan La Nyalla Mattaliti dalam kasus IPO Bank Jatim tidak bulat. Dua dari lima hakim yakni Anwar dan Sigit menyatakan La Nyalla bersalah. Sementara Sumpeno, Baslin Sinaga, Mas´ud sebaliknya.

"Tidak diperbolehkan menggunakan dana hibah selain yang ditentukan dalam proposal. Penggunaan dana hibah untuk IPO dan Persebaya juga tidak diperbolehkan tujuannya karena membuktikan tidak tertib anggaran," kata Anwar di PN Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).

Alasan kedua, yang berwenang tanda tangan cek adalah terdakwa dan Diar (diadili terpisah). Dengan tidak ditulis nominal untuk memudahkan administrasi, hal ini membuktikan terdakwa ikut bertanggung jawab mengelola dana hibah.

"Di satu sisi sudah mendelegasikan ke Diar dan Nelson tapi di sisi lain terdakwa ikut menandatangani cek atau giro sehingga terdakwa patut mempertanggungjawabkan sehingga terdakwa patut dianggap lalai," ucap hakim Anwar.

Alasan ketiga yaitu putusan PN Surabaya sebagai bukti adanya kelalaian terdakwa dalam mengontrol pengelolaan dana hibah. Keempat, keuntungan IPO yang didapat terdakwa patut untuk dikembalikan karena keuntungan bersumber dari uang negara yang digunakan untuk membeli IPO, dan uang itu bukan faktor pengurang. Pembelian IPO tidak dalam proposal sehingga uang Rp1,1 miliar merupakan bagian dari Rp26 miliar.

"Apakah terdakwa tahu atau tidak dalam pembelian IPO? Berdasarkan kesaksian pegawai Bank Jatim, Sri Bondan dan Diar Kusuma cukup membuktikan jika La Nyalla telah berniat untuk membeli IPO, pengembalian dana IPO tidak ada dalam proposal," tambah Hakim  Sigit.

Keenam, pengembalian dana hibah tidak dapat dibenarkan karena penggunaan dana hibah harus sesuai proposal. Ketujuh, terdakwa mengetahui penggunaan dana hibah untuk Persebaya yang tidak sesuai proposal dan terdakwa sering tanda tangan cek kosong.

"Membuktikan tindakan terdakwa lalai dan tidak berhati-hati dalam mengelola dana hibah," cetus Anwar lagi.

Kedelapan, ada pendelegasian pada tahun 2015 kepada Diar dan Nelson, tidak menghapus pertanggungjawaban untuk penggunaan dana hibah untuk IPO Bank Jatim. Kesembilan, terdakwa melakukan pembiaran dan tidak pernah mengecek ulang kepada anak buahnya asal uang untuk pembelian IPO.

"Terdakwa harus ikut bertanggung jawab sebagai penerima dana hibah secara formal dan material. La Nyalla secara hukum patut dinyatakan bersalah karena tidak hati-hati, lalai dan abai sehingga menguntungkan pihak lain dan merugikan negara," papar Anwar dan Sigit dalam pertimbanganya.

Vonis bebas La Nyala mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Direktur Centre of Budgeting Analysis Uchok Sky Khadafi menilai vonis bebas atas tamparan pada institusi kejaksaan. Uchok melihat vonis bebas bisa terbaca sejak kasusnya mencuat. Beberapa kali La Nyalla lakukan gugatan praperadilan dan menang.

"Jaksa salah strategi karena terlalu ngotot dan nafsu lanjutkan perkara ini. Vonis tiga hakim Tipikor tak lepas dari putusan praperadilan," kata Uchok.

Jika kemudian jaksa masih ingin mengajukan kasasi atas vonis bebas La Nyalla, Uchok berharap memori pembuktiannnya lebih meyakinkan lagi. Sebab jika tetap ngotot namun tidak disertai alat bukti yang kuat, wajah jaksa akan kembali tertampar.

BELAJAR DUA KASUS SEBELUMNYA - Bukan kali ini saja vonis bebas terdakwa korupsi terjadi. Tahun 2015 perkara Handoko Lie,  kasus pencaplokan lahan milik PT KAI di Medan untuk dibangun kawasan Center Point Medan dan mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance juga diganjar vonis bebas. Beruntung di tingkat kasasi, pengajuan kasasi kejaksaan dikabulkan oleh Mahkamah Agung hingga keduanya bisa diseret ke penjara.

MA mengabulkan kasasi jaksa atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat yang membebaskan Yance dalam kasus korupsi pembebasan lahan proyek pembangunan PLTU di Sumuradem, Kabupaten Indramayu, Jabar, tahun 2004.

Dalam putusannya dengan Nomor 2862 K./Pidsus/2015 tertanggal 28 April 2016, MA menghukum Yance empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan ini lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta majelis hakim menghukum Yance dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan.

Sebelumnya, majelis hakim tingkat pertama menyatakan, dakwaan primair dan subsidair JPU tidak terpenuhi seluruh unsurnya. Sehingga demi keadilan pada Yance haruslah dibebaskan dari segala tuntutan.

Handoko Lie, bos PT Agra Citra Karisma (ACK), oleh MA juga dinyatakan bersalah. MA mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa. Handoko adalah terdakwa kasus pencaplokan lahan milik PT KAI di Medan untuk dibangun kawasan Center Point, Medan. Kasus pencaplokan lahan PT KAI di pusat Kota Medan ini merugikan negara Rp1,3 triliun.

BACA JUGA: