JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung memastikan nasib para rekanan dalam kasus dugaan korupsi dana swakelola pengendali banjir pada Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Selatan 2013-2014 tidak bakal lolos dari jerat hukum. Para rekanan bakal menyusul tiga tersangka yang telah dibui dua pekan sebelumnya.

"Itu (rekanan) pasti kena," kata Direktur Penyikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Fadil Zumhana tentang belum disentuhnya unsur swasta dalam kasus korupsi tersebur, di Jakarta, Sabtu (3/12).

Fadil enggan membeberkan pihak rekanan yang tengah dibidik jaksa pidana khusus Kejaksaan Agung. Namun mantan Kajati NTB tak mengelak rekanan yang dimaksud saat ini tengah berperkara dengak KPK. Fadil menyatakan, penegakan hukum, khususnya dalam penuntasan kasus proyek pengendali banjir ini tidak akan tebang pilih.

Fadil menyinggung pengusutan kasus yang di Jakarta Barat dan Timur yang tersangkanya lebih 20 orang. Dari rekanan, PNS biasa hingga mantan Kepala Suku Dinasnya. "Tunggu saja. Tim penyidik tengah bekerja," pintanya bersabar.

Sebelumnya, tiga pejabat Pemkot Jaksel telah dijadikan tersangka, yakni Fahrurozi (Kasudin PU Tata Air Jaksel, periode Juni 2013-2014), HP (Staf Penyelidikan Pengujian dan Pengukuran Dinas Bina Marga Pemprov DKI/mantan Kasubag Tata Usaha Sudin PU Tata Air Jaksel) dan Irvan Amtha (Staf Badan Diklat Provinsi DKI/mantan Kasudin PU Tata Air Jaksel). Dalam kasus kerugian negaranya mencapai Rp20 miliar.

Fadil mengatakan, rekanan akan disentuh karena ada petunjuk ke arah mereka menikmati hasil bancakan dana tersebut. Dalam persidangan dengan terdakwa Sanusi dalam kasus suap terkait reklamasi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap bagaimana rekanan proyek pengendali banjir membelikan mobil mewah hingga rumah mewah.

Penyidik juga menemukan, pola kasus pengendali banjir di Jaksel sama polanya, yang terjadi di Pemkot Jakbar dan Jaktim. Dari informasi di Kejagung, proyek ini sudah dibancak sejak dari perencanaan sekitar 30 persen, tingkat pelaksana 30 persen dan pengawasan 10 persen.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman meminta Kejaksaan Agung mengejar keterlibatan pihak swasta. Boyamin mengatakan, praktik korupsi tidak dapat dilakukan satu pihak, yakni swasta atau pemerintah, tapi merupakan kolaborasi dari keduanya. "Itu hubungan yang bersifat simbiosis mutualistis, kerjasama keduanya," kata Boyamin dihubungi gresnews.com, Sabtu (3/12).

Apalagi dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor kasus TPPU M Sanusi, ada keterlibatan rekanan proyek untuk memenangkan lelang proyek tersebut. Dalam lelang pengadaan barang di Dinas Tata Air DKI Jakarta, panitia lelang diminta untuk memenangkan PT Wirabayu Pratama dan PT Imemba Kontraktor. Dua perusahaan itu milik teman dari Mohamad Sanusi.

Jaksa KPK yang menghadirkan PNS yang bertugas di Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat, Rudito Setiawan membuka tabir kerjasama saling menguntungkan tersebut. Tahun 2012, Rudito merupakan ketua panitia lelang. Dia mengaku pernah dipanggil oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada saat itu untuk memenangkan PT Wirabayu Prataman dan PT Imemba Kontraktor.

Dalam kesaksiannya, Rudito menjelaskan ada beberapa paket yang dikerjakan pada proyek 2012-2013 yang dikerjakan PT Wira Bayu Pratama dan PT Imemba sebagai cadangan. Diantaranya paket pengadaan pompa pengendali banjir, penggantian pompa pengendali banjir.

Pengerjaan paket ini, menurut Rudito melalui sistem lelang. Mengenai apakah ada permintaan Sanusi untuk memenangkan kedua perusahaan tersebut, Rudito membenarkannya meskipun permintaan ini tidak secara langsung. "Usut tuntas ke akar-akarnya jika Kejagung serius," kata Boyamin.

TERJADI DI PEMKOT LAIN - Dalam saat yang bersamaan, Kejagung memang tengah mengusut kasus yang sama di berbagai wilayah kota lain di Provinsi DKI Jakarta. Untuk kasus di Jakarta Barat, Kejagung sudah menetapkan 14 tersengka. Sementara di Jakarta Timur, sudah ditetapkan 13 tersangka. Sedangkan Jakarta Utara 1 tersangka.

Kasus ini merupakan pengembangan proyek yang sama, tahun anggaran 2013–2014 yang dibiayai oleh APBD DKI. Untuk kasus di Jakarta Barat, Kejagung sudah menahan 5 orang tersangka dari Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat. Penahanan kelima orang ini adalah pengembangan atas kasus mantan Kasudin PU Jakbar Monang Ritonga.

"Mereka ditahan karena adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Arminsyah beberapa waktu lalu.

Kelima orang yang ditahan adalah Hery Setyawan selaku Staf Pembuat SPJ, Raden Sugiyarto selaku Kasi Kecamatan Kebun Jeruk, Heddy Hamrullah selaku Kasi Kecamatan Cengkareng, Eko Prihantono selaku Kasi Kecamatan Grogol dan Subari selaku Kasi Kecamatan Kembangan. "Waktu penahanan mereka selama 20 hari terhitung mulai tanggal 20 Juli 2016 sampai dengan 8 Agustus 2016," ucap Arminsyah.

Kasus ini bermula dari adanya kegiatan pekerjaan swakelola pada Sudin Pekerjaan Umum Tata Air Jakbar tahun 2013 untuk pekerjaan peningkatan, pembangunan saluran dan pembangunan pompa pengendali banjir. Ada dua sumber anggaran pada program swakelola ini, yaitu dari APBD murni sebesar Rp55,5 miliar dan APBD perubahan sebesar Rp36,77miliar.

Dengan demikian total anggarannya mencapai Rp92,27 miliar. Kerugian negara akibat tindak pidana korupsi ini mencapai sebesar Rp41,48 miliar.

Dalam kasus ini, sudah ada tiga orang yang telah menjadi terdakwa dan dalam proses persidangan, mereka adalah Kepala Bidang Sistem Aliran Barat Dinas Tata Air Propinsi DKI Jakarta Wagiman, Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistim Aliran Timur Dinas Tata Air Propinsi DKI Jakarta Monang Ritonga dan Kepala Suku Dinas Bina Marga Kota Administrasi Jakarta Pusat (Mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat Periode Agustus 2013 s/d Desember 2013) Pamudji. (dtc)

BACA JUGA: